Mohon tunggu...
Rudi Ahmad Suryadi
Rudi Ahmad Suryadi Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar Keislaman

Mengeja rangkaian kata dalam samudera khazanah keislaman

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Salat Id Sendirian, Pandangan Ulama

20 Mei 2020   08:01 Diperbarui: 20 Mei 2020   08:02 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: kanal aceh.com

Ramadan akan segera berakhir. Idul Fitri akan segera tiba. Umat Islam dengan penuh sukacita di hari kemenangan melaksanakan salat idul fitri. Mereka berkumpul di lapangan atau di masjid, seraya membesarkan nama Allah Swt.  

Satu tahun ke belakang, suasana salat idul fitri nampak penuh dan sesak. Jamaah tak tertampung di masjid, bahkan ia meluber ke jalanan. Salat penuh dengan lautan manusia, semoga menjadi pertanda syukur pada-Nya, karena kesempatan dapat melalui Ramadan.

Pada Syawwal 1441 H atau 2020 M ini, situasi mungkin agak berbeda. Dunia masih dilanda musibah Covid-19. Pemutusan untuk penyebaran virus ini terus diupayakan. Pembatasan sosial dan fisik tak terkecuali masuk pada wilayah praktik ibadah, termasuk salat sunah idul fitri. Dalam hal ini, kebiasaan salat idul fitri di masjid atau di lapangan, dapat berubah menjadi teknis lain.

Persepsi terhadap ini muncul beragam di masyarakat.  Tanggapan setuju atau tidaknya muncul ke permukaan, bila dihubungkan dengan teknis tempat, salat di rumah, atau salat di tempat berbeda untuk menghindari banyak kerumunan walaupun di masjid utama dilaksanakan. Ragam tanggapan menjadi wajar dan lumrah terjadi pada masyarakat yang heteregon.  

Padahal, para ulama telah memberikan keterangan tentang pelaksanaan salat idul fitri, terutama pada situasi pandemi.  Tanggapan bisa menjadi persepsi sosial, sementara pendapat ulama menjadi rujukan dalam penyelesaian masalah ibadah.

Keterangan ulama mengenai salat idul fitri pada situasi normal, sudah menjadi keumuman. Namun, bagaimana dengan salat idul fitri dalam keadaan pandemik seperti ini?

Salat idul fitri disunnahkan untuk dilaksanakan secara berjamaah di tanah lapang, mesjid, musala dan tempat lainnya.  Ia pun dapat dilaksanakan di rumah masing-masing atau berjamaah di rumah. Hal ini dilakukan pada situasi pandemi untk menghindari penyebaran penyakit.

Dalam kitab al-Iqna fi al-Fiqh al-Syafi'i karya Abu Hasan Ali al-Baghdadi disebutkan bahwa "hendaklah melaksanakan salat dua hari raya dalam keadaan hadir atau bepergian, baik berjamaah atau sendiri-sendiri

 ( ).  

Pandangan Mazhab Syafi'i dan yang dinashkan dalam kitab-kitab qaul jadid-nya bahwa salat id disyariatkan bagi munfarid (tidak berjamaah) di rumahnya atau tempat lain, juga bagi musafir, hamba sahaya dan perempuan.  Apabila pendapat mazhab ini diambil, salat idulfitri dilaksanakan oleh munfarid (sendiri) dan tanpa khutbah (menurut riwayat yang sahih). Apabila ia melaksanakan salat id di perjalanan, khutbah dilakukan oleh imam.  Pernyataan ditulis oleh Imam al-Nawawi Raudlah  al-Thalibin (2/70)

Salat hari raya hukumya sunnah muakkad baik bagi laki-laki maupun perempuan. Pelaksanaannya dilakukan dengan berjamaah atau tidak berjamaah. Yang paling utama dilaksanakan berjamaah. Bagi orang yang tidak bisa melaksanakan berjamaah, baginya salat di rumah. Imam al-Ramli dalam Nihayah al-Muhtaj (2/286), menegaskan yang dimaksud dengan dianjurkan berjamaah bermakna tidak wajib menurut kesepakatan.

   

: ...(2/286).

Terkait dengan tempat salatnya,

" "

Pernyataan Imam al-Nawawi dalam al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab  (V/7) ini, mengisyaratkan bahwa pelaksanaan salat id disunnahkan di tempat salat yang lapang apabila masjid sempit, sebagaimana riwayat yang menyatakan bahwa  Nabi Muhammad SAW keluar menuju ke tempat salat dan masyarakat banyak (yang hadir) pada salat id.

Bagaimana dengan situasi yang darurat pada wilayah dengan penyebaran Covid-19 cukup tinggi? Pada situasi seperti, kita menemui uzur yang menimbulkan keringanan. Kita tidak memiliki pilihan selain harus menjaga jarak dari kerumunan atau pembatasan sosial.   Pelaksanaan salat id dapat dialihkan dari masjid,atau lapangan terbuka ke rumah yang hanya melibatkan sedikit jamaah (anggota keluarga).

Uzur pelaksanana salat id sama dengan uzur salat Jumat, seperi hujan, tanah berlumpur, situasi mencekam, cuaca dingin dan uzur lainnya ( ) sebagaimana dijelaskan oleh Imam al-Nawawi pada al-Majmu' Syarh al-Muhadzdzab  (V/8). Redaksi yang lainnya () dapat meliput pembatasan sosial dalam penanganan Covid-19, baik yang terjadi di Indonesia juga di belahan dunia lainnya.

Beberapa rujukan di atas dijadikan referensi oleh sejumlah lembaga, institusi, dan ormas keagamaan, juga MUI yang menganjurkan masyarakat untuk melaksanakan salat id di rumah dengan jumlah jamaah yang terbatas.

Tata cara shalat id secara ringkas adalah paling sedikit dua rakaat seperti shalat nafilah lainnya. Dimulai dengan niat dan takbiratul ihram. vKemudian disunnahkan untuk melafalkan takbir tambahan yang tidak disunnahkan sujud sahwi jika lupa (Imam al-Haramain, Nihayah al-Mathlab fi Dirasah al-Madzhab (2/616)). 

Imam Ibn Abidin berpendapat dalam  Bada'i al-Shana'i (1/368), bahwa shalat id itu sah dengan jumlah 4 jamaah, satu orang jadi imam dan 3 orang jadi makmum, karena jumlah 4 adalah angka kecil dari jama'.

Wallahu A'lam

*) Rudi Ahmad Suryadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun