Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Kegagalan Australia Menjauhkan Tiongkok dari ASEAN

11 Maret 2024   09:04 Diperbarui: 12 Maret 2024   07:27 370
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Perdana Menteri Australia Prime Anthony Albanese (tengah) di KTT ASEAN. Photo: AAP: Joel Carrett.

Ketidakakuran Australia dan Tiongkok memang sudah sangat akut, walaupun pemerintah Australia saat ini berupaya keras mencoba memperbaiki hubungan buruknya dengan Tiongkok ini setelah pemerintahan sebelumnya membenamkan Australia akibat kiblat politiknya mengekor pada Amerika dan sekutunya.

Dari segi ekonomi dan kekuatan militer Australia di atas kertas memang tidak dapat menandingi kekuatan Tiongkok, oleh sebab itu dapat dimengerti jika Australia harus mendekat pada aliansinya yang secara tradisional mengarah ke Amerika, Eropa dan sekutunya.

Namun dari sisi geografis Australia untuk dapat bertahan harus bisa beradaptasi pada negara tetangganya yang utamanya Asia utamanya ASEAN. Sayangnya secara tradisional dan budaya di kawasan ini bercokol kekuatan ekonomi dan militer yaitu Tiongkok.

Upaya Australia menjauhkan negara-negara pasifik dari Tiongkok sebagai bagian dari strategi Indo-Pacific yang digagas Amerika dan sekutunya, termasuk di dalamnya Australia, tidak membuahkan hasil memadai.

Banyak dari negara di kawasan pasifik ini sudah menggeser kiblat politiknya dari Australia ke Tiongkok karena ketidaknyamanannya bersama Australia.

Konsep majikan dan buruh yang diterapkan oleh Australia di kawasan pasifik ini sangat berbeda dengan pendekatan Tiongkok yang lebih mengarah pada bantuan ekonominya yang bersifat tidak terlalu mencampuri urusan dalam negeri negara yang dibantunya.

Pada pertemuan KTT ASEAN yang baru saja usai ini Australia berupaya untuk "menyogok" ASEAN dengan bantuan. Namun upaya tersebut juga tidak membuahkan hasil.

Australia mengumumkan beberapa langkah regional baru pada pertemuan puncak tersebut, termasuk dana $2 miliar untuk meningkatkan perdagangan dan investasi Australia di Asia Tenggara dengan harapan dapat memikat hari negara-negara di ASEAN.

Bahkan Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim secara lantang menyerukan agar Australia dapat melakukan pendekatan terhadap Tiongkok dengan cara yang "lebih dewasa", karena selama ini Australia selalu membawa doktrinnya bahwa Tiongkok merupakan ancaman di kawasan Indo-Pacific ini.

Sikap yang diperlihatkan baik oleh Menteri Luar Negeri dan Perdana Menteri Australia pada KTT ASEAN dianggap sebagai sikap yang mencoba adu domba ASEAN dan Tiongkok. Hal itu justru akan mengganggu stabilitas di kawasan ini yang telah lama dibangun oleh ASEAN.

Apa yang dipertontonkan oleh Australia di KTT ASEAN ini jelas tidak mencerminkan upaya perbaikan hubungan Australia dan Tiongkok yang sedang diupayakan.

Tidak ada pilihan lain bagi Australia selain menjaga hubungan baik dengan negara-negara ASEAN karena secara ekonomi dan politik Australia tergantung pada negara-negara tersebut.

Oleh sebab itu dalam kurun waktu 50 tahun ini Australia memang secara berhati-hati terus menjaga hubungan baiknya dengan ASEAN.

Adanya gesekan antara Tiongkok dan beberapa negara ASEAN seperti Filipina memang merupakan fakta sebagai dampak dari keberadaan Tiongkok di kawasan laut Cina Selatan yang disengketakan, namun secara kultur biasanya konflik ini dapat diselesaikan melalui jalur diplomatik.

Sementara beberapa negara ASEAN menganggap bahwa kebangkitan Tiongkok di kawasan ini wajar dan tidak ada masalah karena kekuatan Tiongkok ini dapat menjadi penyeimbang kekuatan Amerika dan sekutunya di kawasan Laut Cina Selatan.

Di sisi lain, dalih Australia untuk menjauhkan ASEAN dari Tiongkok terkait masalah Taiwan pun terkesan mengada-ada karena masalah Taiwan dan Tiongkok ini memang merupakan masalah lama dan merupakan masalah internal.

Sebaliknya, persetujuan AUKUS yang disepakati oleh perdana Menteri Australia sebelumnya dianggap sebagai pemicu ketidakstabilan di kawasan ini.

Pada perjanjian AUKUS ini di mana Australia terlibat di dalamnya sepakat akan membangun kekuatan militer antara Australia, Amerika dan Inggris di kawasan Laut Cina Selatan, termasuk di dalamnya membangun kapal selam bersenjata nuklir untuk mengimbangi pengaruh dan kekuatan militer Tiongkok di Kawasan ini.

Deklarasi Melbourne yang disampaikan dari hasil pertemuan Australia dan ASEAN seusai KTT ASEAN jura terasa hambar sekaligus mencerminkan upaya Australia mempengaruhi ASEAN terkait Tiongkok tidak sesuai dengan yang diharapkan oleh Australia.

Sebaliknya, justru hal menarik media Australia justru kritik beberapa negara ASEAN seperti Malaysia dan Indonesia atas konflik Gaza yang seolah dibiarkan oleh negara Barat dan memakan korban jiwa yang sangat besar.

Australia harus menyadari bahwa negaranya berada di kawasan yang berdekatan dengan Asia. Oleh sebab itu secara ekonomi maupun geopolitik Australia harus dapat beradaptasi dengan kondisi yang ada. Bukan sebaliknya, berkiblat pada Amerika dan sekutunya serta membawa paham politiknya sendiri yang sering kali mengundang ketidaknyamanan negara-negara di ASEAN dan juga di Asia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun