Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Kelas Menengah Indonesia Menciut, Australia Ketar Ketir

21 Desember 2024   12:57 Diperbarui: 21 Desember 2024   13:12 75
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Prediksi dan harapan jumlah kelas menengah Indonesia  mencapai 80 % di tahun 2045 mendatang dinilai oleh banyak kalangan terlalu ambisius  karena hanya dalam waktu 20 tahun dan di tengah perekonomian dunia yang semakin tidak menentu,  target tersebut akan sulit dicapai.   Kuatnya faktor eksternal ini dicerminkan dengan melemahnya nilai rupiah dalam beberapa hari ini yang nilai tukarnya sudah berada di atas Rp. 16.000.

Ambisi presiden Prabowo untuk mencapai pertumbuhan ekonomi  sebesar 8%  dari yang semula 5%  untuk menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tercepat di dunia tampaknya akan mengalami tantangan dan hambatan yang luar biasa untuk mencapainya.

Tantangan ini sudah mulai tampak ketika data statistiktik menunjukkan bahwa  jumlah kelas menengah Indonesia  yang jumlahnya terbesar di kalangan negara negara (jumlahnya mencapai 47 juta orang atau setara dengan 17% dari total populasi Indonesia)  di Asia Tenggara ini ditengarai mengalami penyusutan. Penerapan PPN 12 % diperkirakan akan menambah tekanan pada daya beli masyarakat dan kemungkinan akan memberikan tekanan yang lebih besar.

Angka ini mengalami penyusutan  jika dibandingkan dengan angka di tahun 2019 yang mencapai 21%  di tahun 2019 lalu.   Sebagai catatan kelas menengah didefinisikan sebagai kelompok penduduk Indonesia yang pendapatan per bulannya mencapai kisaran Rp. 2 juta -  9,9 juta. Angka penurunan kelas menengah ini ternyata diiringi dengan peningkatan jumlah kelompok masyarakat kelas bawah sebanyak 8 juta orang. Angka angka ini tentu saja membuat harapan Indonesia  mentransformasikan menjadi negara yang berpendapatan tinggi menimbulkan tanda tanya besar.

Faktor eksternal lainnya seperti perlambatan pertumbahan di kawasan Asia dan juga penurunan populasi di kawasan ini tentunya tidak dapat dengan mudah dikendalikan dan akan berpengaruh pada perekonomian Indonesia.

Australia Khawatir

Gonjang ganjing perekonomian Indonesia ini tentu saja membuat ketar ketir Australia yang selama ini menimmati dampak pertumbuhan ekonomi Indonesia karena Indonesia banyak mengimpor berbagai produk pertanian, tambang dll nya dari Australia seperti daging, susu, hasil tambang dan hasil pertanian lainnya.  Disamping itu dalam dunia  pendidikan Australia juga menikmati devisa dari tingginya jumlah mahasiswa Indonesia yang studi di Australia yang dapat mencapai 22 ribu orang.

Sebagai gambaran angka impor daging Indonesia dari Australia merupakan salah  satu yang terbesar jika dibandingkan dengan negara lainnya dan angka ini mengalami pertumbuhan sebesar 5%.  Harapan Australia terhadap peningkatan pendapatan dari ekspor daging dan susu ini sangat besar utamanya  ketika pemerintahan Prabowo mencanangkan program makan bergizi.

Penurunan jumlah  kalangan menegah Indonesia ini jelas akan berdampak besar pada penurunan daya beli yang secara langsung maupun tidak langsung berdampak pada daya beli produk impor Australia dan kemampuan membiayai pendidikan.

Indonesia memang bukan merupakan mitra dagang utama Australia jika ditinjau dari volume perdagangannya, namun jika penurunan daya beli Indonesia digabungkan dengan penurunan daya beli dari negara mitra dagang utama Australia seperti Tingkok, Jepang, India dan Korea Selatan tentu saja secara agregat  akan berpengaruh besar pada perekonomian Australia.

Dalam situasi seperti ini tampaknya Australia masih menaruh harapan yang sangat besar pada Indonesia karena jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan terus bertambah dalam beberapa puuh tahun ke depan yang tentunya akan diiringi dengan peningkatan daya beli produk dari Australia.

Hal lain yang perlu diperhitungkan oleh pemerintah Australia adalah menjaga stabilitas hubungan baiknya dengan Indonesia, karena jika ketegangan politik  kembali tejadi diantara kedua negara tetangga terdekat ini sebagaimana yang pernah terjadi di beberapa pemerintahan Australia sebelumnya, maka tentunya  akan berdampak pada perkonomian Australia.

Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun