Mohon tunggu...
Kim Amaya
Kim Amaya Mohon Tunggu... -

Mahasiswi paruh waktu, pemimpi & penikmat hidup penuh waktu, pembelajar sepanjang waktu

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Intangible #1

19 Juli 2013   19:47 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:19 102
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dan tiba-tiba sebuah suara--yang lebih terdengar seperti raungan--menggaung di gang sempit itu. Pertanda bahwa siapa pun yang berada di sana tidak akan pergi tanpa menghadapi pertarungan terlebih dahulu.

“YA! IGE MWOYA???!!!”[5] teriak si gadis, ketakutan. Gadis itu bergidik melihat sepuluh pria bernaluri pembunuh menyerang satu pria bertangan kosong yang mungkin sebentar lagi akan kewalahan menghadapi serangan. Ia yakin, Lee Joon akan segera tumbang dan ia tak tahu bagaimana nasibnya sendiri puluhan menit berikutnya. Jika ia selamat, ia akan membawa pulang peristiwa ini, terekam dalam memorinya dan menjadi trauma yang akan membayanginya dalam mimpi-mimpi buruk seumur hidupnya. Tapi jika tidak, dia tak bisa membayangkan apapun. Tepatnya, tak ingin. Ia ingin menangis namun tak bisa. Ia tak pernah secengeng itu.

Tapi Lee Joon cukup tangguh untuk situasi semacam itu. Pukulan dari segala arah, senjata tumpul lawan hingga tendangan-tendangan yang berniat mematahkan kakinya.

“Chun Doong ah! Bawa gadis itu pergi dari sini,” perintah Lee Joon. Chun Doong menurut. Namun dua anggota geng bersenjata itu menghadangnya. Chul Yong membantu. Dan pertarungan tak berimbang itu semakin sengit. Chun Doong menghindari pukulan demi pukulan dengan gesit. Ia memukul pada waktu yang tepat dan berhasil menumbangkan empat pria kekar. Chul Yong semakin bersemangat menyelesaikan pertarungan. Dalam lima belas menit, pertarungan berakhir dengan kemenangan Lee Joon dan kedua adik asuhnya. Sepuluh pria pamer itu meringis kesakitan dengan wajah lebam dan bercak darah di beberapa luka, termakan senjata sendiri. Lee Joon menatap benci. Si pria gempal masih berusaha bangkit dan melawan. Namun semua terkejut dengan bunyi sirine polisi. Sepuluh pria itu terbirit di telan malam. Lee Joon tertegun sesaat, memperhatikan sesuatu di tangan si gadis yang berdiri tak begitu jauh darinya. “Itu sirinemu?”

Si gadis mengangguk sambil memaksakan tersenyum. Ia masih tegang dan takut, tapi juga sedikit lega. “Aku tak tahu, mereka takut polisi.” jawabnya.

“Harusnya kau keluarkan itu dari tadi.” Lee Joon meraba tulang pipinya yang membiru karena pukulan.

“Anda baik-baik saja?” si gadis khawatir.

“Pikirkan saja diri anda, Nona. Aku tak pernah mendengar ada seorang gadis yang berani melewati daerah ini sebelum anda.”

“Aku...”

“Ayo pergi!” ajak Lee Joon pada kedua temannya, sebelum gadis itu menyelesaikan kalimatnya.

Jogiyo![6] panggil gadis itu. Lee Joon menoleh.

“Terima kasih. Aku berutang budi.”

“Anda baru saja membayarnya, Nona.” Gadis itu melirik sirinenya.

“Itu ,” seru si gadis lagi saat Lee Joon hendak melangkah pergi.

“Mobilku mogok di depan gang, orang kepercayaan ayahku baru akan datang mengambilnya besok pagi. Aku tak mengenal daerah ini sama sekali. Dan sepertinya tak ada taksi atau kendaraan umum apapun di sini. Jalan besarnya… aku ingin tahu di mana jalan besarnya.”

Joon menoleh sekakli lagi. Kali ini dengan sedikit rasa kesal yang tak bisa ia sembunyikan. Itu terdengar jelas dari nada suaranya. “Seratus meter ke depan adalah ujung gang. Anda tahu apa yang harus anda lakukan di jalan besar di ujung gang itu.” Gadis itu mengangguk ragu.

Jogiyo!

Lee Joon menoleh untuk ke sekian kalinya. Ia menatap gadis itu lekat-lekat. Si gadis terlihat gugup.

“Jujur, aku masih trauma dengan kejadian ini. Aku khawatir jika orang itu...”

"Ya![7] panggil Joon. Kalian berdua antarkan Nona ini sampai ke jalan besar. Pastikan sampai taksinya menghilang dari pandangan kalian. Setelah itu, pulanglah dan jangan pernah tinggalkan rumah sampai matahari terbit.” Chul Yong dan Chun Doong mengangguk. Lee Joon berbalik dan hendak pergi namun lagi-lagi tak jadi.

“Aku Kim Gyeoul. Terima kasih karena sudah menolongku."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun