Pemilu Turkiye dinilai oleh banyak pihak merupakan pemilu yang terpenting dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini, karena jika nantinya pihak oposisi yang menang maka akan mengubah peta demokrasi di negara yang kaya akan sejarah ini.
Pemungutan suara parlemen merupakan ajang pertarungan ketat antara dua kubu yaitu kubu pertama Aliansi Rakyat yang terdiri dari Partai AK yang berakar Islam, di mana Erdogan berkiprah yang didukung partai nasionalis MHP dan lainnya.
Kubu kedua yang merupakan pihak oposisi adalah Aliansi Bangsa yang digalang oleh Mr Killicdaroglu yang terdiri dari enam partai oposisi, termasuk Partai Rakyat Republik (CHP) yang didirikan oleh bapak bangsa pendiri Turkiye, Mustafa Kemal Ataturk.
Persaingan Ketat
Walaupun baru dihitung 92% suara namun kemungkinan besar pemilu Turkiye diprediksi akan memasuki putaran kedua karena tidak ada satu kandidat pun yang mencapai suara lebih dari 50%.
Petahana Erdogan memperoleh suara sedikit lebih banyak dibandingkan dengan lawannya Killicdaroglu namun perolehan suaranya hanya mencapai 49.49% saja dibandingkan dengan lawannya 44.79%.
Hasil ini tentunya cukup mengejutkan Erdogan karena sebelum pemilu dirinya masih yakin akan memenangi pemilu di putaran pertama. Namun hasil ini menjadi sinyal bahwa kepercayaan rakyat pada dirinya sudah mulai tergerus.
Dua Dekade Penuh Dinamika
Recep Tayyip Erdoan telah memerintah Turkiye selama dua dekade yang penuh gejolak,
Setelah fase kudeta yang gagal tingkat kepuasan rakyat Turkiye semakin meningkat akibat pemerintahan diktatornya dengan menumpas seluruh lawan politiknya.
Dari sisi politik luar negeri Erdogan memang cukup menonjol dalam era pemerintahannya 20 tahun terakhir ini.
Peran positif di perang Rusia--Ukraina yang tidak mau tunduk dengan kepentingan Amerika dan negara Uni Eropa melambungkan nama Turkiye sebagai negara yang bisa diterima oleh pihak yang berperang.
Keberanian Erdogan memblok Swedia dengan alasan sebagai sarang teroris juga menjadi kunci diplomasi Turkiye yang memiliki warna tersendiri karena dirinya berhasil membawa NATO ke kancah perpolitikan global.
Namun tampaknya kecemerlangan Erdogan di kancah internasional tidaklah cukup bagi rakyat Turkiye.
Kini rakyat udihadapkan pada kenyataan pahitnya kehidupan sehari-hari akibat impitan ekonomi yang semakin berat akibat inflasi yang meroket, rangkaian bencana alam seperti gempa yang meluluhlantakkan wilayah yang luas, bertambah buruknya perekonomian akibat perang Rusia dan Ukraina yang membuat rakyat Turkiye mulai berpikir realistis.
Belum lagi kebebasan politik yang terkekang akibat kebijakan Erdogan yang menumpas benih-benih demokrasi dan lawan politiknya sejak terjadinya kudeta yang gagal beberapa tahun lalu membuat rakyat Turkiye mulai berpaling dari Erdogan.
Kemunculan oposisi Kemal Killicdaroglu dengan perolehan suara yang sangat signifikan memang sangat mengejutkan.
Tokoh oposisi Kemal Killicdaroglu dalam kampanyenya berjanji untuk mengarahkan Turkiye ke era baru dengan menghidupkan kembali demokrasi setelah bertahun-tahun mengalami penindasan oleh negara merupakan daya tarik tersendiri bagi pemilih yang selama ini menuntut atmosfer demokrasi yang lebih baik.
Keyakinan tokoh oposisi Killicdaroglu akan menang di pemilu putaran kedua ini memang cukup beralasan karena pada putaran pertama suara yang diperolehnya tidak jauh dari perolehan suara Erdogan.
Dari hasil jejak pendapat persaingan ini memang akan ketat namun Killicdaroglu, yang memimpin aliansi enam partai, sedikit lebih unggul.
Dalam pemilu putaran kedua ini jelas Erdogan akan terbebani dua isu utama yaitu inflasi yang semakin tidak terkendali yang membebani hidup yakyat dan juga dampak gempa bumi yang mematikan.
Di mata 64 juta pemilih tampaknya kedua isu ini akan menjadi pertimbangan utama rakyat Turkiye.
Kebijakan ekonomi Erdogan yang menimbulkan gejolak karena penerapan suku bunga rendah memicu krisis biaya hidup dan inflasi yang melonjak, membuat dirinya menjadi sasaran kemarahan para pemilih.
Dalam masa krisis sebagai dampak dari perang Rusia dan Ukraina ini banyak negara mengambil kebijakan untuk menaikkan suku bunga dalam upaya mengekang inflasi, namun bank sentral Turkiye menolak kebijakan ini sehingga perekonomian Turkiye semakin terpuruk akibat inflasi yang tidak terkendali yang memicu peningkatan harga kebutuhan pokok yang sangat tinggi.
Hasil pemilu putaran pertama mencerminkan luapan kekecewaan rakyat Turkiye. Jika nantinya terjadi pemilu putaran kedua maka momen ini merupakan pengadilan bagi Erdogan apakah pemerintahannya selama 20 tahun ini dianggap berhasil atau gagal oleh rakyat Turkiye.
Jika terjadi pemilu putaran kedua maka Turkiye akan berada dalam era yang cukup membahayakan karena rakyat akan terpolarisasi dengan kekuatan masing masing yang berseberangan cukup seimbang dan setiap saat dapat saja menjadi bibit perpecahan yang memicu ketidakstabilan Turkiye.
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima