ABSTRAK
Perkembangan industri penyamakan kulit di Yogyakarta tentunya berdampak terhadap kualitas lingkungan perairan di sepanjang aliran Sungai Opak. Dikarenakan buangan limbah hasil industri kulit yang mengandung logam krom (Cr) telah memasuki badan air, sedangkan badan air tersebut dimanfaatkan sebagai air irigasi, sehingga kontaminasi logam berat melalui industri menyebabkan terjadinya akumulasi terhadap tanah, tanaman, dan biota. Sehingga penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas sumber air yang ada di Kawasan Industri Piyungan, mengetahui pengaruh aktivitas pembuangan limbah cair industri Piyungan terhadap kualitas lingkungan, dan menentukan kualitas air Sungai Opak dengan menggunakan Bioindikator.Â
Penelitian ini dilakukan di sepanjang aliran sungai Opak dengan 8 titik pengambilan sampel, yang terdiri atas sampel air, sedimen, tanaman, ikan, dan mollusca. Pengukuran kadar Cr dilakukan menggunakan analisis metode AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry). Melalui penelitian ini kemudian di diketahui bahwa akumulasi logam berat di dalam sampel pada titik 2 dan 5 mengalami kenaikan signifikan yang diakibatkan jumlah limbah logam berat yang masuk. sehingga apabila dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan diketahui bahwa kualitas sumber air yang ada di Kawasan Industri Piyungan berada di kelas 3.
Â
PENDAHULUAN
Air merupakan sumber daya alam yang dibutuhkan oleh semua makhluk hidup untuk keberlangsungan hidupnya, dan bagi manusia air digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan seperti pertanian, perikanan, perkebunan, dan pembangkit listrik. Air sungai merupakan tempat strategis bagi makhluk hidup untuk memenuhi kebutuhannya. Sungai Opak bagian hilir yang berlokasi di Kabupaten Bantul merupakan sungai yang berperan penting dalam aktivitas manusia termasuk mata pencaharian bagi masyarakat setempat. Aktivitas masyarakat yang membuang sampah sembarangan menyebabkan terjadinya pencemaran sungai.Â
Di samping itu, keberadaan TPA Piyungan, pembangunan pemukiman, dan industri juga mempengaruhi fungsi sungai dimana limbah cair yang tersisa masuk ke badan air dan secara tidak langsung dapat mencemari sungai sehingga kehidupan perairan ikut terdampak. Oleh karena itu pada artikel kali ini akan dibahas persentase cemaran kromium di Sungai Opak bagian Hilir. Limbah yang dihasilkan dari industri penyamakan kulit sangatlah berbahaya apabila secara langsung dibuang ke lingkungan atau ke perairan dalam keadaan konsentrasinya diatas baku mutu air limbah industri yang dapat ke lingkungan.Â
Dalam limbah penyamakan kulit berupa krom trivalent (Cr3+), namun limbah cairnya akan selalu mengandung krom heksavalen (Cr6+) (Giacinta, 2013). Cr6+ sifatnya lebih toksik dibandingkan dengan Cr3+ karena mudah larut dan memiliki mobilitas yang tinggi. Perairan yang tercemar akan kromium akan menganggu ekosistem.Â
Kandungan kromium pada sampel air, sedimen dan biota pada desa Banyakan, Bantul yang merupakan kawasan industri penyamakan kulit yang membuang limbahnya ke saluran irigasi warga dan mengalir sampai ke sungai Opak dengan rata-rata konsentrasi kromium pada air 8,83 mg/L, rata-rata konsentrasi kromium pada sedimen 89.22 mg/kg dan konsentrasi kromium pada keong 8,3mg/kg, rata-rata konsentrasi kromium pada ikan 0,91 mg/kg. Tingginya konsentrasi kromium pada berbagai aspek lingkungan disebabkan oleh kegiatan pembuangan limbah oleh industri penyamakan kulit secara berkelanjutan yang dapat menyebabkan terjadi penumpukan dan akumulasi serta terdistribusi luas ke lingkungan (Aditriawan, 2016).Â
Di perairan, logam berat akan mengendap pada dasar dan membentuk sedimentasi bersama lumpur, hal ini menyebabkan organisme yang mencari makanan di dasar perairan akan terpapar logam berat. Polutan logam berat yang berada di perairan menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan dan efeknya akan berimbas kepada kehancuran dari satu kelompok dan akan menyebabkan terputusnya mata rantai kehidupan. Selanjutnya, akan menyebabkan tatanan ekosistem perairan rusak. Pada manusia, akumulasi logam krom dalam tubuh akan menimbulkan penyakit seperti kanker paru-paru, gagal ginjal, anemia, alergi kulit, asma dan kanker perut (Eliopoulus, 2012).
PEMBAHASAN
- Lokasi Sampling
- Titik 1- Kontrol (Bendungan Karangploso)
- Titik 2- Inlet (Muara Sungai Banyakan ke Sungai Opak)
- Titik 3- Bendungan Canden
- Titik 4- (Tempuran Sungai Opak-Sungai Oyo)
- Titik 5- Bendungan Jembatan Kretek
- Titik 6- Kepala Muara (Bagian sungai sebelum masuk ke muara)
- Titik7- Leher mara (Bagian tengah muara)
- Titik 8- Mulut muara (bagian muara masuk ke laut)
Grafik cemaran krom
1. Sedimen
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sedimen mengalami kenaikan dan penurunan kandungan kromium pada setiap titik.  Pada titik 2 dan titik 5  mengalami kenaikan yang signifikan   dari titik 1 yaitu 0,669 ke titik 2 yaitu 1,782 dan1,669mg/L  hal ini dapat terjadi karena logam berat kromium memiliki sifat yang mudah mengikat bahan organik dan cenderung mengendap pada dasar air yang selanjutnya akan menyatu dengan sedimen sehingga kandungan logam berat dalam sedimen lebih tinggi (Harahap, 1991). Namun hal ini berbanding terbalik dengan Pada titik 1, 3 , 4, dan  6,  d memiliki kadar pencemaran yang hampir sama yaitu 0,7 mg/L,  0,691 mg/l  0,669 mg/L,  dan 0,675 mg/L hal ini dapat dipengaruhi oleh kandungan logam berat (kromium) yang mengalami tuberlensi (pengadukan) pada sedimen yang dipengaruhi oleh faktor arus.  Dan pada titk 6 dan 8 memiliki kadar pencermaran kromium yang terbilang sedikit yaitu 0,281 mh/L dan 0,22 mg/L hal tersebut dapat terjadi karena menurut penelitian (Wardhana, 2015) di bagian tengah muara mengalami erosi namun tetap mengalami pengendapan sehingga sedimen yang masuk ke muara hampir sama dengan yang keluar namun jumlah yang di bagian tengah justru berbanding lebih besar.
2. Biota
 Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa titik 5 adalah titik dengan kandungan kromium tertinggi yaitu 2,00 mg/L dan titik 1  yaitu 0,2 mg/L merupakan titik dengan kandungan kromium yang terbilang cukup rendah namun pada titik lainnya seperti titi 2, 3, 4, 6, 7 dan 8 memiliki selisih yang tidak jauh berbeda yaitu  0,741 mg/L, 0,644 mg/L, 0,963 mg/L, 0,781 mg/L, 0,787mg/L, dan 0,5 mg/L. Hal ini dapat terjadi karena logam berat yang masuk kedalam badan  air berpindah melakui 3 proses yaitu pengendapan, absorbs dan absorbs oleh organisme perairan. Tinggi rendahnya kandungan logam kromium dipengaruhi oleh jumlah masuknya limbah logam berat ke dalam badan air. Pada saat  pangambilan sampel di titik 5 terlihat air yang sangat keruh sehingga diduga menjadi faktor utama biota dapat menyerap kromium dengan banyak sedangkan pada titik 1 terlihat air yang cukup jernih hal ini memungkinkan air biota tidak tercemar logam berat kromium. Pada titik lainnya seperti 2, 3, 4, 6, 7 dan 8, memiliki tingkat kekeruhan yang hampir sama sehingga memungkinkan kadar logam berat pada biota yang ditemukan  tidak jauh berbeda.
Â
3.Tanaman
Pada grafik kandungan kromium pada tanaman diatas terlihat titk 2 memiliki kandungan tertinggi dibandingkan dengan titik lainnya yaitu 0,837mg/L hal ini dapat dipengaruhi sumber limbah yang masuk ke badan air titik 2 yang berasal dari TPA Piyungan di mana diketahui bahwa air lindi dari TPA Piyungan mengandung banyak logam berat (kromium). berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Whardhana (2008),  a kandungan logam berat  pada air lindi di TPA Piyungan sebesar 0,603 mg/l.Hal ini berpotensi terjadinya pencemaran air tanah oleh logam berat yang berasal dari air lindi yang bergerak meresap kedalam tanah (Kasam, 2011). Oleh karena itu tanaman yang membutuhkan air dan tanah terkontaminasi oleh kandungan logam berat (kromium) dari tanah dan air tersebut. Namun berbeda dengan titik 1,3, 4,5,dan 6 karena selain memiliki tanaman yang sedikit tumbuh di sekitar titik pengamatan juga limbah yang masuk tidak terlalu berat dan masih dapat terabsopsi secara alami sehingga kandungan kromium pada tanaman banyak.
Â
4.Air
Pada grafik kandungan kromiun dalam air terlihat  bahwa titik 2 menjadi titik paling tinggi cemaran logam berat kromium. Sama seperti parameter sebelumnya titik 2  yaitu 0,537 mg/L merupakan titik tertinggi dalam cemaran kromium hal ini disebabkan oleh kandungan limbah yangmasuk kedalam badan air yang cukup tinggi akan logam berat (kromium).Â
Selain itu ada juga faktor kimia seperti pH dapat mempengaruhi kandungan logam berat kromium (Cr) di perairan dimana pH pada titik 2 berada di rasio paling tinggi dibanding titik sebelumnya yaitu 7-8 sehingga pH yang tinggi membentuk senyawa kompleks berupa perubahan kromium (Cr) dari bentuk karbonat menjadi bentuk hidroksida yang sulit terlarut dalam air sehingga dapat berikatan  dengan pertikel air yan g kemudian mengendap didasar perairan (Wulandari, 2012).
Sedangkan pada titik 1, 3, 4, 5, 6,7dan 8  memiliki kadungan kromium (Cr) yang terbilang rendah  hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu menurut Mariati (1998) menjelaskan bahwa siklus pasang surut air menyebabkan kuantitas logam berat ktomium (Cr) pada satuan massa air tertentu akan menurun. Selain itu menurunnya kadar logam berat kromium dipengaruhi oleh faktor kimia seperti temperatur, kedalaman, salinitas dan DO.
KESIMPULAN
Grafik pada pembahasan merupakan visualisasi hasil pengolahan data praktikum tahun 2022-2023 mengunakan metode Atomic Absorbantion Spektrofotometer (AAS) dan jika dibandingkan dengan baku mutu air sungai menurut Peraturan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta No 20 Tahun 2008, Sungai Opak Bagian Hilir diketahui bahwa akumulasi logam berat di dalam sampel pada titik 2 dan 5 mengalami kenaikan signifikan yang diakibatkan jumlah limbah logam berat yang masuk. sehingga apabila dibandingkan dengan baku mutu yang telah ditetapkan diketahui bahwa kualitas sumber air yang ada di Kawasan Industri Piyungan berada di kelas 3.
 PUSTAKA :
Aditriawan, R. d. (2016). Keberadaan logam berat (Hg, Pb dan Cd) pada ikan dan sedimen di Muara Cimanuk, Kabupaten Indramayu. Prosiding Seminar Nasional Ikan IX, Jakarta, 24 Mei 2016.
Eliopoulus, M. A. (2012). Evaluation of the Cr (VI) and other toxic element contamination and their potential sources: The case of the Thiva basin (Greece). Geoscience Frontiers, 3(4): 523-539.
Giacinta, M. S. (2013). Pengolahan Logam Berat Krom (Cr) pada Limbah Cair Industri Penyamakan Kulit dengan Proses Koagulasi dan Presipitasi. Jurnal Teknik Lingkungan , 2(2), 1-8.
Harahap, S. 1991. Tingkat Pencemaran Air Kali Cakung Ditinjau dari Sifat FisikaKimia Khususnya Logam Berat dan Keanekaragaman Jenis Hewan Benthos Makro. IPB. 167 hal.
Kasam, 2011, "Analisis Lingkungan Pada Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah (Studi Kasus: TPA Piyungan Bantul", Jurnal Sains dan Teknologi Lingkungan, Vol. 3, Nomor 1, Januari, hal. 019-030.
Moriarty, F. 1988. Ecotoxicology. The Study of Pollutants in Ecosystems. 2nd ed Academic Press. Inc London, 241 p.
Wardhana, P. N. (2015). Analisis transpor sedimen Sungai Opak dengan menggunakan program HEC-RAS 4.1. 0. Teknisia, 22-31.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H