ANBK tahun 2021 jenjang SMP dan SMA sederajat telah usai digelar. Untuk jenjang SD/MI sedang dalam tahap simulasi. Bermacam reaksi atas pelaksanaan ANBK kemarin, baik dari sisi teknik maupun soal AKM literasi dan Numerasi. Artikel kali ini akan lebih fokus membahas pada reaksi terhadap soal AKM literasi dan numerasi.Â
Beberapa kesan dari guru yang bertugas sebagai pengawas dan proktor maupun dari sisi siswa terhadap soal AKM yang mereka hadapi. Ketika penulis menanyakan kepada guru, mereka mengatakan bahwa sebagian besar siswa kaget dan bingung dalam menjawab soal AKM, baik literasi maupun numerasi. Bahkan ada guru yang mengatakan bahwa beberapa siswanya terlihat frustasi saat mengerjakan soal. Dari sisi siswa, mereka mengaku sempat Pusing saat membaca soal dan beberapa siswa mengaku tidak membaca stimulus sampai tuntas dan menjawabnya seadanya.Â
Kesan dan permasalahan yang dihadapi siswa dalam pelaksanaan AKM tahun 2021 ini menjadi sebuah Tantangan bagi guru, kepala dan juga pengawas. Tantangan itu harus ditaklukkan oleh para praktisi pendidikan tersebut agar siswa lebih siap dalam menghadapi pelaksanaan AKM tahun depan. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab permasalahan tersebut terjadi. Hal tersebut antara lain:
1. Budaya Literasi Siswa masih LemahÂ
Ada yang menggelitik dengan kesan siswa saat pelaksanaan AKM kemarin, terutama AKM literasi. Beberapa siswa mengaku mereka Pusing saat membaca soal literasi dengan stimulus berbagai teks yang panjang. Belum lagi saat menjawabnya. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa budaya Literasi baca tulis siswa masih lemah. Siswa tidak terbiasa membaca informasi- informasi dalam teks tersebut. Padahal budaya Literasi sudah diinstruksikan pemerintah melalui permendikbudnya. Pada permendikbud nomor 23 tahun 2015 tentang penumbuhan Budi pekerti, ada point2 anjuran kembiasakan membaca buku non teks di awal pelajaran. Pun gerakan literasi sekolah (GLS), dengan tahapan pembiasaan, pengembangan dan Pembelajaran sudah didengungkan sejak tahun 2017. Namun kenyataannya, masih banyak sekolah yang belum melaksanakan. Ada yang sudah melaksanakan namun keberlanjutannya melemah. Ada sekolah yang sudah menyiapkan sarana, bahkan sudut baca sudah ada namun implementasinnya masih lemah.Â
Hal ini merupakan sebuah PR bagi pemerintah, bagaimana supaya GLS menjadi sebuah program yang berkelanjutan serta merata pada semua sekolah. Ada pengontrolan yang tersistem juga agar program bisa terlaksana secara efektif.Â
Program GLS ini tentu saja bukan hanya tanggung jawab kepala sekolah, namun seluruh stakeholder di sekolah. Guru juga memegang peranan penting dalam pengimplementasiannya. Terutama pada tahap literasi pembelajaran. Karena AKM literasi merupakan sebuah asesmen yang menjadi bagian dari pembelajaran. AKM literasi akan berhasil dan efektif apabila proses pembelajarannya juga terintegrasi literasi sebagai sebuah upaya pembiasaan dan pembentukan karakter berpikir kritis serta pemecahan masalah.
2. Siswa belum Terbiasa dengan Soal Berbagai Bentuk dan Ketrampilan Berpikir Tingkat Tinggi
Tidak bisa dipungkiri bahwa siswa kita masih belum terbiasa dengan soal yang HOTS apalagi disertai dengan Stimulus soal yang panjang. Selama ini sebagian besar siswa kita terbiasa dengan soal pendek, tanpa stimulus dan mencakup Ketrampilan Berpikir tingkat rendah. Bentuk soalnya pun selama ini monoton, pilihan Ganda sederhana, jawaban singkat atau uraian. Sedangkan pada soal AKM, siswa dihadapkan pada soal dengan Stimulus yang panjang, menuntut siswa Berpikir tingkat tinggi dengan bentuk yang Beragam. Soal dengan pilihan Ganda kompleks dengan banyak alternatif jawaban menuntut siswa cermat dan Berpikir kritis.Â
3. Siswa belum terbiasa dengan NumerasiÂ
Numerasi merupakan literasi dasar yang harus bisa dikuasai oleh siswa abad 21 ini diantara 6 literasi dasar lainnnya (baca tulis, numerasi, digital, sains, budaya dan kewarganegaraan serta finansial). Namun numerasi bukanlah matematika. Numerasi merupakan pemberdayaan konsep dan Ketrampilan matematika dalam pemecahan masalah yang ditemui siswa dalam kehidupan sehari- hari. Konsep dan Ketrampilan matematika sudah lumrah dikuasai siswa, namun bukan berarti siswa kita sudah numerat. Terbukti dalam penyelesaian soal AKM numerasi kemarin, siswa mengaku mengalami banyak kesulitan dalam menetapkan tols matematika untuk penyelesaiannya. Ini juga merupakan sebuah Tantangan bagi guru, kepala sekolah dan pengawas untuk lebih memaksimalkan persiapan AKM tahun berikutnya.Â
Dari beberapa hal tersebut, ada sebuah kebutuhan yang mendesak dan mutlak dilaksanakan oleh para praktisi pendidikan di lapangan, antara lain:
1. Melakukan Pembelajaran Literasi dan NumerasiÂ
AKM merupakan sebuah penilaian. Penilaian adalah proses pengukuran kemampuan siswa untuk mengetahui hasil pembelajaran. Penilaian dalam AKM tidak lepas dari proses pembelajaran. Jika penilaiannya literasi dan Numerasi maka dalam pembelajaran juga harus melibatkan inspirasi literasi dan Numerasi. Strategi pembelajaran literasi dengan berbagai teks multimodal dan menggunakan pengatur grafis yang Beragam hendak ya dilakukan oleh guru di kelas sejak sekarang. Begitu pula pembelajaran numerasi dengan Beragam konteks.Â
Namun permasalahannya banyak guru kita yang belum memahami bagaimana implementasi pembelajaran literasi baik pada mapel bahasa Indonesia maupun non bahasa indonesia. Juga guru belum memahami bagaimana cara mengimplementasikan pembelajaran Numerasi, baik pada mata pelajaran Matematika, maupun strategi accross the curriculum pada mata pelajaran mon matematika. Meskipun sebenarnya sudah ada modul dan panduan dari pemerintah, namun guru belum terbiasa mengembangkan diri dengan mempelajari ya secara mandiri. Sedangkan pelatihan masih terbatas. Ini merupakan PR besar bagi pemerintah, dinas pendidikan, kemenag, kepala sekolah dan pengawas. Perlu upaya bersama untuk mensosialisasikan pembelajaran literasi numerasi dan membumikannya pada guru.
2. Guru Harus Mengadaptasi Soal AKM dalam Melaksanakan Penilaian pada Mata PelajarannyaÂ
AKM literasi dan Numerasi memang tidak berbasis mata pelajaran, namun berbasis Ketrampilan literasi dan Numerasi. Namun konteks dari literasi dan Numerasi itu ada pada semua mata pelajaran. Semua mata pelajaran memberikan konstribusi terhadap sukses AKM. Guru mata pelajaran harus melakukan adaptasi soal AKM didalamx melaksanakan penilaian keseharian di kelasnya, baik bentuk soal, konten teks, process cognitif, konteks pada literasi, maupun domainnya pada numerasi.Â
Jika guru membiasakan dengan penilaian yang standar penulisan soal AKM, maka siswa akan terbiasa dengan soal tersebut. Bahkan juga terbiasa dengan proses berpikir di dalam mengerjakannya. Konteks ya tentu saja menyesuaikan dengan konteks mata pelajaran masing- masing. Tidak hanya itu namun. Pengadaptasian soal AKM pada semua mata pelajaran akan memicu pembentukan karakter ingintahu, berpikir kritis dan pemecahan masalah.
Namun permasalahannya tidak semua guru, bahkan sebagian besar guru kita belum memahami bagaimana penulisan soal AKM literasi dan numerasi meskipun sudah ada panduan yang diterbitkan oleh pemerintah. Lagi- lagi kita dihadapkan pada fenomena keterpurukan pada zona aman dan nyaman pada guru- guru kita. Guru kita belum terbiasa dengan cara belajar mencari tahu. Karena itu lagi- lagi ini juga menjadi PR bersama, pemerintah dan para praktisi pendidikan (kepala sekolah dan pengawas). Perlu upaya bersama bagaimana memahamkan guru tentang penulisan AKM literasi numerasi untuk diadaptasikan pada masing- masing mata pelajaran serta bagaimana memantau pelaksanaannya di mata pelajaran.
Penulis yakin, jika hal ini sudah dilaksanakan, maka AKM tahun depan akan lebih baik. Dan akan memunculkan penguatan- penguatan karakter dalam proses pembelajaran dan penilaian, sehingga generasi kita akan tumbuh menjadi generasi yang literat dan numerat, sebagaiman tuntutan di abad 21.ini.
Salam perjuangan untuk pendidikan...!!
(Coretan diatas bus menuju Klaten)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H