Indonesia di tahun 2050 diprediksi menjadi kekuatan utama perekonomian dunia dan di saat itu tentunya banyak kewajiban yang harus dipenuhi oleh Indonesia. Salah satu kewajiban yang melekat sebagai tanggung jawab terhadap lingkungan adalah yang dikenal dengan net zero.
Dalam bulan ini Indonesia dihebohkan dengan penyematan predikat kota Jakarta paling tinggi polusinya di dunia yang tentu saja menjadi peringatan bagi Indonesia bahwa pembangunan ekonomi harus berjalan pararel dengan pemeliharaan lingkungan.
Apa itu Net Zero?
Program net zero merupakan program internasional yang dicanangkan untuk mengurangi laju memburuknya perubahan iklim global akibat ulah manusia yang terkait erat dengan pembangunan ekonomi tidak ramah lingkungan.
Net Zero merupakan program sekaligus tanggung jawab internasional termasuk Indonesia untuk tidak menambah lagi jumlah total gas rumah kaca ke atmosfir. Net Zero tampak sederhana, namun pada kenyataannya banyak di dunia belum dapat melaksanakannya karena sisi pertimbangan ekonominya lebih berat sehingga banyak negara maju yang ikut dalam pencanangan program ini sampai saat ini belum dapat memenuhinya.
Aktivitas ekonomi ini umumnya terkait dengan industri yang menghasilkan gas rumah kaca yang berkontribusi pada perubahan iklim global adalah karbon dioksida (CO2) dan metana.Â
Gas CO2 dilepaskan ke atmosfer ketika sumber energi asal fosil seperti minyak, gas, dan batu bara dibakar di rumah, pabrik, dan untuk menggerakkan transportasi. Gas metana umumnya dihasilkan dari aktivitas pertanian, peternakan, dan pembuangan sampah.
Sebagai dampak pelepasan gas ini ke atmosfer, suhu global akan meningkat dengan menjebak energi matahari. Pada saat yang bersamaan deforestasi yang tidak terkendali di seluruh dunia akan mengurangi jumlah pohon secara drastis dan akibatnya mengurangi daya serap CO2.
Berdasarkan perjanjian iklim Paris tahun 2015 tercatat 197 negara sepakat untuk mencoba membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5 derajat Celsius pada tahun 2100.Â
Untuk mencapai target ini, para ilmuwan mengatakan bahwa emisi karbon net zero harus dicapai pada tahun 2050. Untuk mengurangi gas rumah kaca secara drastis tidak ada pilihan lain bagi dunia termasuk Indonesia selain mengurangi secara drastis penggunaan bahan bakar fosil agar target net zero tercapai.
DilemaÂ
Sampai saat in tercatat ada sebanyak 140 negara telah berjanji untuk mencapai net zero. Jumlah ini mencakup sekitar 90% penghasil emisi global, namun tidak semua negara ini menetapkan target waktu tahun 2050.
Sebagai contoh Tiongkok yang merupakan produsen gas CO2 terbesar di dunia menargetkan netralitas karbonnya di tahun 2060. Sementara itu Amerika yang secara historis tercatat sebagai negara penghasil emisi karbon terbesar dunia ternyata masih mengeluarkan emisi yang lebih besar dari Tiongkok per kapitanya.Â
Amerika mencanangkan pencapaian net zeronya di tahun 2050. Demikian juga negara-negara uni Eropa yang merupakan menghasil emisi terbesar dunia peringkat ketiga juga telah mencanangkan net zeronya di tahun 2050.Â
Sementara itu penghasil emisi utama lainnya seperti India dan Rusia berjanji mencapai net zeronya di tahun 2070 dan tahun 2060.
Net zero harus diakui bukanlah masalah sederhana yang dapat diselesaikan utamanya jika menyangkut perekonomian. Sebagai contoh banyak negara-negara di dunia yang emisinya rendah ternyata lebih memilih mengimpor dan menggunakan barang yang boros energi dari luar negeri dibanding dengan memproduksinya sendiri.Â
Sementara itu skema pembiayaan yang mewajibkan negara kaya untuk memberikan kompensasi pada negara miskin untuk beralih ke bahan bakar ramah lingkungan ternyata belum sepenuhnya berjalan.
Skema kompensasi ini justru dikhawatirkan akan membuat negara maju yang notabene sebagai penghasil emisi terbesar dunia enggan untuk mengurangi emisi gas rumah kacanya secara drastis karena akan memengaruhi perekonomiannya dan lebih memilih memberi kompensasi pada negara miskin agar menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.
Bagaimana dengan Indonesia?
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelum perbaikan perekonomian Indonesia harus disertai dengan keikutsertaan aktif dalam mengurangi penyebab perubahan iklim global yaitu produksi gas rumah kaca.
Artinya secara sistematis Indonesia harus melakukan transformasi dari pengguna energi fosil ke arah energi ramah lingkungan seperti energi angin, energi surya, energi gelombang dan energi nuklir atau energi ramah lingkungan lainnya.Â
Oleh sebab itu Indonesia harus sudah mulai mencanangkan pencapaian target waktu kapan mobil berbahan bakar dari fosil harus dilarang sepenuhnya dan juga memulihkan pohon di wilayah hutan tropis dan wilayah lainnya, memulihkan fungsi lahan gambut dan lahan pasang surut yang hilang akibat aktivitas industri.
Ada dua milestone yang harus dicanangkan oleh Indonesia untuk memantau keberhasilan pengurangan emisi gas rumah kaca yaitu tahun 2030 dan tahun 2050. Jika di dua tahun ini laju pengurangan gas rumah kaca Indonesia tidak mencapai target, maka akan sangat sulit Indonesia masuk kelompok negara net zero di tahun 2060 seperti yang telah dicanangkan.
Di tatanan makro pemerintah berkewajiban untuk mencapai target ini, namun tentunya di tatanan individu menjadi sangat penting karena secara agregat akan menentukan keberhasilan Indonesia mencapai net zero ini.Â
Pada tatanan individu langkah nyata yang dapat dilakukan untuk berperan aktif dalam mencapai net zero ini antara lain adalah mengurangi frekuensi bepergian dengan penerbangan, mengurangi penggunaan energi, meningkatkan efisiensi energi rumah tangga, beralih ke kendaraan listrik dan juga mengurangi konsumsi daging merah dan langkah lainnya yang ditengarai sebagai pengasil emisi gas rumah kaca yang terbesar.
Pertanyaan yang paling mendasar adalah mampukah Indonesia memasuki era net zero di tahun 2060 seperti yang telah dicanangkan?
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H