Mohon tunggu...
Rubeno Iksan
Rubeno Iksan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah S1 di Universitas Negeri Semarang

Pena lebih tajam daripada pedang

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Dahsyatnya "Greschinov Effect"

23 Januari 2024   19:44 Diperbarui: 23 Januari 2024   19:44 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendemo pro-Palestina sedang berunjuk rasa di depan kantor TNYT. (CNBC Indonesia)

Tulisan ini merupakan sambungan dari artikel sebelumnya yang berjudul Seberapa Efektifkah Julid Fii Sabilillah?.

Perang di Gaza terus memakan korban jiwa, baik laki-laki, perempuan, anak-anak, dan orang tua. Semenjak invasi berskala besar yang dilakukan oleh pejuang Hamas ke 'Israel' yang berlangsung pada tanggal 7 Oktober 2023 lalu, tercatat lebih dari ribuan penduduk Gaza harus kehilangan akses ke dunia luar dan kebutuhan pokok, seperti makanan, sandang, dan papan. 

Banyak negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, tentunya mengecam hal ini. Hal ini menimbulkan kurangnya simpati terhadap negara 'Israel' dari negara-negara sekutunya, seperti Amerika Serikat, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa. 

Masyarakat setempat mulai menunjukkan taringnya dengan melakukan aksi demonstrasi besar-besaran menentang kekejaman tentara 'Israel' di Gaza. Tidak cukup sampai di situ, para netizen di seluruh dunia juga melakukan aksi-aksi serangan siber ke akun-akun media sosial para tentara IDF dan pejabat 'Israel' yang diinisiasi langsung oleh Erlangga Greschinov. 

Gerakan advokasi Palestina melalui serangan siber kepada pejabat 'Israel' dan prajurit IDF yang dinamai 'Julid fii Sabilillah' ini menimbulkan dampak yang sangat signifikan yang disebut dengan 'efek Greschinov', bahkan berdampak kepada mental prajurit IDF dan ketidakpercayaan masyarakat 'Israel' terhadap pemerintahannya sendiri. 

Sebetulnya, apa saja dampak yang ditimbulkan bagi 'Israel' akibat 'efek Greschinov' ini?

Krisis kesehatan mental di lingkungan tentara 'Israel'

Prajurit Divisi Golan IDF menangisi temannya yang gugur. (Tribunnews)
Prajurit Divisi Golan IDF menangisi temannya yang gugur. (Tribunnews)

Efek Greschinov sendiri merujuk pada penurunan semangat perang para prajurit IDF dan kurangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintahannya sendiri, yang dianggap gagal dalam membebaskan sandera yang masih berada dalam genggaman pejuang Hamas. Hal ini disebabkan oleh serangan-serangan masif yang dilakukan oleh para netizen dari berbagai negeri-negeri Muslim yang dimulai sejak awal perang berlangsung.

Dibandingkan dengan sebelum digaungkannya serangan siber serentak yang diberi nama Julid fii Sabilillah ini, jumlah tentara cadangan IDF (reservists) yang melakukan desersi lebih banyak, dengan angka 2.000 orang membelot dari posisinya. Bahkan, ada juga yang sedari awal menolak ikut dalam program wajib militer dan memilih untuk dipenjara selama 5 bulan, daripada harus diterjunkan ke Gaza dan membunuh penduduk sipil dan jurnalis yang tidak berdosa sama sekali. 

Di lingkungan IDF itu sendiri, berbagai gangguan psikologis muncul, namun yang paling banyak ditemui adalah penderita PTSD (gangguan stress pasca-trauma) karena harus berhadapan dengan sebuah kondisi yang tidak bersahabat selama berbulan-bulan. Menurut media 'Israel' itu sendiri, Yedioth Aharonoth, sebanyak 18 persen dari 2 ribu prajurit aktif IDF mengalami gangguan psikologis.

Belum lagi ditambah gangguan psikologis akibat serangan siber yang dilakukan oleh para netizen di seluruh dunia, membuat angka depresi semakin meningkat, sampai-sampai mereka harus menutup akun media sosialnya. 

Turunnya simpati masyarakat dunia terhadap 'Israel'

Pendemo pro-Palestina sedang berunjuk rasa di depan kantor TNYT. (CNBC Indonesia)
Pendemo pro-Palestina sedang berunjuk rasa di depan kantor TNYT. (CNBC Indonesia)

Selama ini, kita tentu mengetahui bahwa negara-negara Barat seperti AS, Inggris, dan negara-negara Uni Eropa adalah pendukung fanatik 'Israel', sampai-sampai mereka rela mendonasikan senjata-senjata mereka ke 'Israel'. 

Joe Biden, sebagai contoh, menegaskan dukungannya terhadap eksistensi negara 'Israel' dalam pidato kenegaraannya, begitupula Rishi Sunak, perdana menteri Inggris yang memiliki keturunan India itu. Kedua negara ini juga memiliki peran dalam menghancurkan rumah-rumah warga di Yaman, yang dianggap sebagai markas pejuang Houthi. 

Namun, dukungan terhadap 'Israel' di kalangan masyarakat yang mendiami negara-negara tersebut, sudah mulai menurun secara bertahap. Dukungan terhadap PM 'Israel' yaitu Benjamin Netanyahu terus menurun, sementara dukungan terhadap Palestina justru melonjak, yaitu sekitar 86%, seperti yang dilansir dari situs berita Reuters. 

'Efek Greschinov' juga disinyalir berperan dalam naiknya dukungan masyarakat dunia kepada Palestina. Melalui berbagai interaksi media sosial yang mencakup masyarakat global, serta banyaknya bukti kejahatan perang 'Israel' mulai dari tanggal 7 Oktober 2023 hingga saat ini yang disebar di seluruh media sosial, hal ini tentunya mengubah opini publik yang sebelumnya mendukung keberadaan negara 'Israel'. 

Dengan perubahan opini publik tersebut, muncul pawai-pawai pro-Palestina di seluruh dunia, terutama di negara-negara sekutu 'Israel'. Hanya segelintir orang yang memiliki pandangan politik kanan jauh (terutama yang anti-Islam) maupun orang-orang Yahudi (walau tidak semua) yang masih tetap mendukung 'Israel'. 

'Israel' terancam terisolasi dalam pergaulan internasional

Dubes 'Israel' di PBB, Gilad Erdan, memamerkan nomor telepon pemimpin pasukan Hamas, Yahya Sinwar. (Reuters)
Dubes 'Israel' di PBB, Gilad Erdan, memamerkan nomor telepon pemimpin pasukan Hamas, Yahya Sinwar. (Reuters)

Bukan 'Israel' namanya jika tidak menutup-nutupi kejahatan perangnya. Dalam sidang PBB misalnya, Palestina dianggap sebagai pihak yang dipersalahkan bagi 'Israel'. Begitupula ketika sesi sidang di Mahkamah Internasional melawan pihak Afrika Selatan yang mengajukan perkara genosida di Gaza, pihak 'Israel' selalu menyebut kata 'Khamas' selama 137 kali. 

Namun, berkat adanya 'Julid fii sabilillah' yang menimbulkan efek Greschinov ini, satu per satu, bukti dugaan genosida oleh tentara zionis 'Israel' satu per satu mulai terkuak. 

Efek Greschinov mengakibatkan hancurnya kredibilitas negara 'Israel' di mata dunia dan terancam terisolasi dari pergaulan internasional, serta dukungan terhadap Palestina semakin menguat. Misalnya, ketika pengesahan resolusi tentang gencatan senjata yang digodok pada Oktober 2023 lalu, sebanyak 121 negara mendukung resolusi tersebut, walaupun diveto oleh Amerika Serikat, yang merupakan salah satu dari 14 negara yang menolak gencatan senjata. 

Dari berbagai fakta-fakta tersebut, efek Greschinov yang berawal dari gerakan Julid fii Sabilillah ini tentunya memiliki efek yang sangat dahsyat, tidak hanya bagi 'Israel', namun seluruh dunia. 

Semenjak bulan November 2023 lalu, ketika gerakan ini mulai dimasifkan, 'Israel' mulai kehilangan taringnya secara perlahan untuk meneruskan peperangan melawan pejuang Palestina. Apalagi, di masa globalisasi, media sosial adalah senjata paling ampuh dalam menyuarakan berbagai isu-isu yang kekinian, termasuk isu kejahatan perang 'Israel' di Gaza. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun