Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Cita-citaku: Aku Ingin Jadi Koruptor

26 September 2019   07:09 Diperbarui: 26 September 2019   07:07 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terus, kalau aku kerja di pemerintahan nanti, aku mau bikin UU yang bisa menarik banyak denda dari rakyat. Biar saja mereka protes. 'Kan aku yang berkuasa. Mereka menghina juga akan kumasukkan ke penjara."

"Iiih, Kenny kok begitu, sih?" protes Nita dan Amanda. "Jahat."

"Biarin," sergah Kenny. "Pokoknya aku yang berkuasa. Aku yang suka-suka."

"Kalau kamu masuk penjara?"

"Ah, 'kan cuma dua tahun ini," kata Kenny cuek. "Kata Papa, undang-undang yang baru sekarang begitu, kok. Bahkan, koruptor yang masuk penjara masih boleh jalan-jalan keluar ditemani pengawal. 'Kan keren, kayak jagoan di film-film."

Ya, Tuhan. Rasanya aku sesak. Takut-takut aku bertanya: "Kenapa kamu mau jadi koruptor, Kenny?"

Bocah gempal itu terdiam menatapku. Entah kenapa, sorot matanya masih tampak polos meskipun dia baru saja mengucapkan hal-hal yang mengerikan.

"Kata Papa, di negara ini percuma jadi orang jujur. Nggak akan dapet apa-apa."

Apa yang telah kami, generasi sebelum mereka, perbuat? Sekecil ini sudah apatis. Munafik sekali bila kami masih memaksa mereka untuk belajar dan percaya dengan budi pekerti.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun