Yang saya tidak suka adalah sikap kasar, saling menghina, menghakimi, dan bahkan menyumpah-nyumpahi serta mengancam mereka yang pilihannya ‘berbeda’. Saya tidak suka dengan yang hobi mendikte pilihan orang, bahkan diikuti hinaan ‘bodoh’, ‘kafir’, ‘teroris’, ‘ekstrimis’, ‘komunis’, dan ‘is-is’ lainnya yang dianggap negatif. Belum lagi ancaman ‘bunuh’, ‘penggal’, dan ‘bakar’. Sudah terlalu banyak dan maaf…saya sudah kelewat muak.
Apakah dengan memilih satu calon pemimpin (siapa pun dan apa pun alasannya) lantas urusan kita selesai? Apakah calon tersebut lantas saya anggap sempurna tanpa cela?
Harusnya sederhana, kok. Bila kerjaan mereka bagus, saya apresiasi. (Jangan pedulikan ucapan sinis: “Ah, pencitraan!”) Kalau tidak, wajib saya kritik dan kasih saran atau solusi. Kalau cuma kritikan tanpa solusi (dan malah lebih banyak caci-maki), anak kecil juga bisa.
Karena itulah, untuk PILKADA kali ini (15 Februari 2017), saya memilih untuk tidak lagi mengulangi yang sama. Saya tidak akan bercerita pada siapa pun mengenai calon yang akan saya pilih. Terserah mau dibilang pengecut. Saya hanya malas ribut.
Biarlah kali ini cukup saya dan Tuhan yang tahu…
R.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H