Menit-menit akhir pelajaran Bahasa Indonesia pagi itu adalah menit-menit menakutkan buat sang bocah karena setelah ini, pelajaran yang paling dibencinya akan dimulai.. Pagi itu. Bu Flora kelihatan lebih menyeramkan. Wanita setengah tua berwajah judes dengan alis mata yang hampir menyatu itu semenit kemudian sudah berdiri di depan pintu kelas.
“Anak-anak, Ibu harap hari ini kalian sudah lebih paham dengan pelajaran not balok kemaren” Ia melangkah ke tengah. Matanya menyapu seluruh ruangan.
Anak-anak terdiam, apalagi Sandi. Dia seperti kehilangan degup jantungnya.
“Untuk kesekian kali Ibu akan coba daya ingat kalian satu persatu”
Bu Flora beranjak menuju papan tulis dengan rol besar di tangannya. Dengan cekatan ia mulai menulis sekumpulan not balok. Satu-persatu murid-murid dipanggil untuk menjajal kemampuan. Banyak yang berhasil dan kini giliran Sandi
Lutut Sandi seakan bergetar saat namanya disebut.
Bocah kecil ini hanya bisa berdiri mematung di depan. Matanya kosong. Otaknya buntu. Ia sungguh tidak bisa mengartikan not balok toge itu.
Ketika Bu Flora mendekat, keringatnya makin bercucuran. Ia yakin sebentar lagi rol kayu besar akan menghajar pantatnya
“Sekali lagi kamu tidak tahu ! Kenapa dengan kamu, Sand?” Bu Flora, wanita pemarah itu menghardik. “Kenapa tidak seperti teman-temanmu yang lain, mereka bisa!”
“Saya bosan dengan kamu. Plak…plak…plak !”Tiga kali penggaris bu Flora mendarat
Sandi membisu. Kepalanya tertunduk dalam. Sakit di pantanya tak sebanding dengan rasa malu.