Mohon tunggu...
Rubeno Iksan
Rubeno Iksan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Sejarah S1 di Universitas Negeri Semarang

Pena lebih tajam daripada pedang

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Perlukah Universitas Melarang Keberadaan Dosen yang "Killer"?

20 November 2023   14:25 Diperbarui: 26 November 2023   00:21 1155
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang dosen yang masuk dalam tipe ini biasanya memberikan tugas dengan deadline yang tertera, cenderung disiplin, dan memeriksa tugas dari para mahasiswa dengan teliti melalui aplikasi-aplikasi penunjang, seperti Turnitin. 

Adapun dosen yang killer, baik dosen sepuh maupun muda ada juga yang memiliki kepribadian yang super killer. Dosen ini terkenal dengan disiplinnya yang keras, mulai dari kehadiran (termasuk toleransi keterlambatan), penugasan, hingga pakaian yang digunakan mahasiswa. 

Layaknya seorang komandan di Akpol maupun Akmil, dosen killer biasanya 'galak' dengan mahasiswa dan terkesan 'pelit nilai', padahal seorang mahasiswa yang mengikuti perkuliahan yang diampu oleh dosen tersebut presensinya 100% dan mengerjakan tugas yang diberikan dosen dari awal hingga akhir pertemuan. Kepribadiannya pun terkesan dingin, 11-12 lah sama Thomas Shelby di serial Peaky Blinders.

Namun, perlu diketahui, tidak selamanya dosen killer memiliki dampak negatif ke mahasiswanya. Ada juga sedikit dampak positif yang terkandung, misalnya dalam hal kedisiplinan. 

Dosen menuntut mahasiswanya untuk disiplin sebagai persiapan untuk masuk ke dunia kerja, yang tekanannya lebih keras daripada lingkungan perkuliahan. 

Kesehatan mental dan kerentanan bunuh diri dalam lingkungan perkuliahan

Caroline Angelica bersama teman-temannya. Padahal, menurut temannya, ia jauh dari kata bundir. (Sumber: Jawapos)
Caroline Angelica bersama teman-temannya. Padahal, menurut temannya, ia jauh dari kata bundir. (Sumber: Jawapos)

Kita tentu masih ingat kejadian yang menghebohkan dunia pendidikan beberapa waktu lalu, ketika seorang mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga yang bunuh diri menggunakan gas helium yang dialiri dari tabung menuju bagian kepalanya. Ketika penemuan mayat tersebut, polisi menemukan secarik kertas yang berisi curhatannya semasa hidup. 

Dalam surat yang ditulis oleh Caroline tersebut, ia mengatakan bahwa dirinya adalah manusia yang bodoh, tidak memiliki masa depan yang jelas, dan ia tidak terlalu pintar sebagaimana yang dipikirkan oleh orang tua dan teman-temannya. 

Kemungkinan besar, ia tertekan karena lingkungan perkuliahan yang sangat padat jadwal dan keras. Apalagi, semasa hidupnya, Caroline tidak hanya berkuliah, namun juga bekerja dan membantu adiknya. 

Hal inilah yang menjadi sorotan dalam dunia pendidikan, terutama pendidikan tinggi, seolah-olah perguruan tinggi tidak peduli akan kesehatan mental mahasiswa. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun