Setelah dua tahun melakukan negosiasi dengan fasilatator Tiongkok sebagai negara pendamaian untuk memulihkan kepercayaan antara dua negara yang berseteru, akhirnya pada tanggal 10 Maret lalu, peristiwa bersejarah terjadi.
Hubungan diplomatik antara Iran dan Arab Saudi yang mengalami titik nadir akibat akumulasi perbedaan pandangan kedua negara ini yang sangat tajam seperti kritik Iran terhadap kebijakan dan keluarga kerajaan Arab Saudi dan juga peristiwa tragedi meninggalnya jemaah haji Iran ini, akhirnya mencair dan pulih kembali.
Tidak ada yang menyangka memang hubungan kedua negara yang bertolak belakang ini akan pulih kembali, namun peran Tiongkok yang sangat besar dalam mendamaikan kedua negara ini akhirnya memunculkan rasa saling percaya dan sepakat secara penuh akan merestorasi hubungan yang sempat rusak parah ini.
Keberhasilan Tiongkok dalam mendamaikan kedua negara ini menjadi momen penting perdamaian dunia dan pergeseran peran diplomasi Amerika di kawasan Tumur Tengah.
Amerika memang telah lama mencoba mendamaikan kedua negara ini namun keterikatannya dengan Israel membuat kedua negara ini tidak mempercayai peran Amerika.
Amerika sudah lama dikenal sebagai pelindung sekaligus sahabat dekat Israel yang menganggap Iran sebagai ancaman karena program nuklirnya.
Jadi secara fisiologis Amerika tidak akan mendamaikan Iran dan Arab Saudi karena akan menjadi kekuatan utama di Timur Tengah sekaligus dianggap sebagai ancaman oleh Israel.
Perubahan Geopolitik
Konflik antara Iran dan Arab Saudi selama ini memang telah mengubah tatanan politik di Timur Tengah yang semakin memburuk.
Salah satu contoh nyata adalah konflik di Suriah antar faksi yang memiliki haluan berbeda yang didukung oleh Iran dan Arab Saudi ini membuat Suriah hancur lebur dan bergejolak sampai saat ini.
Keberhasilan Tiongkok mendamaikan Iran dan Arab Saudi ini menjadi topik pembicaraan di PBB karena dianggap berhasil mengisi kekosongan pendamaian sekaligus pelindung yang ditinggalkan oleh Amerika dan Rusia di kawasan ini.