Saat bertemu kembali beberapa waktu lalu dengan bercanda dia bilang,"You do not know how sorry I was for coming to Jakarta". Saya hanya bisa menyeringai penuh penyesalan.
Bukannya mau membuka aib Jakarta, tapi satu lagi cerita yang membuat saya takut mempromosikan Jakarta.
Beberapa waktu lalu saat mengurus tiket di Interlaken, saya menyodorkan paspor saya ke petugas tiket, seorang perempuan muda yang ramah. Dia bertanya di bagian mana di Indonesia saya tinggal. Dugaan saya, orang ini pernah ke Indonesia.
Saat saya bilang saya tinggal di Jakarta dia langsung menghela nafas dan bilang "Oh Goooddddd". Bukan pertanda bagus. "I got so stressed in Jakarta". Sekali lagi saya shocked.
Dia menyebutkan udara yang panas, transportasi yang susah, kaki lima yang berantakan dan terlihat kumuh, serta orang-orang yang tidak bisa berbahasa Inggris.Â
What can I say? Nothing. That's all true.
Demikianlah. Terlalu banyak penyesalan turis saat datang ke Jakarta. Begitu berat permasalahan yang disandang kota ini yang tidak akan selesai dalam satu malam, 1 tahun, 10 tahun, atau mungkin 50 tahun ke depan.
Tapi pertanda baik sudah mulai ada. Sebentar lagi kita akan memiliki MRT dan LRT setelah direncanakan sekian puluh tahun.
Untuk mencapai jaringan MRT seluas Singapura mungkin masih butuh 30 tahun ke depan. Satu jalur MRT dibangun dalam 5 tahun. Kita bisa perkirakan untuk membangun 5 jaringan atau lebih seperti Singapura akan butuh 25 tahun kalau 1 jaringan dibangun dalam 5 tahun dan jaringan lain harus menunggu. Bagaimanapun ada upaya.Â
Trotoar kota juga mulai diperbaiki dan diperlebar dan sebelum Asian Games diperkirakan selesai.
Memang lubang masih dimana-mana di berbagai trotoar yang tidak diperbaiki. Tapi perubahan tetap ada walaupun bertahap.