Jika dibandingkan dengan Khelif,  Lin lebih tertutup dan  mengurangi interaksinya dengan media dan lebih memfokuskan pada pekerjaan hariannya sebagai seorang asisten professor di Chinese Culture University di  Department of Physical Education yang mengajarkan  tinju dan berencana untuk menyelesaikan program doktornya.
Kasus Khelif dan Lin tampaknya hanya merupakan fenomena gunung es yang menyangkut keterlibatan transgender dalam dunia olahraga. Â Salah satu masalah yang sering dipersoalkan adalah ketidak nyamanan para alit wanita jika ditempatkan dalam ruang ganti pakaian yang sama dengan atlit transgender ini karena mereka merasa risi karena menganggap mereka adalah laki laki.
Disamping itu tentukan faktor hormonal dan kekuatan yang dianggap tidak adil jika alit laki laki di tandingkan dengan alit wanita.  Kotroversi ini tidak hanya dalam dunia tinju saja namun merambah  kedua olahraga lainnya seperi volley ball, basket ball dllnya.
Kontroversi keberadaan atlit transgender ini memang menimbulkan gelombang tuntutan untuk tidak memberi ruang kepada alit transger bertanding di kategori wanita karena berbagai pertimbangan dan alasan yang telah dibahas sebelumnya. Jika hal ini terjadi maka kisah sukses kedua petinju ini akan menjadi akhir dari karir mereka dalam dunia olahraga.
Gonjang ganjing in tentunya membuat kedua petinju ini menghadapi ketidakpastian apakah akan bertanding lagi pasca kemenangannya di Olimpiade Paris.
Secara alami laki laki dan wanita tentunya diciptakan berbeda dan sudah selayaknya jika dikategorikan sebagai kelompok yang berbeda. Â Jika dicampur adukan maka terjadilah kontroversi seperti halnya yang dihadapi oleh Khelif dan Lin dalam dunia tinju ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H