Mohon tunggu...
Rumi Silitonga
Rumi Silitonga Mohon Tunggu... Guru - Teacher and Writer

Menulis itu fun, gak bayar dan bisa mengekspresikan isi hati lewat tulisan bahkan 'isi hati' lingkungan di mana pun saya berada. writing will calm your mind n attitude

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Melancong di Lampung dengan Pelampung

25 Maret 2015   20:09 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:02 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Harus sabar dalam perjalanan menuju kota wisata di Lampung. Patient is always worthwhile, kesabran selalu berguna. Empat jam perjalanan dari pelabuhan Bakauheni mengantarkan kami pada pemadangan laut yang menyegarkan.

Udara segar menyambut tetamu dari luar Kota Lampung. Pelabuhan Bakauheni tentu saja ramai tiap saat, namun Sabtu libur nasional di minggu ke dua bulan Maret kian membingarkan pelabuhan. Pagi hari ketika jarum jam mengarah ke angka lima, saya dan rombongan harus terbangun untuk pindah ke bis. Sebelumnya kami dari Jakarta naik kapal Fery selama kuranglebih 3 jam, itu sudah termasuk ngetem. Rupanya kapal pun harus menahan diri untuk tidak buru-buru pergi demi mendapatkan sebanyak mungkin penumpang. Tak bisa tidur nyenyak di kapal, begitu mata sudah tak dapat menahan kantuk, justru harus pindah kendaraan bis, huffs…..

Berbaris kami menuju luar pelabuhan menunggu bis pariwisata. Langkah kami kecil saja. Tak perlu lama menunggu bis yang memang sudah dijadwalkan datang sesuai kedatangan saya dan rombongan datang tepat waktu. Semua mata peserta dan bahkan panitia hanya dapat terbuka kecil, tak dapat membuka mata lebar-lebar. Mata tak bisa lagi menahan kantuknya.

Sebentar saja saya melihat-lihat pemandangan dari luar bis. Awan gelap masih enggan beranjak. Matahari belum lagi ingin muncul dan menampakkan diri. Rumah warga di kanan kiri masih tertutup rapat dan rapih. Seoah menegaskan belum waktunya beraktifitas. Kanan kiri pun banyak dipadati pepohonan. Masih sempat saya melihat area pemotongan kayu yang cukup besar berada di pinggir jalan. Jangan tanyakan legal dan elegal-nya, saya tak tahu. Tapi yang saya tahu jelas banyak gelondongan katu berukuran jumbo tertata rapi. Hati berpikir, apa ini yang disebut ilegal logging. Tiba-tiba melayang pikiran kepada para ‘bos nakal’ pencuri kayu yang begitu tega memiskinkan warga daerah demi memperkaya diri sendiri.

Satu jam pertama jalan masih terasa mulus, lalu zzzttt…..saya tertidur. Saya justru terbangun ketika bis mulai miring ke kanan dan ke kiri. Sesekali agak miring demi melewati jalan berlubang dan bebatuan di jalan. Keadaan ini tentu saja membuat jalan tak rata, akibatnya tentu saja menimbulkan rasa mual dan pusing bagi bis yang melintas lagi membawa penumpang. Saya membuka mata, mengangkat sedikit lengan sweater saya ke atas, demi melihat jam, hampir pukul delapan pagi. Sudah sekitar tiga jam saya berada di bis. Saya bertanya, “Masih lama sampainya?” Seorang panitia menjawab, “Kurang lebihsatu sampai dua jam lagi.” Biasanya jika bepergian saya backpacker-an, kali ini mencoba paket-paket yang banyak berseliweran di internet. Jadilah ini perdana saya ber-paket wisata.

Dermaga Ketapang yang berada di Teluk Teratai, yang menjadi tujuan kami pun sudah kian dekat. Dari tempat bis kami berhenti menurunkan semua penumpang kami masih harus berjalan kaki sekitar 10 menit, cukup lama juga sebenarnya, artinya jaraknya cukup jauh.

“Iya, belok kiri dan langsung ganti baju untuk snorkeling,” jelas seorang panitia. Usai mengganti baju dan menyewa perlengkapan snorkeling kami menuju dermaga yang hanya berjarak 5 meter dari tempat kami mengganti baju. “Ayo naik….mumpung masih pagi, masih bagus sinar matahari.

Kapal kayu yang hanya dapat memuat 8 sampai 9 orang pun dengan cepat sudah terisi. Kapal melaju dengan kecepatan sedang. Akhirnya tiba juga di tempat pertama. Kami semua melemparkan diri dengan sadar ke laut luas tapi tidak sampasi dasar laut. Kami begitu menikmati suasana laut di pagi hari. Grr…dingin, itu awalnya setelahnya tak terasa dingin menggigil. Bagi yang takut air- laut, bukan karena asinnya ya, plus tidak bisa berenang, buang dulu rasa takut jauh-jauh. Tak ada kata tenggelam, sebab kita memakai pelampung-life jacket, yang dengan otomatis akan membuat kita terapung, jika life jacket tidak dilepas.

Puas dari tempat pertama panitia membawa kami ke tempat ke dua. Sesekali anak buah kapal harus mencek dan melihat dengan seksama apakah ada pemandangan laut yang layak dilihat. Di tempat ke dua hari sudah agak siang. Puas dari tempat kedua kami pun singgah di Pahawang kecil untuk makan siang. Makanannya di box, tak seberapa memang- untuk ini saya harus jujur, tapi pemandangan yang disuguhkan sanggup melupakan makanan yang tak seberapa. Tak lupa di setiap sesi kami selalu memuaskan diri untuk berfoto. Jika alam dapat bicara ia pun –barangkali- akan jengah dengan rasa selfie yang kelewat tinggi.

Kanan, kiri, depan, dan belakang semua menyuguhkan pemandangan yang indah. Saya makan nasi box persis di bibir pantai berair bersih pula berpasir putih. Di belakang saya hamparan mangrove. Di sisi kiri hamparan pantai. Di sisi kanan agak jauh terdapat bebukitan yang menyerupai gunung lantaran berbalut pepohonan yang menjulang. Dari berbagai sudut mana pun pengambilan gambar tetap saja cantik dan ciamik. Kalau begini siapa pun yang di foto tetap saja jadi keren. Bukan apa-apa, latar belakang foto yang memper-keren semua penampakan di foto.

Puas dengan pemandangan tapi tidak dengan lunch, tetap harus berakhir. Kami kembali ke kapal untuk menuju cottage di Tanjung Putus. Sebelumnya kami sudah mendengar bahwa cottage yang akan kami tuju menghadap langsung ke laut, jadi kapan pun bisa langsung snorkeling. Saya mengiyakan saja dalam hati, tak mau pula banyak komentar. Deburan ombak di laut dan angin kencang yang sanggup mengalahkan kencangnya kipas angin menjadi teman sepanjang perjalanan. Kami lebih banyak bermain dengan pikiran masing-masing. Itu cara terbaik menikmati alam ketimbang ngobrol ini dan itu dantak menikmati luasnya laut biru, langit yang bersih dan jajaran pulau dari kejauhan. Tak lupa teman yang satu ini, matahari sebagai sumber cahaya terbesar. Mungkin hari ini ia enggan bersahabat, sinarnya sungguh menggila. Sunblock pun kami balurkan setiap satu jam sekali.

Benar memang begitu sampai saya melihat cottage yang berada bersis menghadap bibir laut. Sungguh bersih air dan pasirnya. Berpadu manis dengan awan biru dan putih di sana sini. Gugusan awan sungguh memesona siapa saja yang melihatnya ketika bertautan dengan laut luas yang biru.Sampai di penginapan sekitar pukul tiga sore. Waktunya beres-beres atau pun melanjutkan snorkeling pribadi. Selanjutnya menunggu makan malam. Memang masih sore ketika kami tiba di cottage selanjutnya acara bebas. Inilah perbandingan jika ikut paket dan backpacker. Jika backpacker jangan harap ada waktu luang banyak, semua dipadatkan. Jadi jika ingin santai ikut paket, tapi jika tak ingin membuang waktu banyak buat saja perjalanan sendiri.

Makan malam tiba. Diam untuk sejenak lalu kembali riuh usai makan. Selanjtnya? Kembali acara terserah, maksudnya acara bebas lagi. Yang tidak kreatif sebenarnya bisa mati gaya jika kegiatannya seperti ini. Atau bagi yang tal suka berdiam diri dan hanya ngobrol ini juga menyiksa diri. Saya dan adik saya memilih tidur lebih awal.

Hari ke dua tiba. Minggu pagi yang cerah di Tanjung Putus. Saya bangun pagi untuk menyambut sang surya. Saya langusng menuju pinggir laut yang berjarak sungguh dekat. Saya duduk saja di bibir laut biru. Tak lama panggilan untuk sarapan pun tiba. Jarak dari saya duduk dengan ruang makan terbuka tak jauh. Segera saya mendatangi ruang makan. Saya makan lebih dulu agar cepat selesai dan dapat berenang sebentar sebelum berangkat menuju tempat snorkeling berikutnya.

Destinasi snorkeling selanjutnya adalah Pulau Balak. Di daerah ini kami melakukan dua kali snorkeling. Pemandangan lautnya? Sebenarnya tak terlalu indah, tapi tidaklah mengecewakan. Bagi yang belum pernah snorkeling ini sudah bagus. Hampir dua jam kami di laut lalu kembali ke cottage untuk mandi lalu packing untuk kembali ke Jakarta.

Sebelum menuju Dermaga Ketapang kami singgah sebentar untuk makan siang diPulau Lagian, pulau wisata yang dikelola TNI AL Lampung. Setiap pengunjung yang ingin memakai saung untuk makan dikenakan biaya Rp. 5.000 perkepala. Untuk hal ini ditanggung pantia kecuali biaya penyewaan snorkeling. Pulau ini sangat panas, jadi lagi dan lagi jangan lupa membalurkan sunblock. Meski sangat panas namun pemandangannya begitu indah. Beberapa kali saya berfoto dan melihat hasilnya yang ada hanya kata keren dan keren. “Naik ke kapal yuk..”panitia mengingatkan. Seketika sesi foto pun berakhir. Kami menuju Dermaga Ketapang, lalu naik bis selama 4 jam menuju Pelabuhan Bakauheni. Dari Bakauheni menuju Merak memakan waktu tiga jam- termasuk ngetem- selanjutnyamasih harus menempuh perjalanan darat dengan bis selama 3 jam menuju ibu kota Jakarta. Kembali berutinitas, kembali menabung untuk wisata selanjutnya. Bagaimana pun saya tetap berterimakasih kepada para panitia untuk semua kegiatannya. Ready for next trip!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun