Mohon tunggu...
Rudi Sinaba
Rudi Sinaba Mohon Tunggu... Pengacara - Advokat - Jurnalis

Alamat Jln. Tj, Jepara No.22 Kota Luwuk Kab. Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

Keselarasan Antara Perbuatan, Motif, Kesalahan dan Akibat yang Dilarang dalam Tindak Pidana Korupsi Merugikan Keuangan Negara. Oleh : Rudi Sinaba

24 Februari 2021   17:58 Diperbarui: 14 September 2024   15:05 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar : HukumOnline.com

Selanjutnya untuk mengetahui kesalahan apa yang dimaksud dalam tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara, apakah itu menyangkut kesalahan karena kesengajaan atau karena kelalaian maka terlebih dahulu perlu untuk melihat rumusan delik dari pasal-pasal yang bersangkutan. Sayangnya, kedua pasal tersebut tidak merumuskan secara tegas kesalahan jenis apa yang dimaksudkan, apakah itu kesengajaan (dolus) atau kelalain (culpa), atau kedua-duanya. Namun secara implisit dapat ditafsirkan bahwa tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 UU Tipikor merujuk pada kesalahan sebagai Kesengajaan (dolus) dan bukan sebagai kelalaian (culpa).

Penafsiran diatas sangatlah logis, tentulah tidak dapat diterima oleh akal sehat bahwa seseorang karena kelalaian (secara tidak sengaja) bisa memperkaya / menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Kekayaan / Keuntungan yang diperoleh tersebut terlebih dahulu haruslah menjadi motif (tujuan) yang ingin dicapai oleh si pelaku. Motif (tujuan) tersebut kemudian diwujudkan dalam berbagai modus perbuatan yang melawan hukum, misalnya dengan modus menggelapkan anggaran, mark-up anggaran, mengurangi kualitas atau kuantitas phisik barang pengadaan, membuat pengadaan atau pekerjaan fiktif, dll. Motif yang diwujudkan dalam bentuk perbuatan tersebut menimbulkan akibat yang dilarang yaitu kerugian keuangan negara.

Satu hal yang jarang menjadi perhatian kita semua yaitu bahwa tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara adalah delik yang dirumuskan dengan motif (tujuan delik) yang jelas (motif yang dirumuskan) yaitu "memperkaya / menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi". Tanpa adanya motif ini maka tidak mungkin ada tindak pidana korupsi merugikan keuangan negara. Pembuktian motif ini harus selaras dengan pembuktian unsur kesalahan (mens-rea) yang bersifat kesengajaan (dolus) bukan kelalaian (culpa).

Tindak pidana yang dirumuskan secara materil atau delik yang mengandung akibat yang dilarang selalu mempunyai unsur motif / tujuan dari pelaku. Motif tersebut bisa dirumuskan secara tersurat dalam delik (motif yang dirumuskan) seperti Pasal 378 KUHP (Penipuan) dan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 UU Tipikor, dan juga ada motif yang tersirat (motif yang tidak dirumuskan) tapi secara kasuistis tergantung pada alasan yang mendorong pelaku melakukan tindak pidana seperti pasal 338 KUHP (Pembunuhan).

Kasus Ir. Akbar Tanjung

Mengenai uraian di atas, dapat menjadi rujukan putusan Mahkamah Agung RI No. 572 K/Pid/2003 dalam perkara korupsi dana non-budgeter dalam kasus Bulog Gate, dimana MARI telah dengan tepat membebaskan Ir. Akbar Tandjung dari dakwaan JPU, dengan pertimbangan bahwa kerugian keuangan negara belum terjadi ketika dana tersebut berada di tangan / kekuasaan Ir. Akbar Tanjung, kerugian negara baru timbul setelah dana tersebut berada di tangan H. Dadang Sukandar dan Winfried Simatupang yang ternyata tidak digunakan sesuai peruntukannya.

Kelalaian Ir. Akbar Tanjung dalam proses penyaluran dan pengawasan dana tersebut yang disinyalir oleh JPU sebagai perbuatan melawan hukum menurut MARI bukanlah menjadi faktor yang menyebabkan timbulnya kerugian keuangan negara, disamping pertimbangan bahwa penyaluran dana tersebut merupakan diskresi Ir. Akbar Tanjung sebagai Mensesneg yang ditunjjuk oleh Presiden RI BJ. Habibie sebagai Koordinator penyaluran dana non budgeter Bulog tersebut.

Pertimbangan MARI diatas sangatlah logis sebab sekalipun proses penyaluran dan pengawasan dana non budgeter tersebut telah dilakukan secara benar dan teliti namun jika penerimanya tidak menggunakan dana tersebut sesuai peruntukkannya maka kerugian keuangan negara tetap terjadi. Sebaliknya walaupun proses penyaluran dan pengawasan dana tersebut tidak dilakukan secara sempurna sebagaimana aturan yang berlaku namun jika penerimanya menggunakan dana tersebut sesuai peruntukkaannya maka kerugian negara tidak mungkin terjadi.

Dari ilustrasi putusan Kasasi di atas, dapat kita lihat secara implisit MARI menerapkan dengan seksama ajaran sifat melawan hukum materil dalam fungsinya secara negatif untuk Terdakwa Ir. Akbar Tanjung, yaitu walaupun perbuatan seseorang secara formil melanggar aturan tertulis yang ada ancaman pidananya namun jika perbuatan tersebut menurut kepatutan dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat dirasa tidak melanggar hukum maka pada diri orang tersebut tidak ada kesalahan, oleh karenanya si pelaku tidak dapat dihukum.

Dalam putusan Kasasi tersebut juga secara tersirat dapat disimpulkan MARI tidak menemukan adanya motif pada diri Ir. Akbar Tanjung untuk menguntungkan diri sendiri, H. Dadang Sukandar dan Wenfried Simatupang.

Sementara itu, hal sebaliknya terjadi pada kasus Hotasi Nababan mantan direktur PT. Merpari Nusantara Airline. Mahkamah Agung RI dalam putusan kasasi dan PK, menyatakan Hotasi bersalah dengan pertimbangan bahwa perbuatan Hotasi membayarkan security deposit sebesar 1 juta US Dollar secara cash ke rekening Hume & Associates PC sebagai jaminan penyewaan 2 unit pesawat sehingga dapat dicairkan oleh TALG adalah perbuatan melawan hukum.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun