Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Barongsai Dua Generasi

8 Februari 2016   18:14 Diperbarui: 8 Februari 2016   18:44 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Masa kini:

“Papa, bagaimana nanti kalau aku jatuh dari tiang?”

Aku dan Henry menatap remaja tanggung yang tinggi dan kurus itu. Meski tekadnya kuat, tak ayal ada juga ragu dalam matanya yang sipit. Hanya satu hal yang didapatnya dariku, yaitu kulit legamnya.

“Ahh, kamu ‘kan sudah latihan berbulan-bulan sama Oom Hans,” ucap Henry sambil tersenyum menenangkan. “Papa yakin kamu bisa.”

Dan begitulah, Handra siang itu tampil memukau bersama sepupu-sepupunya. Bocah-bocah yang kompak, karena sudah tumbuh bersama dan akur dari kecil. Barongsai warna-warni itu tampil memukau dan mendapatkan tepuk tangan meriah dari penonton mall yang siang itu membludak.

Henry dan aku menatap kesayangan kami sambil tersenyum. Ada haru menyesakkan dada kami. Henry merekam semuanya dengan kamera video, sementara satu tangannya menggenggam tanganku. Sempat kami beradu pandang dan bertukar senyum.

Siang itu, kami bersyukur telah berhasil melalui mimpi buruk itu. Mei 1998 sudah lama berlalu. Barongsai telah memberi warna baru bagi negeriku...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun