Di Indonesia, fenomena kepemilikan iPhone telah menjadi simbol kekayaan dan status sosial yang mengherankan. Meskipun bukan satu-satunya smartphone premium di pasaran, iPhone memiliki tempat tersendiri di hati masyarakat. Banyak yang menganggap kepemilikan iPhone sebagai penanda kesuksesan seseorang, mencerminkan citra sosial yang tinggi.
Salah satu faktor utama yang berkontribusi pada fenomena ini adalah harga iPhone yang sangat tinggi di Indonesia. Dengan pajak impor dan biaya distribusi yang signifikan, harga iPhone dapat mencapai 3-4 kali lipat dari UMR Jakarta.
Dalam konteks ini, pendapatan rata-rata masyarakat Indonesia menurut Bank Dunia sekitar 59 juta rupiah per tahun (2020). Namun, dengan harga iPhone terbaru yang berkisar antara 15-20 juta rupiah, jelas terlihat bahwa hanya sebagian kecil masyarakat yang mampu mengakses barang elektronik 'premium' ini.
Kesenjangan ekonomi yang cukup tinggi di Indonesia juga berperan dalam hal ini, data dari BPS menunjukkan koefisien Gini Indonesia per September 2020 adalah 0,385, menandakan adanya kelompok masyarakat dengan pendapatan jauh di atas rata-rata yang menjadi target pasar utama Apple.
Di lingkungan sosial, iPhone masih tergolong ‘barang langka’. Meskipun populer di kalangan tertentu, penggunaannya dalam keseharian kebanyakan orang Indonesia masih jarang. Hal ini menyebabkan pemilik iPhone sering menjadi pusat perhatian dalam berbagai acara sosial.
Menariknya, penetrasi smartphone premium (di atas 6,1 juta rupiah) di Indonesia tergolong rendah, kurang dari 10% dari total pasar. Ini semakin memperkuat posisi iPhone sebagai simbol eksklusivitas dan kemapanan ekonomi.
Fenomena ini mencerminkan realitas ekonomi di Indonesia, di mana smartphone bukan sekadar gadget, tetapi telah bertransformasi menjadi penanda status sosial yang kuat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H