Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Pilihan

Di Dalam Bilik dan Laman Media Sosial

14 Februari 2017   14:50 Diperbarui: 14 Februari 2017   15:21 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Yang saya tidak suka adalah sikap kasar, saling menghina, menghakimi, dan bahkan menyumpah-nyumpahi serta mengancam mereka yang pilihannya ‘berbeda’. Saya tidak suka dengan yang hobi mendikte pilihan orang, bahkan diikuti hinaan ‘bodoh’, ‘kafir’, ‘teroris’, ‘ekstrimis’, ‘komunis’, dan ‘is-is’ lainnya yang dianggap negatif. Belum lagi ancaman ‘bunuh’, ‘penggal’, dan ‘bakar’. Sudah terlalu banyak dan maaf…saya sudah kelewat muak.

Apakah dengan memilih satu calon pemimpin (siapa pun dan apa pun alasannya) lantas urusan kita selesai? Apakah calon tersebut lantas saya anggap sempurna tanpa cela?

Harusnya sederhana, kok. Bila kerjaan mereka bagus, saya apresiasi. (Jangan pedulikan ucapan sinis: “Ah, pencitraan!”) Kalau tidak, wajib saya kritik dan kasih saran atau solusi. Kalau cuma kritikan tanpa solusi (dan malah lebih banyak caci-maki), anak kecil juga bisa.

Karena itulah, untuk PILKADA kali ini (15 Februari 2017), saya memilih untuk tidak lagi mengulangi yang sama. Saya tidak akan bercerita pada siapa pun mengenai calon yang akan saya pilih. Terserah mau dibilang pengecut. Saya hanya malas ribut.

Biarlah kali ini cukup saya dan Tuhan yang tahu…

R.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun