Mohon tunggu...
Rudi Hartono
Rudi Hartono Mohon Tunggu... PNS -

Ingin seperti padi: Semakin berisi semakin merunduk

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Tradisi Menumbai, Pacu Jalur, dan Koba dari Riau Ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia

22 September 2015   09:58 Diperbarui: 22 September 2015   10:46 1091
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 

KEBERADAAN hutan alam bagi masyarakat adat Petalangan, Kecamatan Bandar Petalangan, Provinsi Riau, dulunya sangat strategis. Sebagian besar dari mereka menggantungkan hidup pada hasil hutan, mulai dari berburu, menangkap ikan, hingga mencari madu sialang. Madu sialang adalah madu yang berada di pohon sialang.

Menumbai hanya dapat dilakukan dua hingga tiga kali dalam setahun. Prosesnya pun dengan ritual yang sangat kompleks.Agar hasilnya banyak, menumbai dilakukan siang hari dan harus dilengkapi beberapa peralatan tradisional. Di antaranya timtim, yakni semacam suluh (obor) untuk menguak lebah dari sarangnya sekaligus sebagai penerang ketika menumbai di malam hari. Tunam terbuat dari sabut kelapa yang dibalut kulit kayu.

Selanjutnya timbo, yakni alat penampung dan penurunan madu lebah yang biasanya terbuat dari rotan. Lainnya adalah tali dan perangkat berupa kayu kecil untuk membuat jalan yang terhubung dan menjadi tangga (sigai). Sigai ini diperlukan untuk memanjat pohon karena diameter pohon sialang rata-rata tak bisa dipeluk tangan orang dewasa sekalipun. Tangga menuju puncak pohon sialang ini disebut semangkat. Ketika menumbai, terdapat sebuah tim yang bekerja sama. Selain /lindan, yang bertugas sebagai pimpinan tim, terdapat juga pembantu (juagan mudo), tukang sambut dan beberapa orang pembantu lainnya.

Biasanya juagan tno dibantu jua-gan mudo yang bersama memanjat pohon sialang dan ditunggu para tukang sambut di bawah. Dalam tradisi Petalangan, menumbai juga dilengkapi pan-tun atau mantra, karena lebah yang dipanggil sebagai Tuan Puteri Nilam Cahaya harus diperlakukan dengan baik. Tujuan pantun adalah untuk menjinakkan lebah, membuat mereka nonap (tidur), dan minta perlindungan Tuhan dari bahaya. Dalam adat Petalangan, pohon sialang dan rimba sekitarnya sebagai milik pebntinati tertentu. Warga pencari madu (juagan) yang menumbai akan mendapatkan madu, tapi tidak sepenuhnya. Pembagiannya diatur secara adat.

Jika juagan berasal dari suku pengelola rimba, ia mendapatkan 40%. Sebanyak 40% lagi untuk warga suku yang mengelola rimba kepungan sialang dan 20% lagi untuk batin (kepala suku),tukang sambut, dan pemuka masyarakat.

IV

Romantisme Melayu dalam Koba

Ratap Sicuriang dan Sibongsu
Ratap Sicuriang dan Sibongsu
Tukang Koba sedang

Koba merupakan tradisi lisan jenis cerita yang disampaikan dengan gaya dinyanyikan. Pelakunya biasa disebut sebagai “tukang koba”. Koba dapat ditampilkan baik oleh laki-laki maupun perempuan. Koba berkembang di negeri-negeri di sepanjang pesisir dan pedalaman Sungai Rokan (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Rokan Hulu dan Kabupaten Rokan Hilir) yang memakai bahasa Melayu logat Rokan, dan di Mandau (sekarang secara administratif menjadi Kabupaten Bengkalis) yang memakai bahasa Melayu logat Sakai.

Tradisi lisan ini ditampilkan pada malam hari sesudah Isya, kadang sampai pagi. Bila dalam satu malam cerita yang disajikan belum tamat, maka koba dilanjutkan pada malam berikutnya, sehingga seringkali untuk menamatkannya diperlukan waktu sampai enam malam. Pertunjukan koba berlangsung sebagai ekspresi bebas dan professional tukang koba, atau bersempena perayaan-perayaan sosial seperti perhelatan pernikahan, sunat rasul, mencukur anak, dan lain-lain. Penyajian koba yang profesional dilaksanakan di tempat-tempat keramaian (seperti di los-los pasar), atau di rumah keluarga yang punya hajat. Tempat penampilan tidak memerlukan ruang dan penataan khusus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun