Mohon tunggu...
Mahbub Amir
Mahbub Amir Mohon Tunggu... -

konservatif

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Pembunuh Berwajah Kekanakan (1)

25 Mei 2012   09:45 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:48 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku berbalik dan berjalan pelan namun tetap penuh kewaspadaan. Kukira Aida mungkin sudah menyerah mengejarku. Aku adalah salah satu pemain inti di tim sepakbola sekolah. Walau aku tak memiliki stamina yang kuat, tubuhku yang kecil membantuku memiliki kecepatan lari jarak pendek yang tak boleh dipandang sebelah mata. Karena kecepatanku ini jugalah, pelatih kami ketika SMP menempatkanku pada posisi sebagai pemain sayap. Di posisi itu aku memiliki kesempatan besar memperlihatkan kemampuanku dalam adu sprint dengan pemain lawan.

Aku merasa Aida sudah betul-betul menyerah dengan kecepatan yang kumiliki. Mungkin sekarang ia sedang memikirkan untuk bernegosiasi dengan Puri mendiskusikan lagu apa yang sebaiknya ia nyanyikan. Atau mungkin nanti akulah sebagai lawan Aida yang akan diberi kewenangan menentukan lagu yang akan dinyanyikan Aida. Aku tersenyum senang. Langkahku terasa lebih ringan.

Saat itulah tiba-tiba dari dalam kelas yang kosong meluncur sesosok mahluk. Berkelebat. Menjerit histeris menepuk pundakku.

"Ha...!"

Aku terlonjak kaget dan terjengkang jatuh terduduk di lantai. Jantungku berdentang cepat berkejar-kejaran susul menyusul. Ada setan! Kelas ini ternyata memiliki "penghuni". Sejak pertama aku melihat kelas ini aku seharusnya tau. Bulu kuduk tak mungkin menipu. Tawanya melengking menakutkan. Aku bahkan tak berani menolehkan kepala untuk melihat sosoknya. Aku merangkak menjauh. Tubuhku bergeletar menyingkirkan keberanian hingga yang tertinggal hanya perasaan takut. Mulutku komat-kamit membaca surat-surat pendek yang kuhafal. Kulya-Kulhu Kulya-Kulhu Ayat Kursi berusaha mengusir setan tadi. Aku berharap saat itu aku pingsan saja, hilang kesadaran. Agar tak perlu aku melihat wajah mengerikan sosok yang saat ini sedang berdiri di belakangku. Sosok yang sedang bersiap membawaku menemaninya ke alam kubur.

Beberapa detik kemudian kusadari seisi sekolah mulai memperhatikan tingkahku. Menunjuk-nunjuk kepadaku dan tertawa. Gadis-gadis yang tadi menyemangati Aida tertawa cekikikan menutup mulutnya dengan tangan sembari berkumpul dan berbisik satu sama lain melirik ke arahku. Siswa laki-laki tertawa terbahak menunjuk ke arahku. Bahkan ada yang sampai memegang-megang perutnya tak kuasa menahan tawa yang terus berderai.

"Ha ha ha"

Tawa setan yang berdiri di belakangku semakin menggelegar. Lalu aku menyadari sesuatu. Tawa setan itu seolah tak asing. Kukumpulkan keberanian yang tadi telah tercerai berai, perlahan aku memutar kepala dan melihat kebelakang. Lalu disanalah kulihat ia berdiri, dengan tawanya yang persis sama. Aida, dengan tatapan penuh kemenangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun