Di Russia, tepatnya di Rostov, kawasan itu digemparkan oleh tentara-tentara yang berseliweran dan berjaga dengan menenteng senjata berat. Pasukan pimpinan Evgeniy Prigozhin ini berencana menuju Moskow dalam pernyataannya pada tanggal 23 Juni lalu, namun sehari kemudian, ia urung melaksanakan niatnya. Setelah kegagalan pemberontakan tentara bayaran Wagner melawan Vladimir Putin, Prigozhin kemudian kabur ke Belarus, negara tetangga Russia, setelah perjanjiannya dengan Putin disetujui. Putin juga tidak akan menghukumnya atas tuduhan pengkhianatan (diduga Prigozhin masih dibutuhkan oleh Putin dalam perangnya di Ukraina).
Apa yang terjadi di Rostov ini mengingatkan kepada pemberontakan-pemberontakan dan dominasi militer di masa lalu, mulai dari tentara pengawal Turki di zaman Daulah Abbasiyah, Praetorian Guard di zaman Romawi, Yeniceri di zaman Turki Utsmani, ataupun Kizilbasy di zaman Daulah Syiah Safawiyah. Apa benang merah dari pemberontakan dan dominasi militer tersebut?
Pada zaman dahulu, militer mendominasi pemerintahan adalah hal yang biasa. Apalagi ketika paruh akhir kekuasaan Daulah Abbasiyah, tentara-tentara Turki yang kelak mendirikan Daulah Saljuqiyyah ini mendominasi Abbasiyah pada tahun 840, sampai-sampai sebuah kota bernama Samarra didirikan oleh Khalifah Al-Mu'tashim untuk mengakomodir mereka. Setelah itu, para khalifah tidak lagi memiliki power atas negaranya sendiri, karena kepemimpinan dipegang oleh orang Turki. Hal tersebut mengakibatkan Daulah Abbasiyah perlahan-lahan mulai melemah, hingga pada akhirnya riwayat kekhalifahan ini dihapuskan oleh serangan Hulagu Khan ke Baghdad pada tahun 1258.
Di masa kejayaan Daulah Utsmaniyah, Yeniceri yang dibentuk oleh Sultan Murad I sebagai pasukan pelindung Turki Utsmani yang dibiayai langsung oleh sultan, kemudian menjadi pihak yang menentukan sultan mana yang seharusnya memerintah. Maka tak heran, setelah wafatnya Sultan Sulaiman I, sultan-sultan Utsmani tidak memiliki kemerdekaan dalam bertakhta, karena yang memegang kekuasaan saat itu adalah elit-elit yang berada dalam kesatuan yeniceri.Â
Sultan Osman II dikudeta oleh pasukan yeniceri karena mencoba untuk menghapuskan keberadaan mereka yang korup, cinta dunia, dan takut akan kematian serta diganti dengan tentara-tentara baru. Sultan Salim III juga dijatuhkan oleh yeniceri karena berusaha untuk memperbarui institusi militer Utsmani dengan menggunakan model Prancis sebagai negara patokan untuk memodernisasi militernya. Tentunya, hal tersebut dapat dikatakan sebagai salah satu pemicu dari keruntuhan Kekhalifahan Utsmaniyah, karena peran yeniceri yang sebelumnya hanya sebagai pengawal pribadi Sultan dan pasukan elit, kemudian menjadi alat untuk mengendalikan sultan yang berkuasa.
Hal tersebut terjadi ketika institusi militer memegang kendali penuh atas pemerintahan, sebagaimana yang terjadi pada masa Romawi, Daulah Abbasiyah, Utsmaniyah, maupun negara-negara yang pernah dipimpin oleh junta militer. Bedanya, dalam sistem junta, perwira militer aktif memegang kendali secara langsung atas pemerintahan negara, sementara dalam kasus Utsmani, Abbasiyah, maupun Romawi, militer menjadi orang ketiga dalam pemerintahan yang mendudukkan seseorang sebagai 'boneka' yang diatur semaunya oleh orang ketiga tersebut.Â
Nah, dengan mengacu dengan analogi tersebut, jika Wagner berhasil mengambil alih pemerintahan dari Vladimir Putin, bisa jadi Prigozhin yang akan menentukan siapa pengganti Putin. Pasalnya, Vladimir Putin tentunya tidak mau diatur oleh Prigozhin, mengingat latar belakang Putin yang berasal dari mantan agen KGB yang memiliki wibawa yang cukup tinggi dan terkesan misterius, sehingga mustahil Putin diatur oleh orang ketiga. Dan, pada masa lalu, Prigozhin adalah orang kepercayaan dari Putin. Maka, kemungkinan yang bakalan terjadi adalah pergantian menteri pertahanan yang kini dijabat oleh Sergei Shoigu, yang akan digantikan oleh Prigozhin.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H