Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

"Papa, Aku, dan Sunset"

10 April 2016   16:47 Diperbarui: 10 April 2016   17:01 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini liburan terakhirku dengan Papa. Seharusnya beliau mau tinggal lebih lama.

            Kami berdua berdiri di pantai dalam diam, memandang matahari terbenam. Cahaya jingga yang hangat dan lembut itu menyinari kami. Laut yang membentang tenang tanpa golak, berwarna biru-kehijauan – dengan sedikit kilau keemasan karena tertimpa sinar matahari sore itu.

            Singkat cerita, Papa dan aku begitu menikmati kesunyian, sekaligus pemandangan indah yang langka di depan mata. Seperti lukisan. Tak peduli dengan orang-orang yang sesekali lewat, memandangi kami dengan beragam air muka. Ada yang tampak takjub, ada yang bingung. Entah mengapa. Mungkin karena aku dan Papa begitu mirip, meskipun aku anak perempuan. Kami sama-sama pendek dan gempal, meskipun rambutku ikal gelap.

            Kupandangi Papa. Wajah beliau tampak tenang sekali, tersenyum mengagumi sunset. Entah kenapa, mendadak beliau jadi tampak begitu awet muda. Rasanya ada yang aneh.

            “Yuk,” ajak beliau tiba-tiba. Digandengnya aku. “Kita ke parkiran. Kamu sudah ditunggu sama Mama dan yang lainnya.”

            Langit menggelap saat kami beranjak ke parkiran. Jingga keemasan perlahan menghilang. Avanza hitam itu ada di sana, sendirian di parkiran. Mama dan Adik Lelaki keluar dari mobil. Kakak Perempuan masih di bangku belakang bersama anak-anaknya – cucu-cucu Papa.

            Mendadak tanganku terasa dingin. Saat menoleh, ternyata Papa sudah tidak ada. Kemana? Mataku masih liar mencari-cari, sebelum Mama yang sudah dekat berhenti di depanku, bertanya dengan nada menuntut:

            “Kamu habis dari mana?”

            Sekarang, dadaku sesak. Air mataku tumpah dan aku terduduk lemah. Mama jadi ikutan menangis dan duduk di depanku. Beliau meraih tanganku, sementara samar-samar kudengar suara panik keponakanku dari dalam mobil itu:

            “Mama, Bibi kenapa?”

            Kuceritakan semua yang kulakukan dengan Papa sore itu. Entah kenapa, pertanyaanku berikutnya terdengar bodoh:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun