Mohon tunggu...
ROCHADI TAWAF
ROCHADI TAWAF Mohon Tunggu... Dosen -

Dosen Fapet Unpad

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kemelut Daging Sapi

14 Juni 2016   14:26 Diperbarui: 16 Juni 2016   19:22 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Dampak yang dirasakan terhadap tidak adanya siskeswanas adalah tidak adanya perhatian pemerintah terhadap tuntutan kebutuhan masyarakat dan perdagangan global. Misalnya, (1) kurangnya tenaga ahli kedokteran hewan dan tenaga medis veteriner yang diperlukan guna mengisi semua lini yang diperlukan dalam era persaingan produk peternakan saat ini. (2) kurangnya laboratorium dan Poskeswan untuk perlindungan berbagai penyakit hewan menular utama (PHMU), (3) belum adanya dana tanggap darurat apabila terjadi outbreak jenis penyakit tertentu, (4) belum adanya kelembagaan khusus di tingkat nasional yang mampu menangani masalah ini secara nasional, (5) keluarnya PP No. 4/2016 tentang Pemasukan Ternak dan/atau Produk Hewan Dalam Hal Tertentu yang Berasal dari Negara atau Zona Dalam Suatu Negara Asal Pemasukan, yang baru ditandatangi oleh Presiden Jokowi. Dimana payung hukum PP ini bergantung kepada UU No. 41/2014 pasal 36, namun materinya memiliki kelemahan yang mendasar, yaitu tidak ditunjang oleh siskeswanas. Fakta hukum ini menunjukan bahwa PP No. 4/2016 disinyalir tidak akan mungkin dioperasionalkan sesuai dengan prasyarat kebijakan OIE.  

Sesungguhnya siskeswanas dituntut keberadaannya oleh situasi dan kondisi permintaan perdagangan global. Pada kasus ini pemerintah Jokowi luput memperhatikan amanat UU No. 18/2009 tentang PKH Bab VII, sehingga beberapa kebijakan operasional turunannya  menabrak kiri kanan dan sepertinya ada ‘pemaksaan kehendak’. Dikhawatirkan jika tidak dilengkapi aturan kebijakan tentang hal ini, tentu yang akan menjadi korban adalah peternak rakyat dan perekonomian di perdesaan.

Sesungguhnya, akibat kelemahan di bidang ini,  telah menjadi titik krusial biang karut marutnya pertahanan kesehatan masyarakat veteriner yang dengan sangat mudah diintervensi oleh pihak-pihak yang tidak menghendaki negara ini kuat dan mampu bersaing di pasar global dalam subsektor peternakan.

Kiranya tuntutan masyarakat veteriner dalam menggugat UU No. 18/2009 dan UU No. 41/2014 tentang PKH di Mahkamah Konstitusi saat ini merupakan bagian dari partisipasi masyarakat dalam mengisi kebutuhan dan tuntutan perkembangan dunia saat ini. Misalnya kebijakan importasi daging yang sesuai dengan kebijakan OIE.  Jika saja pemerintah mampu membangun sistem kesehatan hewan nasional maka akan tercipta otoritas veteriner yang tangguh, tentunya akan mampu mendukung pembangunan peternakan nasional yang berdaya saing..... (Harian Pikiran Rakyat, tanggal 17 Mei 2016)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun