Setiap manusia pasti menghendaki kebahagiaan dalam hidupnya. Baik kebahagiaan lahir, maupun batin. Kebahagiaan adalah impian hampir setiap umat manusia , yang ukurannya terkadang sangat subyektif. Terkadang kebahagiaan dimata seseorang belum tentu kebahagiaan bagi orang lain.
Terkadang, orang menganggap bahwa orang yang kaya, cantik atau tampan, berkarier sukses adalah orang yang bahagia. Kondisi seperti itu sering diiri dan diinginkan oleh orang lain.  Namun ternyata, ukuran tersebut belum tentu berimplikasi terhadap kebahagiaan hati pemiliknya. Orang yang terlihat kaya, cantik atau ganteng, serta sukses secara kasat mata, ternyata belum tentu bahagia ada dalam hatinya.
Sejatinya, kebahagiaan itu bukan diukur dari apa yang terlihat secara kasat mata. Namun kebahagiaan itu ada di dalam hati, yang sering tidak bisa diukur dan dilihat secara kasat mata.Â
Diantara kunci kebahagiaan adalah senantiasa bersyukur, berterima kasih terhadap Sang Pencipta terhadap apa yang dimiliki dan ada pada dirinya. Menerima apapun kondisi diri serta apa yang dimilikinya. Fokus dengan diri serta apa yang dimiliki dan tidak mengukurnya dengan orang lain.Â
Bersyukur itu terlihat mudah untuk dilakukan namun ternyata sangat sulit untuk diamalkan. Kita manusia lebih sering mengukur keadaan kita dengan orang lain. Kita lebih sering melihat kebahagiaan orang lain. Sering kali kita tidak senang dan benci terhadap kebahagiaan yang didapatkan orang lain.
Apalagi di era digital ini, dimana semua informasi apapun dan siapapun ada dalam genggaman tangan. Saat dengan mudahnya orang bisa melihat apa yang terjadi dengan orang lain melalui medsos. Di medsos, para penggunanya berlomba- lomba untuk memamerkan apapun yang dmiliki serta keadaannya kepada orang lain.
Postingan para pengguna medsos yang seringkali memamerkan kemewahan dan perolehan yang dimiliki semakin menumbuh suburkan rasa iri hati pada orang lain yang melihatnya. Jika tidak ada kontrol hati, maka akan membuat penggunanya setiap hari diliputi perasaan iri dan dengki, bahkan bisa jadi merambah pada perasaan hasad. Hasad merupakan penyakit hati, berupa perasaan tidak senang dengan apa yang diperoleh oleh orang lain disertai dengan keinginan untuk menghancurkannya.Â
Dalam hadist Nabi Muhammad SAW, hasad merupakan penyakit hati yang sangat berbahaya. Hasad diibaratkan seperti api yang memakan kayu bakar. Hasad yang bercokol di ahti seseorang akan memakan kebaikan yang sudah dilakukan oleh orang tersebut seperti api yang memakan kayu bakar. Nah, berbahaya sekali bukan?
Nah karena itu, hasad harus benar- benar dibasmi dari diri kita. Disamping karena bahayanya juga agar kita bisa bahagia. Selama ada hasad dihati kita, maka selamanya kita tidak akan pernah merasakan kebahagiaan.Â
Hasad itu ibarat sel- sel kanker yang tumbuh dalam diri kita. Maka untuk mematikannya, kita perlu membuat imunitas kita menjadi kuat, sehingga akan membentengi tubuh kita dari perkembangbiakannya. Untuk menghambat pertumbuhan sel- sel penyakit hasad, kita harus menumbuhkan rasa syukur pada diri kita. Mensyukuri apa yang kita miliki, apa yang ada pada diri kita dan tidak usah menoleh pada apa yang dimiliki oleh orang lain. Fokus pada diri, fokus pada apa yang ada pada kita. Berupaya untuk mencari hal- hal positif pada diri kita, sekecil apapun untuk kita kembangkan.Â
Tumbuhan, sekecil apapun apabila dirawat, rajin disiram dan dipupuk, maka akan tumbuh dengan subur dan lama kelamaan akan tumbuh dan berkembang.
Jadi, intinya kita harus menerima dengan penuh rasa syukur dan bangga dengan apa yang ada pada kita, serta apa yang kita miliki. Fokus dengan diri, dan yang terakhir senantiasa berupaya untuk selalu lebih baik dari sebelumnya. Dengan berupaya untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya, maka akan menjadikan kita untuk selalu berhati- hati dalam bersikap, serta menjadi fokus terhadap diri. Dengan demikian, Lambar lain kita akan mencapai apa yang kita harapkan. So, kebahagiaan itu akan ada di depan mata.Â
Jadi, mudah kan untuk menggapai kebahagiaan? Ingat, tempatnya bukan di pandangan mata, namun ada didalam hati. gimana, akur kan?