[caption id="attachment_191736" align="aligncenter" width="655" caption="Tepian Rheine di senja hari"][/caption]
Sore itu kami bergegas menyusuri jembatan Rheinkniebrucke menuju geladak tepian Sungai Rheine di kawasan Altstadt (Kota Tua), Dusseldorf, Jerman. Dari atas jembatan terlihat kerumunan orang duduk di geladak sungai, berbaring di rerumputan hijau, bersepeda dan bermain di taman, dan sebagian berkerumun di sekitar tenda putih di dekat gedung kantor Vodafone. Beberapa mobil stasiun TV dengan parabola satelit tampak berjejer di sekitar tenda itu. Awalnya saya berpikir ada konser musik band ternama sampai-sampai banyak stasiun TV yang meliput. Tapi ternyata saya keliru.
[caption id="attachment_191738" align="aligncenter" width="651" caption="Band untuk menarik suara kaum muda"]
Setelah menuruni ujung jembatan kamipun bergegas menuju kerumunan yang terlihat cukup meriah dari atas. Dari dekat tampak sebuah band musik sedang mempertontonkan aksinya di sebuah mobil panggung. Rupanya ini bukan sekadar konser musik. Seorang perempuan dengan nada bicara penuh semangat memberi tahu bahwa hari itu merupakan hari pemungutan suara untuk memilih perwakilan negara bagian North Rhine-Westpalia. Band yang sedang manggung, sengaja ditampilkan untuk menarik dukungan suara. O pantas saja banyak stasiun TV yang meliput. Dan saya rasa strategi ini cukup berhasil. Banyak warga yang berkerumun di sekitar panggung. Tidak hanya pengunjung dewasa, anak-anakpun terlihat antusias menonton penampilan ini.
[caption id="attachment_191745" align="aligncenter" width="584" caption="Anak-anakpun antusias"]
Tak jauh dari tenda, sebuah kios mobil tampak tidak pernah sepi dari pengunjung. Yang dijajakan adalah Altbier, bir kebanggaan warga Dusseldorf yang sepertinya merupakan minuman wajib di sini. Warga yang sedang duduk di bangku-bangku cafe, di beton tepi jalan, ataupun berkerumun di rerumputan, tampak menggenggam minuman ini. Di udara yang dingin ini mungkin bir dapat menghangatkan badan dan menambah semangat. Barangkali.
Tepian Sungai Rheine di Alstadt merupakan kawasan terbuka publik yang sangat nyaman untuk melepas penat. Rerumputan yang hijau begitu menggoda dan mengundang untuk duduk-duduk dan berbaring santai. Banyak warga yang terlihat sekadar tidur berjemur, sebagian sambil membara buku, dan sebagian lain bercengkerama dengan pasangan, keluarga, atau teman-teman. Bahkan sekadar duduk sambil mengamati keramaian pun terasa menyenangkan. Bagaimana tidak? Areanya luas dan bersih. Di depan geladak, aliran Sungai Rhine terlihat bebas sampah. Kapal-kapal tongkang sesekali lewat dengan timbunan peti kemas. Di seberang sungai, kerumunan biri-biri sibuk mencukur rumput di padang hijau yang luas.
[caption id="attachment_191757" align="aligncenter" width="628" caption="Sekadar dudukpun terasa menyenangkan"]
Di salah satu sisi, terdapat area bermain dengan beberapa seni instalasi. Jalanan aspal di sepanjang geladak sangat nyaman untuk dilalui sepeda atau dimanfaatkan untuk jogging. Deretan bar memenuhi salah satu sisi jalan yang lain. Tidak hanya di darat, beberapa kapal yang bersandar di dermaga juga dimanfaatkan sebagai bar atau cafe. Tak salah rasanya kalau kawasan pusat kota tua ini terkenal dengan keberadaan "bar terpanjang di dunia".
[caption id="attachment_191750" align="aligncenter" width="627" caption="Deretan bar memenuhi sebagian sisi jalan"]
Di jalan yang terletak di sisi atas geladak, kerumunan pengunjung tampak memadati bursa buku. Pedagang menggelar buku-buku di kios-kios dan juga di meja-meja sepanjang jalan. Sebagian merupakan buku baru dan sebagian lain buku bekas. Sayang hampir semuanya berbahasa Jerman. Sangat sedikit buku yang dijual berbahasa Inggris. Selain itu, harga yang tertera juga jauh dari ekspektasi. Tadinya saya berharap ada buku-buku berbahasa Inggris terkini diobral dengan harga miring :). Tapi nampaknya saya harus cukup puas menikmati suasana tanpa membawa pulang satu bukupun.
[caption id="attachment_191754" align="aligncenter" width="615" caption="Bursa buku"]
Di kawasan Markplatz, seorang pemusik dengan permainan pianonya tampak berhasil memukau pengunjung. Beberapa diantaranya bersedia memasukkan kepingan logam di kantong yang diletakkan di atas piano. Biar kelasnya pengamen, tapi permainan musiknya sangat memikat. Di sekitarnya, sesekali tampak warga jogging melewati kerumuman pengnjung yang duduk-duduk menghadap sungai.
Di ruang publik yang memadai seperti ini, segala aktivitas terlihat sangat mungkin untuk dilakukan. Mau sekadar jalan kaki, duduk menikmati suasana, bersepeda, jogging, minum kopi atau bir semua terasa menyenangkan. Sepertinya warga dapat melepaskan penat tanpa banyak mengeluarkan biaya. Tak ada lalu lalang kendaraan yang riuh rendah. Kalaupun ada paling hanya satu dua. Itupun melalui jalan terpisah.
[caption id="attachment_191759" align="aligncenter" width="648" caption="Barisan pohon di sepanjang jalan lebar dan nyaman"]
Ingin rasanya berlama-lama di tempat ini tapi hari beranjak gelap. Jam di tangan menunjukkan pukul 21.30 waktu setempat. Udara semakin dingin dan matahari berangsur-angsur tenggelam mewariskan semburat emas di ujung cakrawala. Sungai Rheine dengan latar belakang jembatan dan Rheine Tower melengkapi suasana senja dan memberikan kenangan tersendiri sepanjang sore sampai malam itu. Di area publik di tepi Sungai Rheine ini memang tidak banyak yang fantastis. Hanya hal-hal sederhana yang diperoleh, tapi kesan yang ditinggalkan begitu dalam dan bermakna.
[caption id="attachment_191772" align="aligncenter" width="657" caption="Matahari tenggelam di tepi Rheine"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H