Mohon tunggu...
Rudi S. Prawira
Rudi S. Prawira Mohon Tunggu... profesional -

Kadang terlintas keinginan corat-coret

Selanjutnya

Tutup

Money

Belum Saatnya Petani Merdeka

25 September 2013   00:01 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:26 187
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

"Karawang Lumbung Padi Nasional, bergeser menjadi Lumbung Pabrik Nasional".

Saat ini kita dihadapkan pada sebuah kenyataan bahwa nasib pertanian di negeri ini tidak sehebat pembangunan industri manufaktur. Hal ini terlihat dari kebijakan pembangunan Indonesia, dengan mendatangkan sebanyak-banyaknya investor yang berani menanamkan modalnya pada sektor perindustrian, dan sebagian besar industri manufaktur tersebut lebih berorientasi eksploitasi sumber daya manusia dan sumber daya alam yang dimanfaatkan sepenuhnya untuk kepentingan Penanaman Modal Asing yang mendatangkan keuntungan sebanyak-banyaknya bagi mereka, sebagai contoh semua perusahaan asing seperti Jepang, Korea Selatan, China, Amerika Serikat dibangun di Indonesia dan memperoleh bahan mentah, tenaga kerja murah, dan barang jadinyapun dipasarkan di dalam negeri, karena Indonesia sebagai pasar potensi bagi produk-produk yang dihasilkan PMA.

Tak mengapa jika industri yang dibangun adalah industri yang menunjang pertanian, tapi satu hal yang agak sulit terjadi jika industri kita mampu mendukung pembangunan pertanian. Alhasil konversi lahan pertanian ke industri sudah tidak lagi dipermasalahkan oleh pemerintah, dengan dalih tuntutan AFTA, ASEAN–China Free Trade Area (ACFTA) dan Globalisasi.

Satu contoh, bagaimana industri di China mampu membangun industri benih padi dengan teknologi yang mampu memproduksi benih padi hibrida dan di ekspor ke negara kita dengan harga lima kali lipat lebih mahal daripada benih lokal, walaupun resistensi terhadap hama sangat rendah.

Kemudian perusahaan-perusahaan China mampu membeli lahan-lahan subur di Indonesia untuk digali dan dikirim ke China karena ada kandungan nikel, besi, silika, dan unsur lain. Padahal di China sendiri mereka tidak bisa dengan bebas menggali tanahnya karena aturan pemerintah China, sementara di Indonesia dengan mudah perijinan tambang dikeluarkan hanya karena keuntungan "komisi" bagi pemerintah daerah, pejabat keamanan dan pihak-pihak terkait.

Produksi bibit jati di Australia dibuat dengan menggunakan industri pertanian kultur jaringan, diekspor ke negeri kita, pun sapi hasil transfer embrio mampu diekspor ke negara kita dalam jumlah besar.

Bukan masalah cuaca dan iklim, tapi semua adalah tentang kemauan penguasa untuk mengarahkan industri yang menunjang kepada peningkatan produksi pertanian dan peternakan.

Jarang sekali kita mendengar Kawasan Pertanian Terpadu, yang sering kita lihat adalah pembangunan Kawasan Industri bahkan berada di area pertanian produktif.

Hari Tani hanya sebuah kenang-kenangan sekilas tentang pertanian, hanya berisi demo yang ditertawakan penguasa.

Kedaulatan pangan dan kesejahteraan petani hanya sebuah mimpi indah yang dijual saat kampanye.

Kita mengetahui ada Balai Besar Padi, perusahaan penghasil benih Sang Hyang Sri, tapi yang ada di sana hanya seonggok penelitian yang dicampakkan tanpa ada realisasi untuk membangun industri pertanian yang mengarah kepada pengembangan teknologi pertanian.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun