Mohon tunggu...
Rizky Nur Effendi
Rizky Nur Effendi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar/Mahasiswa

Hanya orang-orang sekitar saya yang mengerti tentang saya

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menjadi Hidup yang Sejati

24 November 2022   08:19 Diperbarui: 24 November 2022   10:28 183
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul: Seni Hidup Bahagia
Penulis: Seneca
Penerbit: Circa
Penyunting: Cep Subhan KM
Tahun terbit: 2020
Tebal buku: x + 108 halaman
ISBN: 978--623--7624--04--2
Harga buku: 50.000
Ukuran            : 13 x 19 cm
Presensi           : Rizky Nur Effendi/Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang.

"Semua orang berhak bahagia."

"Biarkan saja yang penting dia bahagia."

Tampaknya kehidupan di dunia ini tidak diharapkan berlangsung singkat, kecuali orang-orang yang sedang dilanda depresi atau putus asa. Doa da harapan untuk umur panjang selalu saja terdengar dalam setiap acara ulang tahun entah untuk orang muda maupun yang sudah lansia. Seakan-akan panjangnya umur adalah sesuatuu yang membahagiakan atau memungkinkan untuk bahagia. Banyak orang yang mencari kebahagiaan, ada yang menganggap bisa menjadi pribadi bahagia jika bergelimang harta. Ada yang menjadi pribadi bahagia saat menyantap makanan-makanan lezat. Ada juga yang berbahagia saat sedang menghabiskan waktu luang bersama
kawan-kawan. Bahkan para traveler mencari kebahagian dengan cara mengunjungi negeri-negeri yang jauh. Apa sebenarnya kebahagian itu? Apakah kebahagian harus didapatkan dengan cara yang rumit? Banyak orang sudah yang mencari arti dari kebahagian. Salah satunya Lucius Annaeus Seneca, dalam bukunya Seni Hidup Bahagia Seneca mencoba memahami apa itu kebahagian, dari mana sumber kebahagian, dan yang tak kalah penting, bagaimana cara menjadi bahagia.

Buku Seni Hidup Bahagia dibagi menjadi dua bagian. Bagian pertama membahas tentang hidup bahagia dan bagian kedua membahas tentang singkatnya hidup. Pada bagian awal Seneca mengatakan bahwa mencari kebahagian itu bukanlah hal yang mudah, mungkin saja saat mencari kebahagian malah akan tersesat menjauh dari kebahagian tersebut. Seneca lanjut menjelaskan bahwa mencari kebahagian bukan seperti mencari alamat, kita bisa bertanya dan belajar kepada siapapun untuk mendapatkan alamat, tapi untuk masalah kebahagiaan hal tersebut tidak bisa. Pada halaman 9 sampai dengan 10 Seneca menerangkan bahwa kebahagian tinggi datang dari dalam, ini dikarenakan mensyukuri hal-hal yang dimiliki, tidak menerima kesenangan yang lebih besar, selain yang layak diberikan kepadanya.

Pertanyaan menarik dari Seneca adalah bahwa bagaimana orang baik dan orang jahat mencapai rasa bahagia. Halaman 15 menjelaskan bahwa kesenangan orang-orang jahat datang dari hal tercela, sedangkan kesenangan orang-orang baik datang dari hal-hal yang mulia. Ini adalah alasan mengapa kita diharuskan menuju kehidupan "tertinggi" bukan kehidupan "tersenang". Karena kesengan bukanlah penuntun hidup manusia, tapi hanyalah sebagai penuntun saja. Saya menganggap bahwa Seneca mengatakan setiap kebahagian pada umumnya datang dari hal-hal yang baik. Bisa makan enak, traveling keluar negeri dari hasil korupsi tentu bukanlah kebahagian yang dimaksud Seneca.

Seneca tidak menyarankan gaya hidup ala Diogenes. Menjadi kaya bukan suatu dosa menurut Seneca, karena menurut Seneca pada halaman 43 selama kekayaan tersebut tidak diperoleh dari mengorbankan orang lain, dan melalui cara tercela, maka itu bukanlah sebuah masalah. Orang bijak tidak membiarkan uang haram memasuki pundi-pundi kekayaannya. Meskipun demikian rezeki yang didapat dari cara yang terhormat tentu saja harus diterima dengan suka cita. Pada halaman 51 Seneca berkata "Orang baik menganggap kekayaan adalah budak, sedangkan orang-orang jahat menganggap kekayaan adalah tuan." Orang baik seharusnya tidak pernah tunduk kepada harta, berbeda dengan orang jahat yang bisa diperbudak oleh harta.

Inti dari bagian pertama buku ini adalah orang jahat tidak bisa mendapatkan kebahagian yang hakiki, mereka akan selalu dipusingkan dengan hartanya. Mereka juga akan mendapatkan masalah-masalah lain dari timbunan hartanya. Dilain sisi rezeki dari hal-hal baik harus diterima dengan suka cita, jangan diperbudak oleh harta, dan tetaplah menerima jika harta yang telah dikumplkan sewaktu-waktu harus menghilang. Seneca percaya dengan melakukan hal ini maka kebahagian akan menghampiri orang tersebut.

Bagian kedua dalam buku ini adalah tentang singkatnya hidup. Pada halaman 60 Seneca menjelaskan bahwa singkatnya hidup bukan karena masa hidup yang singkat, tapi karena banyaknya waktu yang dibuang untuk hal-hal kemewahan, dan tindakan tidak baik lainnya. Tanpa disadari kehidupan telah sampai pada akhirnya. Seneca menganalogikannya dengan menganggap sama seperti harta bila dikasih kepada orang yang boros maka harta tersebut akan cepat habis, tanpa berasa sama sekali. Lain cerita kalau harta itu dipegang oleh orang hemat, maka harta tersebut akan digunakannya untuk hal-hal bijak.

Seneca mengingatkan para pembacanya untuk menggunakan waktu sebaik mungkin. Pada halaman 72, dituliskan orang-orang hebat adalah orang yang bisa menjaga waktunya dengan baik, dengan begitu orang tersebut memiliki waktu yang sangat panjang, waktu yang dia miliki hanya digunakan untuk kepentingannya sendiri, tanpa campur tangan orang lain.

Dalam buku Seni Hidup Bahagia menunjukan bahwa Seneca adalah orang yang menghargai waktunya. Meneurut Seneca mempertajam lagi nasihatnya pada halaman 101 yang intinya adalah jangan biarkan ritme waktu hidup kamu diperalat oleh orang lain.Intinya adalah dalam buku Seni Hidup Bahagia, Seneca mengajak para pembaca untuk refleksi diri. Tidak ada kesan menggurui, bahasannya juga santai, cocok untuk orang-orang sibuk dengan metropolitan sama dengan yang saya rasa. Di sini kita dipandu untuk memaknai kaitan antara kebajikan dengan kebahagiaan, yang ternyata tak dapat dilepaskan dari beberapa siafat mulia lainnya. Uniknya, Seneca tak meminta kita menjadi orang yang menampik kemakmuran, kesenangan, atau uang, melainkan kita justru bisa menjadi seorang yang dapt memiliki semua itu tanpa harus dimiliki dan diperbudak olehnya.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun