Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Cuma Bercanda!"(Beda Tipis Jahil Sama Jahat)

3 April 2016   10:33 Diperbarui: 3 April 2016   11:00 732
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

"Gue 'kan cuma bercanda. Masa baru segitu aja lo udah marah, sih?"

"Elo orangnya serius banget, ya? Gak bisa diajak bercanda sedikit aja."

"Wah, nggak asyik banget elo orangnya. Sensian!"

Sering dengar komentar-komentar di atas? Jangan-jangan ucapan semacam itu juga sering keluar dari mulut Anda.

Ada yang bilang, jahil itu biasa. Meski mungkin ada yang jarang, minimal semua orang sudah pernah melakukannya, entah waktu kecil atau masih juga sampai sekarang. Mulai dari sekedar di mulut (menggoda, mencela, hingga mengerjai korban dengan cerita bohong dengan tujuan agar korban tertawa begitu sadar sudah dikerjai, karena seharusnya tidak marah dan sadar bahwa itu adalah bentuk perhatian), hingga tindakan (menyembunyikan barang kesayangan korban agar mereka bingung untuk sementara waktu, mengubah bentuk atau letak susunan barang, hingga kontak fisik seperti mengacak-acak rambut, menggelitiki, dan lain sebagainya).

Sekilas, menjahili orang terkesan 'tidak berakibat fatal'. Ada yang sepakat bahwa jahil itu tanda sayang, terutama bagi dua orang (atau lebih) yang sudah lama saling mengenal dan terbiasa dengan kelakuan 'ajaib' masing-masing. Seru, 'kan? Anggap saja 'bumbu persahabatan' atau 'perekat hubungan'.

Tapi, kapan sih, jahil bisa dianggap sebagai tindakan 'kebablasan'?

Seperti biasa, tergantung manusianya. Tiap orang pasti berbeda. Ada yang 'terlalu humoris' hingga tidak sadar bahwa sebenarnya mereka baru saja menghina/dihina orang lain. Ada yang tidak tahu (atau sialnya mungkin tidak peduli) bedanya bercanda dengan melecehkan. (Ya, termasuk Anda yang hobi kirim-kirim/posting foto-foto anggota tubuh - seringnya organ 'pribadi' perempuan - disertai lelucon vulgar dengan harapan yang melihat akan tertawa. Hingga kini, saya tidak mengerti letak kelucuannya, karena bisa saja itu foto istri/putri/saudari/teman perempuan Anda. Masih juga menganggap itu tidak apa-apa? Sama saja Anda dengan psikopat yang hanya menganggap perempuan sebagai objek atau pemuas nafsu belaka, bukannya manusia. Paling GILA bila Anda sendiri juga sesama perempuan!)

Ada yang punya rasa humor yang masih cukup cerdas dan waras, alias tahu batas dan sebisa mungkin berusaha agar tidak bablas. Mereka termasuk cerdas karena tahu mana guyonan bermutu dan mana SAMPAH yang bakalan bikin orang tidak nyaman, eneg, dan menjadi sumber keributan. Mereka juga tidak asal pilih korban. (Kadang, walaupun sudah kenal lama dengan si calon sasaran, ada kalanya mereka tetap harus berhati-hati sebelum berniat 'melancarkan serangan'. Belajar membaca situasi, begitu.)

Mereka juga biasanya tidak akan mengulang-ulang bercandaan atau kejahilan yang sama hingga lama-lama terasa BASI. Contoh kondisi dan situasi: calon korban kejahilan Anda sedang sedih dan tidak ingin diganggu siapa-siapa. Yakin mau 'CARI MATI'? Ini juga termasuk mereka yang sedang terburu-buru, namun jadi tambah kelimpungan dan ribet gara-gara Anda iseng menyembunyikan barang keperluan mereka sebelum pergi, sehingga mereka berpotensi terlambat ke tempat tujuan dan masalah sejenis lainnya. Jangan marah kalau saya memilih nyengir saat tahu mereka akhirnya mendamprat Anda begitu tahu Anda-lah biang keroknya. Salah sendiri, hihihi...

Ada yang memang tidak suka jahil atau dijahili sama sekali, apa pun itu. Kalau sudah begini, mau bagaimana lagi? Ya, sudahlah. Tidak perlu memaksa mereka untuk mau mengerti selera humor Anda, apalagi sampai mengatai mereka segala. Masa iya, semua harus dipaksa mengikuti maunya Anda? 'Kan egois namanya!

Indonesia memang belum lama bergelut dengan 'stand-up comedy', gara-gara sudah kelamaan juga mandek di slapstick dan barisan humor garing nan dangkal lainnya seputar mengolok-olok penampilan luar seseorang, berat badan, gender, dan termasuk menertawakan kesialan orang yang jatuh di depan umum - apalagi jatuhnya juga karena 'dikerjai'. (Ada teman yang bilang bahwa lebih baik menertawakan diri sendiri dulu sebelum keburu ditertawakan orang lain. Bisa saja sih, tapi lagi-lagi itu pilihan yang tidak wajib diikuti semua orang.)

"Gue sebenernya suka bercanda, tapi paling eneg sama bercandaan 'ganggu' yang suka diulang-ulang, apalagi sama orang yang sama dan tujuannya cuma buat 'caper' sama sengaja bikin gue kesel hanya karena mereka seneng liat gue kesel."

Ini pengakuan seorang teman yang saya aminkan. Misalnya: Anda termasuk yang hobi bercandain atau menjahili teman karena berat badan mereka yang kebetulan berlebih. Mungkin niatnya karena rasa sayang, sekedar mengingatkan. Sekali-dua kali masih nggak apa-apa. Berkali-kali, apalagi sampai sering Anda mempermalukan mereka di tempat umum? Nggak oke! Nggak usah menuduh mereka sensi bila akhirnya mereka malas berurusan dengan Anda lagi. Selamat, ya? Please, deh! Nggak ada topik atau kerjaan lain, apa? Lagipula, mereka juga nggak sebego itu kok, yang sampai harus Anda ingatkan berkali-kali. Yang punya badan mereka, yang ribut kok Anda?

Untung sekarang sudah ada meme peringatan di social media yang berbunyi begini: "Wahai, para orang tua. Bila putri Anda curhat soal cowok yang iseng mengganggunya di sekolah sampai bikin dia menangis, jangan beri alasan bahwa si cowok begitu karena diam-diam menyukai putri Anda. Meskipun benar, jangan. Takutnya putri Anda akan tumbuh dengan kebiasaan pacaran dengan cowok brengsek." Ini juga saya aminkan, karena implikasinya bisa fatal. Pengaduan si anak perempuan yang tidak pernah ditanggapi serius akan membuat si anak mulai meragukan penilaiannya sendiri terhadap segala sesuatu. ("Apa iya aku yang terlalu perasa?") Akibatnya, si anak rentan jadi korban kekerasan dan bahkan tidak sadar telah dilecehkan. Sementara itu, anak laki-laki yang sudah terbiasa berbuat 'suka-suka' dan dimaklumi pula tidak akan sadar batasan, karena menurut mereka semua itu toh 'cuma bercanda'. Kejahilan belaka. Asal tidak ada yang sampai terluka parah atau mati, 'kan?

Buat para lelaki yang hobi menjahili perempuan sampai menangis hanya karena terlalu gengsi untuk bilang suka, jangan marah bila akhirnya si perempuan malah menerima lelaki lain yang lebih dewasa dan tahu cara memperlakukannya. Salah kalian sendiri yang terlalu gengsi, hingga buang-buang waktu dan energi...hanya untuk patah hati juga akhirnya...

Tidak semua ditakdirkan untuk menjadi seorang komedian. Syukur-syukur Anda bisa bikin orang tertawa. Kalau tidak, tidak perlu memaksa. Cari saja kesibukan lain yang jauh lebih berguna dan tidak mengganggu orang, apalagi sampai bikin mereka murka. Orang-orang serius juga dibutuhkan kok, kehadirannya - karena tidak semua hal dalam hidup bisa dijadikan bahan bercandaan atau sumber kejahilan...

R.

(Jakarta, 2 April 2016 - 16:45)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun