Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

"Tentang Penguntit (Stalker)"

14 Desember 2015   15:30 Diperbarui: 14 Desember 2015   16:29 1376
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pernah dikuntit orang – alias berurusan dengan stalker? Apakah malah Anda pelakunya?

            Mungkin ‘kuntit-menguntit’ atau ‘stalking’ sudah lazim sekarang, terutama dengan fitur ‘follow’ di platform social media. Mungkin ada yang senang dikuntit, apalagi oleh banyak orang. Ibaratnya seperti selebriti yang semakin naik statusnya bila semakin banyak yang ingin tahu tentang mereka, bahkan sedetil mungkin. Kalau sudah begini, bisa-bisa selamat tinggal privasi.

            Namun, ada juga yang merasa tidak nyaman, bahkan cenderung ketakutan karena lama-lama merasa terancam. Ada juga yang tidak sadar-sadar juga bahwa mereka sudah menjadi stalker. Ada yang sadar, namun tidak peduli karena merasa yang mereka lakukan wajar-wajar saja – bahkan merasa berhak. Sejauh apa tindakan mereka sampai mereka dapat disebut ‘stalker’?

 

            Kegiatan khas si penguntit / stalker:

  • Membuntuti dan memata-matai sasaran atau korban. Yang ekstrim bahkan bisa dalam waktu lama hingga mengabaikan kehidupan pribadi mereka sendiri. Ibaratnya, sosok yang mereka kuntit seakan menjadi pusat kehidupan mereka.
  • Bila sudah mendapatkan akses langsung untuk menghubungi korban, seperti: nomor telepon, email, akun social media, hingga bahkan tahu lokasi rumah, kantor, dan tempat nongkrong, stalker tidak segan-segan melakukan segala cara untuk menuntut perhatian korban. Bisa menelepon berkali-kali, mengirim SMS dan email, hingga ‘menyampah’ di laman akun social media Yang paling parah sampai memata-matai rumah, kantor, hingga tempat korban biasa mangkal – apalagi bila sudah saling kenal.
  • Bukannya senang, sasaran malah merasa tidak aman dan nyaman, sering menghindar, hingga jadi tidak berani pergi sendirian. Bahkan, bukan tidak mungkin korban akan marah atau ketakutan.
  • Stalker akan berusaha mencari segala bantuan dan dukungan untuk memata-matai korbannya. Bila gagal, mereka akan sakit hati dan mencoba mempengaruhi orang-orang sekitar/terdekat korban, entah untuk membenci atau ikut menyakiti si korban. (Kasus ini berlaku bila stalker dan korban saling kenal, bahkan pernah menjalin hubungan asmara.)
  • Stalker tidak suka ditolak. Bahkan, ujung-ujungnya mereka berpotensi menjadi pelaku kekerasan, mulai dari mengirim pesan ancaman, memfitnah/menjelek-jelekkan korban, meneror, menyakiti, hingga...membunuh.

 

Alasan seseorang menjadi stalker:

Kasih tak sampai (cinta bertepuk sebelah tangan karena tidak pernah berani menyatakan atau sosok idaman telah berdua/mencintai orang lain), patah hati/sakit hati karena ditolak/putus, dendam, rival yang ingin mencari kejelekan saingan/menjatuhkan lawan, hingga obsesi irasional sebagai ciri gangguan jiwa serta kurang kerjaan.

Yang berpotensi menjadi stalker:

Penggemar berat, rival, pacar/pasangan posesif dan cemburuan, mantan yang sakit hati, hingga psikopat yang entah kenapa bisa mendadak tertarik dengan korban. Namun, mayoritas pelaku penguntitan adalah sosok yang juga mengenal korban.

Bila Anda stalker:

  1. Penggemar berat: ada cara lain menjadi penggemar yang lebih ‘sehat’. Bisa dengan mendukung si selebriti demi kemajuan karir mereka atau – kalau beruntung – berusaha menjadi teman mereka. (Catatan: bahkan sahabat paling dekat pun tidak selalu harus bersama.)
  2. Pacar / pasangan posesif dan cemburuan: Pacar atau pasangan yang sedang bersama Anda sekarang jangan disamakan dengan barang kepemilikan. Kalian sama-sama manusia, ‘kan? Hanya rasa saling percaya, pengertian, dan kesetiaan-lah yang dapat mempertahankan sebuah hubungan. Jangan salahkan mereka bila lama-lama tidak tahan dengan sikap Anda yang mengatur mereka sesuka maunya Anda.
  3. Mantan yang sakit hati: apa pun penyebab berakhirnya hubungan kalian, menguntit mereka terus-terusan tidak akan menjamin mereka mau kembali bersama Anda. Anda pasti juga tidak suka dipaksa, bukan? Cobalah berdamai dengan masa lalu. Bila belum bisa berteman atau mantan enggan berbicara dengan Anda, ada baiknya menjauh terlebih dahulu – minimal untuk menetralkan perasaan dan suasana.
  4. Rival: apa untungnya mencari keburukan lawan dan mengganggu hidup mereka? Fokuslah pada kelebihan Anda daripada sibuk mengurusi kekurangan orang lain.
  5. Tidak sadar kebiasaan menguntit Anda mengganggu mereka? Mungkin ini saat yang tepat untuk berobat ke ahli jiwa.

 

Bila Anda yang dikuntit / dibayang-bayangi si stalker:

  1. Acuhkan saja.
  2. Bila mereka masih mengganggu, beritahu mereka baik-baik bahwa perbuatan mereka membuat Anda merasa tidak nyaman – terutama bila Anda dan si stalker kebetulan saling mengenal.
  3. Mereka masih keterlaluan? Mulailah membatasi akses mereka agar tidak lagi bisa mengganggu Anda. Blokir nomor HP, email, hingga akun social media
  4. Tidak perlu ‘curhat’ terlalu banyak di social media mengenai lokasi keberadaan Anda saat ini.
  5. Libatkan keluarga dan teman untuk melindungi Anda. Jika terpaksa pergi sendirian, beritahulah orang-orang terdekat mengenai keberadaan Anda. Bawalah semprotan merica atau taser / stun-gun (pistol kejut listrik) kalau perlu. Ikut kelas bela diri dan sering berlatih juga membantu.
  6. Jika terpaksa, ganti nomor HP dan pindah tempat tinggal. Cukup ceritakan pada mereka yang memang perlu tahu keberadaan Anda.
  7. Libatkan aparat hukum bila merasa si stalker semakin mengancam keselamatan Anda. Jangan lupa simpan semua bukti ulah si stalker, seperti: SMS, email, screen capture komentar mereka di laman social media Anda – apalagi yang bernada mengancam. Lebih baik lebay tapi aman.

 

R.

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun