Meraih medali di ajang olahraga paling bergengsi dunia seperti  olimpiade tentunya merupakan Impian seluruh atlit dunia.  Pengorbanan, disiplin  dan latihan super keras  serta berbagai kompetisi yang diikuti sebelum mencapai olimpiade akan terbayar dengan suatu kebanggaan yang luar biasa ketika atlit  mendapatkan medali, apalagi medali emas.
Demikian juga halnya dengan Mane Khelif  asal Aljazair dan Lin Yu-ting asa Taiwan yang merebut prestasi gemilang dalam cabang olah raga tinju wanita di olimpiade Paris 2024 yang baru saja usai.
Sekembalinya ke negaranya keduanya disambut bak pahlawan dan dijamu secara Istimewa bak pahlawan pulang dari medan perang. Bahkan Imane Khelif dianugerahi sebagai Mayor di kalangan tentara Aljajair.
Namun kemenangan gemilang Imane Khelif di tinju wanita kelas 66 kg dan Lin Yu-ting di kelas 57 kg tinju wanita menuai kontroversi karena mereka berdua adalah atlit transgender.  Jadi secara biologis keduanya  merupakan laki laki namun  karena kelainannya  dikelompokkan sebagai wanita.
Mengundang  Kontroversi
Jika dirunut lini waktunya tahun sebelumnya Asosiasi Tinju Internasional (IBA) menyatakan bahwa keduanya tidak lulus tes gender dan tidak diijinkan bertanding karena di dalam sampel darahnya terdeteksi kromosom Y yang merupakan ciri khas laki laki.
Sejak lahir keduanya memang tercatat  sebagai perempuan namun hasil tes ini menegaskan mereka bukanlah wanita. Secara genetik kelainan  bilogis ini memang dikenal adanya Different Sex Development (DSD) dengan kondisi terjadinya kelainan di fase awal kehamilan yang berakibat dihasilkannya jenis kelamin  yang tidak umum (tidak laki laki dan juga tidak wanita).
Dalam kenyataannya ada orang dengan DSD ini dibesarkan sebagai layaknya anak perempuan namun secara biologis memiliki kromosom sex XY dengan  kandungan testosterone darahnya seperti laki laki.
Kontroversi ini semakin berkembang ketika Komite Olimpiade Internasional (IOC) berbeda pendapat dengan IBA dan IOC lebih  mengacu pada jenis kelamin yang  tertera  di passport yang mengakibatkan timbulnya kotroversi setelah melihat di lapangan keduanya lebih bertarung sebagai petinju laki lagi yang sangat mendominasi.  Bahkan salah satau lawan Khelif memutuskan untuk mengundurkan diri untuk menghindari cedera bertarung dengan petinju wanita tapi secara biologis merupakan adalah laki laki.
Jika dilihat  dari rekam jejal Khelif yang merupakan anak tertua dari enam bersaudara dari keluarga penggembala domba  miskin, kiprah dan kecantikannya di luar dunia tinju dapat dianggap sukses karena menjadi perhatian  para praktisi mode dan dianggap sebagai tren baru kecantikan.
Namun dalam dunia tinju yang mengadalkan kecerdasan dan  kekuatan tentu saja berbeda karena secara biologis Khelif memiliki power sebagai laki laki  yang ditandingkan dengan wanita.  Hal inilah yang membuat medali emas yang perolehnya berubah menjadi kontroversi dan menghebohkan dunia.
Jika dibandingkan dengan Khelif,  Lin lebih tertutup dan  mengurangi interaksinya dengan media dan lebih memfokuskan pada pekerjaan hariannya sebagai seorang asisten professor di Chinese Culture University di  Department of Physical Education yang mengajarkan  tinju dan berencana untuk menyelesaikan program doktornya.
Kasus Khelif dan Lin tampaknya hanya merupakan fenomena gunung es yang menyangkut keterlibatan transgender dalam dunia olahraga. Â Salah satu masalah yang sering dipersoalkan adalah ketidak nyamanan para alit wanita jika ditempatkan dalam ruang ganti pakaian yang sama dengan atlit transgender ini karena mereka merasa risi karena menganggap mereka adalah laki laki.
Disamping itu tentukan faktor hormonal dan kekuatan yang dianggap tidak adil jika alit laki laki di tandingkan dengan alit wanita.  Kotroversi ini tidak hanya dalam dunia tinju saja namun merambah  kedua olahraga lainnya seperi volley ball, basket ball dllnya.
Kontroversi keberadaan atlit transgender ini memang menimbulkan gelombang tuntutan untuk tidak memberi ruang kepada alit transger bertanding di kategori wanita karena berbagai pertimbangan dan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Jika hal ini terjadi maka kisah sukses kedua petinju ini akan menjadi akhir dari karir mereka dalam dunia olahraga.
Gonjang ganjing in tentunya membuat kedua petinju ini menghadapi ketidakpastian apakah akan bertanding lagi pasca kemenangannya di Olimpiade Paris.
Secara alami laki laki dan wanita tentunya diciptakan berbeda dan sudah selayaknya jika dikategorikan sebagai kelompok yang berbeda. Â Jika dicampur adukan maka terjadilah kontroversi seperti halnya yang dihadapi oleh Khelif dan Lin dalam dunia tinju ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H