Diakui atau tidak, selain menjadi bagian dalam budaya masyarakat di Indonesia yang beraneka ragam adat istiadat, minuman beralkohol juga menjadi salah satu bagian dari perjuangan diplomasi bangsa Indonesia.
Mulai dari Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono hingga Gubenur Jawa Timur, Soekarwo dan Wakil Gubenur Jawa Timur Saifullah Yusuf melakukan jamuan "bersulang minuman beralkohol" untuk menjalin komunikasi dan kerjasama strategis dengan pemimpin negara asing dan perwakilan negara asing di Indonesia.
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono telah telah meneken Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2013 tentang Pengendalian dan Pengawasan Minuman Beralkohol, pada 6 Desember 2013. Menurut Pepres ini, Minuman Beralkohol yang berasal dari produksi dalam negeri hanya dapat diproduksi oleh pelaku usaha yang telah memiliki izin usaha industry dari Menteri Perindustrian. Adapun Minuman Beralkohol yang berasal dari impor hanya dapat diimpor dari pelaku usaha yang memiliki izin impor dari Menteri Perdagangan. Peredararan Minuman Beralkohol itu hanya dapat dilakukan setelah memiliki izin dari Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).
Minuman beralkohol menjadi jamuan antara Presiden RI ke-3 Prof.Dr.-Ing. B.J. Habibie yang hadir sebagai tamu kehormatan dan Ambassador Clemens von Goetze, Dirjen Politik Kemlu Jerman yang mewakili Pemerintah Jerman, ketika Indonesia merayakan Resepsi Diplomatik dalam rangka peringatan 67 Tahun Kemerdekaan RI dan juga 60 Tahun Hubungan RI-Jerman yang berlokasi di Hotel Adlon, Berlin pada 6 Semptember 2012 silam. Jamuan itu telah meletakkan fondasi hubungan dua bangsa dan juga perdamaian dunia dengan tulisan Jawa yang artinya "Sembahlah Tuhanmu dan Cintai Sesama Manusia" di Masjid Kubah Biru yang dibangunnya di atas tebing, tak jauh dari Istana Maxen, Jerman. Masjid Kubah Biru tersebut saat ini menjadi salah satu ikon kota Maxen dan juga daya tarik wisata disana.
Setelah Lagu Kebangsaan Indonesia Raya dan Himno Nacional de la República de Panamá berkumandang hikmat mengawali sambutan Dubes RI pertama untuk Republik Panama, Dwi Ayu Arimami, Menteri Luar Negeri Republik Panama, Y.M. Fernando Núñez Fábrega menyambut hangat ajakan bersulang untuk persahabatan abadi antara Indonesia dan Panama pada resepsi diplomatik, 28 Agustus 2013.
[caption id="attachment_379986" align="aligncenter" width="419" caption="foto : Antara"]
Minuman beralkohol juga menandai persahabatan antara Pemerintah Indonesia dengan Amerika. Gubernur Jawa Timur, Soekarwo (dua kiri) bersama dengan Duta Besar Amerika untuk Indonesia Scot Marciel (kanan) didampingi Konsul Jenderal (Konjen) Amerika di Surabaya, Kristen F Bauer (dua kanan), dan Gubernur Bali, Made Mangku Pastika (kiri) bersulang saat perayaan hari Kemerdekaan Amerika di Surabaya, Senin (4/7). Hari Kemerdekaan Amerika jatuh setiap tanggal 4 Juli, dan tahun ini Amerika merayakan hari kemerdekaan yang ke-235 tahun.
Awal tahun 2015, Menteri Perdagangan, Rachmad Gobel melalui Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 06/M-DAG/PER/1/2015 melarang penjualan bir di minimarket dan pengecer.
[caption id="attachment_379988" align="aligncenter" width="496" caption="foto : merdeka.com"]
Muhammad Ali, profesor studi Islam di University of California, dalam wawancara dengan Bloomberg, mengaitkan munculnya larangan menjual bir di minimarket tersebut dengan semakin nyaringnya suara kalangan konservatif yang memberi kesempatan kepada para politisi populis Islam maupun politisi sekular memperalatnya untuk meningkatkan legitimasi.
"(Kebijakan) ini adalah penerapan hukum Syariah secara perlahan tetapi stabil, dengan menggunakan cara-cara legal dan konstitusional," katanya sebagaimana dilansir oleh Bloomberg, dalam laporan berjudul Beer Today, Gone Tomorrow, Muslim Indonesia Curbs Ale Sales .
Untuk menekan kerugian, kata Gobel seharusnya produsen bir berskala besar dapat mengantisipasinya dengan meningkatkan skala ekspor dari produknya.
Terkait ekspor, Pemerintah sendiri menargetkan pertumbuhan ekonomi Indonesia 2015 sebesar 5,7 persen, jauh lebih tinggi dari realisasi pertumbuhan ekonomi 2014 yang hanya mencapai 5,0 persen. Setelah tiga bulan berlalu, apakah terlihat tanda-tanda bahwa target pertumbuhan tersebut dapat tercapai?
Berdasarkan data dari berbagai sektor industri selama triwulan pertama 2015, pertumbuhan ekonomi Indonesia secara umum menunjukkan pelambatan yang cukup serius. Bahkan beberapa sektor industri mengalami penurunan kinerja yang cukup tajam, dandikhawatirkan dapat memicu krisis ekonomi. Adapun data yang dimaksud adalah sebagai berikut:
Penerimaan pajak pada triwulan I 2015 hanya mencapai Rp 198,23 triliun saja, jauh dibawah realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2014 yang mencapai Rp 210,06 triliun, atau turun sekitar 5,63 persen. Dibandingkan dengan target penerimaan pajak tahun 2015, realisasi penerimaan pajak pada triwulan I 2015 ini hanya mencapai 15,32 persen saja. Hal ini mencerminkan terjadi penurunan (bukan hanya pelambatan) pada aktivitas ekonomi sepanjang triwulan I 2015.
Ekspor pada dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 turun 11,88 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Penurunan ekspor tersebut dipicu oleh penurunan ekspor non-migas sebesar 9,22 persen dan ekspor migas sebesar 24,01 persen. Penurunan ekspor non-migas yang sedemikian besarnya (9,22 persen) cukup mengkhawatirkan bagi pembangunan ekonomi Indonesia.
Impor pada dua bulan pertama (Jan-Feb) 2015 juga turun, yaitu 15,83 persen dibanding periode yang sama tahun 2014. Namun demikian, impor non-migas hanya turun 6,32 persen, sedangkan impor migas turun 45,28 persen. Penurunan impor migas ini dikhawatirkan hanya bersifat sementara dan akan menjadi defisit pada bulan-bulan selanjutnya karena perbedaan waktu impor, mengingat Indonesia sudah menjadi negara net importir minyak bumi.
Meskipun surplus neraca perdagangan pada Jan-Feb 2015 meningkat, yaitu dari surplus 395 juta dolar AS pada Jan-Feb 2014 menjadi surplus 1,482 miliar dolar AS pada Jan-Feb 2015, namun peningkatan surplus tersebut bukan karena peningkatan kinerja ekspor (ingat: ekspor turun 11,88 persen), tetapi karena penurunan impor yang sangat signifikan, di mana penurunan impor ini tentu saja akan berdampak negatif pada kegiatan ekonomi 2015.
Di samping itu, kualitas peningkatan surplus perdagangan Jan-Feb 2015 tersebut cukup mengkhawatirkan karena kinerja perdagangan non-migas pada 2015 turun dibanding 2014: neraca perdagangan non-migas Jan-Feb 2014 mengalami surplus 2,18 miliar dolar AS, tetapi kemudian turun menjadi 1,35 miliar dolar AS pada periode yang sama 2015.
[caption id="attachment_379994" align="aligncenter" width="500" caption="indopos"]
Di tengah hingar bingar peringatan 60 tahun Konfrensi Asia Afrika, di Jakarta dan Bandung, 19-24 April 2015. Presiden Jokowi, dalam pidatonya menyoroti keseimbangan ekonomi dunia. Presiden yang diusung oleh PDIP itu menyatakan dominasi negara-negara kaya atas negara-negara miskin.
Dalam 'Napak Tilas 60 tahun Konferensi Asia Afrika' di Bandung, Jawa Barat, Jumat (24/4), Â Presiden Joko Widodo kembali menegaskan selama 69 tahun merdeka, Indonesia belum terbebas sepenuhnya dari kemiskinan. Indonesia masih tertinggal dengan negara-negara maju di dunia.
Ernest Bower, peneliti Center for Strategic and International Studies Washington DC, menilai pidato tersebut menunjukkan Presiden Jokowi tidak konsisten.
Terkait pelarangan penjualan bir, yang hanya diperbolehkan dijual di supermarket dan hipermarket, Michal Buehler, pengajar studi Perbandingan Politik di School of Oriental and African Studies University of London, implementasi regulasi yang melarang penjualan bir di minimarket tersebut lebih merupakan peraturan tambal sulam dan diselubungi oleh praktik berbau suap.
"Ini murni politik simbol," kata dia. "Apa yang Anda lihat sedang terjadi adalah adanya kelompok yang senang main hakim sendiri sedang memperalat hukum untuk mengumpulkan kekuasaan agar terpusat di tangan mereka dan menghancurkan berbagai tempat. Itu yang membuat masalahnya jadi problematis," tutur dia.
Buehler tidak menyebut nama kelompok dimaksud.
Regulasi larangan menjual bir telah memunculkan protes keras di kalangan pedagang eceran karena dinilai aturan ini tidak pro rakyat, seperti jargon Presiden Jokowi. Regulasi itu dinilai mementingkan pemodal besar.
Jika bir, yang kandungannya 90 persennya ialah air, yang diambil dari kekayaan sumber daya alam di Indonesia diekspor di negera asing sementara Indonesia masih melakukan impor gula yang memunculkan protes di kalangan petani gula di Indonesia, lalu dimanakah kehebatan perjuangan diplomasi bangsa Indonesia saat ini setelah Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto ?
#edualkohol.blogspot.com
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H