Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Barongsai Dua Generasi

8 Februari 2016   18:14 Diperbarui: 8 Februari 2016   18:44 79
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

1997:

Mataku melebar malam itu, saat Henry mengajakku ke rumah keluarganya di salah satu daerah di Jakarta Barat. Duduk di bangku panjang di sanggar pelatihan wushu dan barongsai milik keluarga Henry, aku menatap kagum saat Henry dan kedua abangnya yang masih kuliah – Hans dan Harry – tengah giat berlatih. Masih awal tahun, namun kata mereka tidak baik menyia-nyiakan waktu. Mereka ingin saat tampil sebagai barongsai nanti, mereka takkan memalukan.

Sayang, andai saja mereka bisa tampil di mall. Aku sudah pernah melihat penampilan barongsai – baik lewat film-film kungfu yang VCD-nya pernah dipinjamkan Henry maupun yang kutonton di TV. Aku suka dengan warna-warni naganya yang indah, meski tidak mengerti makna di balik warna-warna dan bentuk naga tersebut...

Mei 1998:

Aku sedih. Aku tidak bisa lagi melihat penampilan Henry dan kedua abangnya, meski hanya dalam kalangan tertentu. Aku bahkan tidak bisa lagi bertemu dengan Henry. Keluarganya terpaksa mengungsi gara-gara kerusuhan ini. Aku bahkan tidak bisa pergi ke sekolah selama sebulan ini. Guru-guru mengirim kami semua pulang dengan setumpuk PR, terutama karena sekolah kami letaknya di tengah kota. Rupanya mereka enggan mengambil risiko kami semua terluka, bila kerusuhan sampai melebar kemana-mana. Lebih baik di rumah saja...

Ah, Henry. Semoga kamu sekeluarga baik-baik saja, ya...

2007:

Malam itu, aku baru saja pulang kantor dan mengecek Facebook-ku. Ada add friend request dari seseorang bernama Henry Surya. Henry? Henry yang itu?? Buru-buru kuterima setelah mengenali foto profilnya. Astaga, dia sudah cukup banyak berubah! Semakin jangkung dan kekar, meski kulitnya masih sepucat dulu. Mata sipitnya kini terhalang oleh kaca matanya.

Aku sekarang di Amerika, begitu tulisnya dalam pesan saat aku menerima friend request darinya. Bagaimana Indonesia?

Kuceritakan padanya tentang Gus Dur, yang salah satu jasa beliau adalah membuat kita semua dapat liburan tambahan saat perayaan Imlek. Bahkan, kini barongsai sudah menjadi tradisi baru – tampil di banyak mall setiap hari itu.

Apakah kamu akan pulang? tanyaku pada Henry, masih lewat pesan. Kutunggu jawabannya dengan jantung berdebar-debar keras...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun