Bagi masyarakat umum yang belum pernah merasakan ketergantungan terhadap zat haram narkoba mungkin berkata para pecandu bisa lepas dari ketergantungan napza/narkoba cukup dengan nasihat. Namun sejatinya proses melepaskan diri dari narkoba tidaklah mudah.
Proses bagaimana seseorang menjadi pecandu narkoba dimulai dari coba-coba dalam lingkungan pergaulan. Kemudian dikomsumsi untuk bersenang-senang (rekreasional), berlanjut pemakaian reguler, di mana dosis yang digunakan semakin besar untuk mencapai kondisi yang diinginkan.
Hal tersebut berujung ketergantungan, di mana dirinya berada pada titik tidak mampu melewatkan satu hari pun tanpa narkoba dan tanpa merasakan gejala putus zat (sakau).
Setiap pengguna narkoba pada kondisi seperti di atas akan sangat membutuhkan proses rehabilitasi untuk melepaskan diri dari ketergantungan terhadap narkoba (popular di masyarakat umum) atau napza (popular dikalangan medis).Â
Faktor terpenting bagi pecandu narkoba agar cepat pulih dari kecanduannya adalah melakukannya secepat mungkin untuk direhabilitasi narkoba.
Mendapatkan rehabilitasi bagi para pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkoba di Indonesia merujuk pada Peraturan Bersama tentang Penanganan Pecandu Narkotika dan Korban Penyalahgunaan Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi yang diterbitkan pada tahun 2014.Â
Bantuan rehabilitasi juga merujuk pada Undang-Undang No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika dan Peraturan Pemerintah No. 25 tahun 2011.
Para pecandu narkoba saat masuk pertama kali rehabilitasi biasanya akan menyangkal kondisinya butuh bantuan dan sulit diminta untuk melakukan rehabilitasi. Untuk itu dibutuhkan intervensi dari keluarga atau kerabat untuk mendorong pengguna narkoba untuk mau menjalani rehabilitasi.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2415/Menkes/PER/XII/2011 Tentang Rehabiliasi Medis Pecandu, Penyalahguna dan Korban Penyalahguna Narkotika pada Bab III pasal 9 berbunyi ayat (1) proses rehabilitasi medis meliputi asesmen, penyusunan rencana rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap, dan program pasca rehabilitasi.
Sedangkan pada Bab III Pasal 10 ayat (1) berbunyi rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat jalan dan/atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah disusun dengan mempertimbangkan hasil asesmen.
Pelaksanaan rawat jalan sebagaimana dimaksud, meliputi: intervensi medis antara lain melalui program detoksifikasi (menyembuhkan gejala sakau/putus zat), terapi simtomatik, dan/atau terapi rumatan medis, serta terapi penyakit komplikasi sesuai indikasi; dan intervensi psikososial antara lain melalui konseling adiksi narkotika, wawancara motivasional, terapi perilaku dan kognitif (Cognitive Behavior Therapy), dan pencegahan kambuh.