Mohon tunggu...
Ronny Rachman Noor
Ronny Rachman Noor Mohon Tunggu... Lainnya - Geneticist

Pemerhati Pendidikan dan Budaya

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Internet Merana, Mimpi Buruk Rakyat Timor Leste

24 Januari 2024   08:34 Diperbarui: 25 Januari 2024   15:46 15013
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Generasi muda Timor Lester frustrasi  menghadapi kenyataan buruknya kualitas internet di negaranya. Photo: ABC News: Mitchell Woolnough 

Dalam era serba digital saat ini kualitas dan jaringan internet merupakan jantung dari transformasi digital dan juga jendela informasi dan ilmu pengetahuan. Sayangnya Timor Leste yang berpenduduk 1,3 juta  belum dapat menikmati internet dengan baik walaupun sebenarnya 50% dari populasi ini merupakan pengguna aktif internet utamanya generasi muda.

Salah satu kendalanya adalah kualitas jaringan internet yang sangat buruk, sehingga tidak heran jika menurut hasil penelitian UK broadband provider Cable, Timor Leste masuk menempati peringkat ke 4 sebagai negara yang internetnya paling lambat dan paling buruk di dunia.  Tiga negara lain yang internetnya paling lambat di dunia adalah Afghanistan, Yaman dan Syria.

Agar dapat bertahan dalam situasi yang buruk ini pengguna aktif biasanya berlangganan dan menggunakan tiga internet provider yang ada di negara ini yaitu Timor Telcom, Telcomsel dan Telemor.  Pelanggan harus mengeluarkan uang setiap bulannya sekitar 3-4 juta agar dapat bertahan dalam situasi ini.

Terputusnya koneksi internet merupakan kejadian  rutin keseharian pengguna intenet di Timor Leste, bahkan untuk mengakses WhatsApp dan membuka email saja sering kali harus berjuang keras karena  sulit terhubung.  Demikian juga pertemuan virtual menjadi sangat sulit dilakukan karena sering terputus putus koneksi internetnya.

Kita tentunya dapat membayangkan kualitas internet yang buruk ini akan mempengaruhi segala sendi kehidupan.  Sebagai contoh dalam dunia ilmiah dosen dan mahasiswa diharuskan mengakses hasil penelitian terbaru di berbagai open access jurnal yang dapat diakses dan didownlod. Disinilah  letak ketidak berdayaan pengguna karena terhambat dalam mengakses dan sangat sulit untuk mendownload hasil penelitian. Buruknya kualitas internet ini menyebabkan pengguna kesulitan mendownload karena jaringan terputus putus dan sangat lambat. 

Layanan internet cepat sekualitas 4G di Timor Leste hanya disediakan sangat terbatas di  kantor internasional, hotel, kantor perwakilan PBB dan kantor pemerintahan di kota Dili saja. Pemerintah Timor Leste sebelumnya memang telah berusaha untuk memperbaiki situasi ini, namun tampaknya kendala utama adalah tidak adanya investor  yang tertarik  dan kemampuan perekonomian yang sangat lemah.

Walaupun sudah ada tiga internet provider di negara ini namun infrasruktur jaringan masih belum merata sehingga internet hanya dapat dinikmati di kota besar saja khususnya di kota Dili. Jika pengguna keluar kota harus memilih provider yang memiliki jaringan agar dapat mengakses internet.  Belum lagi adanya upaya monopoli yang membuat persaingan diantara proviser ini tidak sehat.

Pemerintah saat ini yang dipimpin oleh Xanana Gusmao memang sedang berusaha keras untuk membangun jaringan fiber optic dan menghubungkan jaringannya dengan Australia melalui jaringan bawah laut.  Namun tentunya realisasinya akan sangat tergantung pada keyakinan investor bahwa investasi yang dilakukan akan menguntungkan.  Sayangnya Timor Leste bukanlah negara seksi yang menarik perhatian investor. Oleh sebab itu keinginan  pemerintah ini kemungkinan memerlukan waktu lama untuk direalisasikan

Timor Leste kini menghadapi kenyataan bahwa merdeka dan memisahkan diri dari Indonesia tahun 2002 lalu  saja tidaklah cukup untuk mewujudkan mimpinya hidup sejahtera  karena banyak sekali pekerjaan rumah yang harus diselesaikan seperti angka kemiskinan dan pengangguran yang sangat tinggi dan perekonomian  yang sangat buruk dan tergantung pada negara donor sehingga dalam pengawasan dan masuk ke dalam kelompok yang negara yang berpotensi gagal.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun