Mohon tunggu...
Riski Rosalie
Riski Rosalie Mohon Tunggu... Freelancer - Listen, Keep, Write it Down

Sastra

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Sweet Karma, Benci Jadi Cinta

12 Februari 2021   22:55 Diperbarui: 12 Februari 2021   23:43 493
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
www.unsplash.com (Solen Feyissa)

Dulunya enggan bermain twitter, pada akhirnya jadi pengguna twitter. Dulu enggan main tiktok, pada akhirnya buat akun tiktok. Beginilah, dari benci jadi cinta. 

"Benci" sebenarnya bukan istilah yang tepat untuk penggambaran pada kasus saya. Dulu enggan bermain twitter karena merasa tidak berkepentingan menggunakannya. Hal serupa juga terjadi pada tiktok. Ujung-ujungnya tetap pula membuat akun twitter dan tiktok. Bukan karena ada kepentingan, tapi karena iseng saja. 

Dulu saya enggan bermain tiktok karena stigma "alay" yang melekat pada pengguna tiktok waktu itu. Hal yang serupa dengan era dubsmash ataupun musicaly.

Lambat laun, gaya bermedia sosial di tiktok berubah. Tak hanya monoton pada satu tema saja. Kini beragam genre konten dibuat oleh ragam pengguna tiktok, bahkan ada yang edukatif dan informatif. 

Kata orang sebaiknya jangan membenci sesuatu secara berlebih, karena ada yang namanya sweet karma, alias dari benci menjadi cinta. Meski sebenarnya saya tidak benci, hanya enggan saja. 

Karena tidak semua hal yang kita pandang buruk adalah sejatinya buruk. Hal yang sering kita pandang sebelah mata suatu waktu dapat membuat kita menelan ludah sendiri. Bahkan sampai kita menjadi bagian dari hal yang tidak kita sukai itu. 

Jujur saja, di tiktok awalnya hanya penuh keisengan saja membuat akunnya. Ada banyak konten lucu dan menarik yang tersedia di tiktok. Dari yang awalnya hanya jadi tim scroll layar saja, jadi terpacu untuk ikut meramaikan konten di tiktok. Sekedar untuk hiburan, ataupun yang edukatif dan informatif. 

Dari perjalanan dan pengalaman selama ini, saya menjadi semakin berhati-hati dalam menilai suatu hal. Apa yang saya anggap tidak penting bisa saja mempunyai fungsi penting yang lain, yang tidak saya sadari, atau belum saya bisa fungsikan. Apalagi sampai mengeluarkan statement buruk terhadap sesuatu. 

Karena ketika saya di kemudian hari menggunakannya, tentu saja akan dicap sebagai orang yang munafik. Katanya nggak, ternyata iya. Beropini netral menjadi nilai yang saya pelajari dari sweet karma ini. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun