Mohon tunggu...
Ruby Astari
Ruby Astari Mohon Tunggu... Penulis - Penulis, penerjemah, pengajar Bahasa Inggris dan Indonesia, pembaca, dan pemikir kritis.

"DARI RUANG BENAK NAN RIUH": Untuk menjelaskan perihal penulis yang satu ini, cukup membaca semua tulisannya di sini (dan mungkin juga di tempat lain). Banyak dan beragam, yang pastinya menjelaskan satu hal: Ruang benaknya begitu riuh oleh banyak pemikiran dan perasaan. Ada kalanya mereka tumpang-tindih dan bukan karena dia labil dan irasional. Seringkali daya pikirnya melaju lebih cepat dari tangannya yang menciptakan banyak tulisan. Penulis juga sudah lama menjadi ‘blogger yang kecanduan’. Samai-sampai jejak digital-nya ada di banyak tempat. Selain itu, penulis yang juga pengajar bahasa Inggris paruh-waktu, penerjemah lepas, dan penulis lepas untuk konten situs dapat dipesan jasanya secara khusus di Kontenesia (www.kontenesia.com). Bisa sekalian beramal lagi untuk setiap transaksi (terutama selama bulan Ramadan ini) : http://kontenesia.com/kontenesia-donasi-ramadan/ https://www.facebook.com/kontenesia/posts/287945154884094?__mref=message R.

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

"Lelaki yang Ingin Jadi Primadona"

4 Maret 2015   08:17 Diperbarui: 17 Juni 2015   10:11 13
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam itu kau datang mengganggu.

Tindak-tandukmu jauh dari lucu maupun lugu.

Aku geli dengan lagak-lagumu,

serasa hanya untukmu mata seluruh dunia tertuju.

Wahai, bocah cilik pencari perhatian.

Sadarkah bahwa kau begitu membosankan

terutama dengan keluhanmu seputar mantan?

Kau pikir akan ada yang merasa kasihan?

Ah, sudahlah.

Kata mereka, kau memang begitu adanya,

berlagak dominan, enggan mengalah

berharap dikagumi, dianggap istimewa.

Mungkin semua akan berbeda

andai kau lebih tahu tata-krama

tidak menghakimi orang lain seenaknya

lebih sering mendengar daripada banyak bicara.

Malam itu, aku ingin tertawa

melihat kau begitu kecewa

saat tiada yang memandangmu bak primadona.

Sepertinya kau memang bukan segalanya.

Kurasa kau akan sakit hati

saat membaca puisi ini.

Jujur, aku terlalu geli untuk peduli.

Mungkin lain kali kau akan lebih tahu diri!

R.

(Jakarta, 27 Februari 2015)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun