Siapa yang tidak mengenal majalah ikonik  National Geographic, majalah berbingkai kuning yang sarat dengan ilmu.
Bagi kita yang pernah membaca majalah Ipteks ini tentunya mau tidak mau akan mengakui tingginya kualitas materi pemberitaan dan hasil penelitian yang disajikan oleh majalah ini.
Artikel artikel yang terkait dengan kepurbakalaan seolah menjadi corong  temuan baru yang membawa angan kita  layaknya seperti petualangan Indiana Jones.
Namun tampaknya perkembangan zaman yang sangat cepat dalam dunia teknologi informasi  membuat majalah ikonik yang sudah bersuia 100 tahun ini terdampak hebat karena harus memberhentikan penulis terakhirnya minggu ini.
PHK besar besaran yang terjadi di majalah National Geographic ini merupakan salah satu contoh bagaimana peruabahan dan agilitas diperlukan untuk bertahan agar dapat beradaptasi pada keinginan dan selera pembaca.
Sebelumnya Indonesia juga dihebohkan dengan tutupnya toko buku lagendaris Gunung Agung akibat tidak dapat bersaing dan beradaptasi pada perubahan zaman.
Saya masih ingat di jaman jaya jayanya toko buku ini  seolah menjadi sahabat  literasi karena menyediakan hampir semua jenis buku yang diinginkan dan diperlukan oleh pembacanya di era sekitar tahun 1980 an.
Pengunjung punya kebanggaan tersendiri kalau sudah dapat berkunjung di toko buku dan peralatan sekolah karena hampir semua yang diperlukan tersedia  dengan kualitas yang  sangat bagus.
Tumbangnya National Geographic dan Toko Gunung Agung hanya merupakan contoh yang menggambarkan betapa drastisnya revolusi  teknologi informasi, revolusi gaya dan selera konsumen akibat perkembangan jaman dan teknologi.
Saya masih ingat dulu ketika masih menjadi mahasiswa bagaimana setiap pagi berusaha bangun lebih pagi agar dapat menerima  paling awal  koran Kompas  untuk membaca berita berita favorit seperti misalnya opini, Panji Koming, Tajuk dllnya.