Soeharto dilahirkan pada tanggal 8 Juni 1921, di Desa Kemusuk, Argomulyo, Godean, sebelah barat kota Yogyakarta.
Pendidikan umumnya dimulai di Sekolah Ongko Loro (sekolah dua tahun) di kampung halamannya. Di tempat tinggal bibinya, ia sekolah lagi, dan berhasil menyelesaikan pendidikannya di sekolah Rakyat (SD). Kemudian menamatkan Sekolah Lanjutan pada perguruan Muhammadiyah di Yogyakarta. Selepas menamatkan sekolah itu Ia sempat bekerja di sebuah Bank Desa, kemudian masuk KNIL dan lulus dengan pangkat sersan.
Setelah Jepang berkuasa di Indonesia mereka merekrut pemuda Indonesia untuk dijadikan tentara agar dapat membantu perang yang sedang dihadapinya. Untuk itu dibentuk Seinendan (tenaga keamanan daerah). Soeharto ingin mendaftar menjadi anggota polisi, Keiboho. Tetapi teman-temannya yang lain mengajaknya masuk PETA. Pada tahun 1943 ia menjadi Shodanco (komandan pleton), setelah mengikuti pendidikan perwira, segera dinaikkan pangkatnya menjadi Chudanco (komandan kompi) pada tahun 1944.
Setelah merdeka bekas anggota PETA dan Heiho direkrut menjadi anggota BKR. Soeharto terpanggil untuk membela bangsa, ikut pertemuan bekas anggota PETA dan Heiho yang dilaksanakan di Yogyakarta. Mereka sepakat membentuk BKR di Yogyakarta.
Soeharto membentuk pasukan setingkat kompi di Sentul. Karena berbagai prestasi dalam melawan jepang, kompinya menjadi kuat dan disegani.
Tanggal 5 Oktober 1945 pemerintah mengumumkan pembentukan TKR dan menunjuk bekas Mayor KNIL Urip Sumohardjo sebagai Kepala Staf Umum dengan pangkat Mayor jenderal.
Di Yogyakarta segera dibentuk Divisi IX di bawah pimpinan Jenderal Mayor Sudarsono. Pasukan Soeharto disermikan masuk kedalam Batalyon 10 dengan komandan Mayor Soeharto. Setelah mengikuti berbagai pertempuran pangkatnya dinaikkan menjadi Letnan Kolonel.
Soeharto ikut menghadapi pemberontakan PKI 1948 di Madiun, agresi Belanda II tanggal 19 Desember 1948, Serangan Umum 1 maret 1949, penumpasan pemberontakan Andi Azis di sulsel 1950, penumpasan pemberontakan DI/TII dan Batalyon 426 di Jawa Tengah 1951.
Atas sejumlah prestasinya itu pada tahun 1956 dia diangkat menjadi Panglima TT IV dan pangkatnya dinaikkan menjadi Kolonel.
Brigadir Jenderal disandangnya berkat keberhasilannnya sebagai Panglima Mandala 1962 yang bertugas merebut Irian Barat (Irian Jaya sekarang).
Sesudah itu ia menjabat Pangkostrad 1963. Ketika ia diangkat menjadi Panglima KOGAM 1966, pangkatnya dinaikkan lagi menjadi Letnan Jenderal.
Pangkat Jenderal penuh diperolehnya pada tahun 1966, setelah Sidang Umum IV MPRS menetapkan pembentukan Kabinet Ampera dan ia ditunjuk sebagai Ketua Presidium merangkat sebagai Menteri Utama Hankam.