Mohon tunggu...
Sulistiyo Kadam
Sulistiyo Kadam Mohon Tunggu... Administrasi - Pemerhati ekonomi, interaksi manusia, dan kebijakan publik

Kumpulan Kata dan Rasa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Gawat Miliaran Rupiah Uang Pemudik Raib Percuma

22 Agustus 2012   04:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   01:28 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran identik dengan mudik. Bagaimanapun ritual ini adalah tradisi bangsa Indonesia yang telah dilakukan turun temurun. Tujuan utamanya adalah untuk bersilaturahmi dengan keluarga. Tak jarang untuk menyenangkan keluarga di kampung halaman, silaturrahmi diselingi dengan bagi-bagi uang lebaran. Dan biasanya di kampung saya dan saya yakin di banyak kampung lainnya uang lebaran dimanfaatkan oleh anak-anak untuk membeli petasan. Sayangnya bukan hanya anak-anak, para pemudikpun seringkali rela membelanjakan jutaan rupiah untuk ikut memeriahkan pesta petasan ini. Di beberapa tempat saya sering menjumpai pemudik yang tak segan-segan mendanai organ tunggal atau campur sari. Bagi pemudik politisi inilah saatnya merebut simpati.

Saya sepakat kalau pesta kembang api dan petasan akan menyemarakkan suasana lebaran meskipun seringkali kebablasan. Jarang dipikirkan bahwa uang untuk membeli petasan dan kembang api atau menyewa organ tunggal dan campur sari itu dapat dimanfaatkan untuk mendanai kegiatan produktif mengingat potensi dana yang dibawa pemudik cukup besar.

Kementrian Perhubungan merilis bahwa jumlah pemudik tahun ini mencapai angka 7 juta. Dengan asumsi setiap pemudik membelanjakan Rp 1 juta untuk berbagi angpau atau konsumsi lain di kampung halaman, maka uang yang mengalir ke desa akan mencapai Rp 7 triliun. Angka ini lebih besar dari belanja pemerintah Provinsi Jawa Tengah tahun 2011 yang tercatat sebesar Rp 6 triliun. Pertanyaannya adalah apakah uang sejumlah itu telah dimanfaatkan dengan baik dan memberi manfaat yang lebih optimal bagi keluarga di kampung halaman ataukah uang sebesar itu hanya habis terbakar untuk petasan dan kembang api? Manfaat dan keeriaan yang dirasakan hanya bertahan beberapa menit saja.

Miris memang, tapi begitulah kenyataannya. Lebaran dan mudik tidak lebih sebagai ajang mentransfer budaya komsumerisme dari kota ke desa. Seandainya saja jutaan rupiah tadi dimanfaatkan untuk kegiatan produktif tentu akan lebih bermanfaat. Mari bandingkan, daripada uang lebaran sebesar Rp 1 juta dibagikan untuk berbelanja petasan tidak lebih baikkah uang itu dimanfaatkan untuk modal berdagang atau membuat kolam ikan. Coba bayangkan bagiamana jika uang Rp 1 juta itu dikelola dengan uang pemudik lainnya dan dimanfaatkan untuk memperbaiki irigasi sawah atau jalan-jalan desa daripada mendatangkan organ tunggal.

Semangat komsumerisme memang lebih mudah untuk ditiru. Lain halnya dengan ide-ide produktif dan kreatif yang sangat sulit untuk dibagi. Jangankan dibagi dengan keluarga di kampung, pemudikpun mungkin tidak pernah berpikir untuk itu. Bagi saya setiap ide adalah berharga meskipun terkesan sederhana.

Seorang pedagang bakso yang sukses di kota seharusnya bisa berbagi pengetahuan bagaimana membuat dan berdagang bakso. Penjual kue lebaran dapat berbagi ilmu tentang resep membuat kue dan teknik menjualnya. Begitu juga kompasianer yang jago menulis. Mereka dapat berbagi pengetahuan dan pengalaman teknik menulis dan membuat buku. Dengan menulis seseorang dapat mengubah hidup banyak orang. Contohnya adalah Laskar Pelangi tulisan Andrea Hirata yang ampuh mempromosikan pariwisata Belitung. Semua berawal dari ide dan mimpi.

Sebagai pekerja, saya tidak memiliki pengalaman berbisnis atau buku yang telah saya tulis. Yang dapat saya bagikan adalah pengetahuan, pengalaman, dan mimpi. Dan satu hal yang saya sebarkan kepada orang-orang terdekat saya adalah internet. Bagi saya inilah gerbang pengetahuan yang luas, inspirasi ide dan mimpi yang tidak terbatas. Kita dapat mengalami berbagai pengalaman yang tidak kita bayangkan sebelumnya hanya dengan klik dan ketik. Internet menjadikan dunia semakin datar. "The world is flat", demikian judul buku yang ditulis Thomas Friedman setelah melakukan perjalanan ke Bangalore, Silicon Valley-nya India.

Dan dalam dunia yang datar ini tidak selamanya pemudik yang membagi ide dan mimpi. Seringkali keluarga di kampung halamanlah yang berbagi. Peluang investasi di desa seringkali lebih menjanjikan daripada hanya mengendapkan dana di deposito. Peluang agrobisnis di kampung halaman dapat menjadi ladang investasi yang menguntungkan.

Dengan dunia yang semakin datar, berbagi ide dan mimpi akan lebih mudah dilakukan. Dan meskipun gratis mimpi adalah sebuah investasi bagi jiwa untuk meraihnya seperti kata Nidji, "Mimpi adalah kunci untuk kita menaklukkan dunia...".

Saat mudik saatnya berbagi ide dan mimpi...

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun