Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Balada Perempuan Lajang di Atas Usia 30"

26 Maret 2016   18:05 Diperbarui: 26 Maret 2016   18:20 841
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Mungkin banyak yang menganggap topik ini membosankan setengah-mati. Mungkin juga karena mulai semakin banyak perempuan yang lebih percaya diri, tidak lagi bertingkah bak kambing kebakaran jenggot hanya karena masih lajang di atas usia 30. Mungkin juga ada yang memilih tetap begitu. Apa pun alasan mereka, tak perlulah nyinyir dan sok ikut campur. Mau menasihati boleh, tapi tidak perlu sampai memaksa – apalagi sampai mencela dan menghina segala. Maaf, memangnya Anda siapa?

Ada beda tipis antara peduli dengan usil. Peduli adalah saat mereka rajin mendoakan yang terbaik bagi si lajang, tanpa ucapan yang membuat si lajang merasa kurang, tidak berharga, buruk rupa, dan hina. Ya, terlepas dari niat yang punya mulut, yang katanya “baik” itu. Padahal mendoakan yang baik-baik saja sebenarnya sudah lebih dari cukup.

Sementara itu, yang (kelewat) “usil” tidak pernah kehabisan cara untuk membuat si perempuan lajang merasa bersalah, HANYA karena di usianya yang sudah di atas kepala tiga belum juga menikah. Mulai dari mengomentari penampilan (dengan alasan klasik yang diamini sejuta umat: “Laki-laki ‘kan, mahluk visual!”), berat badan (“Kurusin dikit dulu deh, kalo mau cepet dapet pacar!”), hingga sikap (“Gimana kalo elo gak terlalu picky dan lebih membuka hati?” sama tambahannya “Tapi jangan gampangan juga, kali!”) Ada juga yang sampai bawa-bawa keluarga segala. (“Bokap lo sakit. Lo gak kasihan sama beliau?” Seolah-olah bila si perempuan lajang yang dituding itu buru-buru menikah – dengan siapa pun yang ASAL ADA – masalah akan selesai begitu saja dan sang ayah akan sembuh dengan ajaib.)

Ada beberapa kasus nyata mengenai hal ini:

Adik perempuan seorang rekan pernah sempat lama melajang, hingga di usianya yang ke-35. Saat keluarganya mencoba menjodohkannya dengan seseorang pilihan mereka dan gagal (karena si adik ternyata tidak punya ‘rasa’), jadilah dia yang di-bully:

 “Mbok ya, ngaca dulu,” tegur mereka waktu itu. “Umurmu sudah berapa, cantik apa enggak...”

Akhirnya sang adik mengadu pada rekan saya sambil menangis. Jadilah sang abang membela sang adik mati-matian, melabrak keluarga besar. Eh, respon mereka hanya: “Kita ‘kan, maksudnya baik.”

“Niat baik harus pakai menghina adik saya?”

Aduuh!

Singkat cerita, adik rekan saya akhirnya menikah di usia 37 dan memiliki seorang anak. Apakah setelah itu masih juga dirongrong mereka, seperti dikatai ‘telat nikah’ hingga diajak ‘berandai-andai’ macam: “Kalo dari dulu udah nikah, pasti anakmu nggak akan hanya satu”?

Entahlah. Moga-moga tidak. Moga-moga mereka membiarkannya bahagia dengan pilihan hidupnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun