Mohon tunggu...
Rudi Ahmad Suryadi
Rudi Ahmad Suryadi Mohon Tunggu... Dosen - Pembelajar Keislaman

Mengeja rangkaian kata dalam samudera khazanah keislaman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Kesadaran Kolektif, Rumah adalah Sekolah

16 Mei 2020   14:11 Diperbarui: 16 Mei 2020   14:23 191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hari pendidikan di Indonesia diperingati setiap tahun, tepatnya tanggal 2 Mei. Layaknya sebagai peringatan, ia mengandung peristiwa yang harus diperingati. Pendidikan yang diperingati, pendidikan yang menjadi bagian kehidupan.

Pendidikan menjadi nafas bagi kehidupan. Hampir setiap hari, aktivitas pendidikan selalu mengisi ruang kehidupan. Guru dan murid berinteraksi dalam pembelajaran, kyai memberikan pengajian kepada santri, bahkan orang tua yang menuntut anaknya berjalan, ia menjadi proses pendidikan. Pendidikan dengan manusia tidak bisa dipisahkan. Pendidikan diarahkan untuk manusia, dan manusia yang melakukan pendidikan.

Hari pendidikan hari ini, tampak berbeda dengan tahun sebelumnya. Gegap gempita tak terdengar. Acaranya menjadi ramai dalam ruang virtual. Slogan hari pendidikan nasional muncul pada internet dengan berbagai medianya. Acara peringatan menjadi ramai dalam ruang maya, karena pandemi. Kesunyian yang tampak di permukaan memicu kesadaran kolektif untuk menyelami kembali hakikat pendidikan dalam situasi pandemi.

Hampir tiga bulan lebih pendidikan mengalama kesunyian. Tatap muka, bukan lagi menatap wajah guru dan murid. Tatap muka divisualkan pada piranti komputer. Guru dan murid berkomunikasi dalam jalinan internet. Rasanya berbeda dengan tatap mula langsung.

Interaksi pembelajaran sedang dikuatkan oleh teori bahwa mengajar tidak usah tatap muka. Ada benarnya memang, namun kehangatan hubungan edukatif seperti tidak mendalam. Situasi pandemi, mendorong insan pendidikan untuk memikirkan model pembelajaran yang tepat.

Bangsa Indonesia, sedang dirundung musibah oleh pandemi Covid-19 ini. Akibat dari situasi ini, pembelajaran berlangsung dengan tidak tatap muka. Layanan pembelajaran yang mengandalkan internet menjadi keniscayaan.

Satu situasi ini mengantarkan kesadaran bahwa sesuatu sedang berubah. Tidak selamanya pembelajaran tatap muka langsung. Perkembangan teknologi yang dibuat manusia dimanfaatkan untuk memfasilitasinya.

Perubahan menjadi keniscayaan, tak bisa dihindari, termasuk pula pada proses pendidikan. Perubahan menjadi proses normal. Perubahan situasi tanggap darurat Covid-19 ini, bukan proses yang negatif, melainkan menumbuhkan kesadaran bahwa pada situasi tertentu terdapat sesuatu yang berubah dari biasanya.

Kesadaran menjadi satu aspek spritual. Pendidikan yang diarahkan pada aspek spiritual beriringan dengan kognitif dan afektif. Bahkan aspek spiritual menjadi komposisi dalam rumusan tujuan pendidikan untuk standar kelulusan. Kesadaran membuahkan sikap tentang diri, situasi, dan langkah yang akan ditempuh.

Kesadaran akan situasi ini bersifat itensial, seperti kata Sartre. Kesadaran terarah pada situasi yang ada dan begitu saja, yang berhadapan dengan apa yang ada pada dirinya. Manusia disebut sadar apabila ia melihat situasi apa adanya dilihat dari dirinya. Kesadaran tidak pasif, melainkan proses aktif untuk membedakan (diferensiasi) dan menyatukan (integrasi).

Membedakan berarti ada perbedaan antara manusia dengan situasi yang berubah. Menyatukan dimaknai bagaimana manusia bisa menyatu dengan situasi yang berubah. Dua sisi ini menjadi ciri khas kesadaran yang dibangun ketika menghadapi perubahan.

Pendidikan yang dihadapi hari ini, sejatinya disadari dan diberikan impresi untuk tetap mencapai tujuan, walaupun modelnya berbeda. Sehingga, situasi pandemi bukan menjadi ancaman melainkan pendorong kesadaran.

Karena kita sebagai manusia, berbeda dengan situasi tersebut. Pendidikan akan selalu mengajarkan akan hal ini. Pendidikan menjadikan manusia sadar akan dirinya dihubungkan dengan situasi yang berubah.

Hari pendidikan nasional sejatinya bukan perayaan semata. Ia berkaitan dengan substansi pendidikan. Pendidikan mengarah pada memanusiakan manusia. Kesadaran akan kemanusiaan yang ada pada situasi yang berubah menjadi rujukan pendidikan.

Pendidikan bukan hanya pada pengerahan kemampuan kognisi dan keterampilan. Sisi bangunan kesadaran individu menjadi sisi penting untuk dijunjung. Sejatinya, pendidikan membuahkan manusia yang sadar akan diri dan situasi yang mengitarinya.

Situasi pandemi Covid-19 berkaitan dengan kesadaran kolektif bangsa. Bangsa yang sedang dirundung musibah, memunculkan gagasan dan sikap moral bersama sebagai kekuatan pemersatu. Pendidikan di tengah pandemik dikaitkan dengan norma sosial, bagaimana pandemi ini segera tuntas dihadapi melalui kesadaran kolektif.

Kesadaran kolektif dapat dipicu dengan proses pendidikan yang akan melahirkan solidaritas kuat yang dibangun pada landasan kemanusiaan. Kesadaran kolektif mendukung terciptanya kelompok dinamis untuk menanggapi perubahan.  Pikiran dan langkah komunitas berkumpul pada satu situasi dengan pikiran sosial yang sama.

Pendidikan nasional dengan seluruh elemennya, memiliki kemampuan agensi. Apa yang dikatakan Burns dan Egdahl (2010), kemampuan ini berkaitan dengan dengan berfikir, menilai, memutuskan, bertindak, mereformasi, menyusun konsep diri dan orang lain, serta tindakan dan interaksi diri. Perilaku nasional hari ini dapat digenjot oleh pendidikan dalam menunjukkan kesadaran kolektif menghadapi pandemi.

 "Setiap rumah adalah sekolah", memicu kesadaran kolektif. Keluarga, tetap lembaga pertama dalam proses pendidikan. Orang tua menjadi guru utama bagi anak. Orang tua menjadi tersadarkan ulang, perhatian untuk pendidikan anak tetap penting mereka lakukan.

Situasi pandemi menyuguhkan hikmah bagi penguatan peran keluarga. Kesadaran kolektif dipicu oleh situasi sehingga berdampak positif pada penguatan kembali peran keluarga dalam pendidikan. "Keluarga adalah sekolah pertama bagi anak". 

Harapannya, apabila keluarga sudah nampak mengakar kuat kembali, penciptaan generasi emas Indonesia akan dapat terwujud sesuai harapan.  "Setiap rumah adalah sekolah", menjadi simbol kesadaran kolektif bangsa.

*) Rudi Ahmad Suryadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun