Filipina memang merupakan salah satu negara hot spot ekspoitasi  dan perdagangan sex.
Salah satu penyebab pemicu maraknya perdagangan anak di Filipina dan juga ekspoitasi sex adalah kemiskinan yang. menimpa keluarga. Dalam banyak kasus justru kemiskinan keluarga lah yang berperan besar sebagai pemicu terjadinya ekspoitasi ini.
Hal lain yang juga mendukung tumbuh suburnya eksploitasi dan perdagangan sex di Filipina adalah kemampuan berbahasa Inggris dan koneksi internet yang menyebabkan korban lebih  terkespos dan banyak  yang terkoneksi dengan jaringan kejahatan seksual internasional.
Namun dengan ketegasan dan hukuman yang sangat berat yang diterapkan oleh Filipina dalam menghukum predator sex ini akan membuat Filipina dipercaya dunia dalam menegakkan  hukum terkait kekerasan sexual dan perdagangan anak.
Minggu ini seorang warga Australia yang bernama  Peter Gerard Scully oleh pengadilan Filipina dijatuhi hukuman 129 tahun penjara akibat perbuatannya terkait dengan ekspoitasi sex  dengan sederetan korban termasuk di dalamnya bayi perempuan yang masih berusia 18 bulan.
Perbuatan Peter Gerard Scully menurut catatan memang  masuk dalam kategori predator sex sekaligus keji, karena sebelumnya dirinya juga sudah dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pengadilan Filipina atas perbuatannya melakukan pemerkosaan dan perdagangan perempuan.
Dengan tingkat hukuman yang sangat berat ini tampaknya pemerintah Filipina ingin menunjukkan pada dunia bahwa negara ini sangat serius dalam membongkar dan menghukum pelaku baik individu maupun jaringan perdagangan dan eksploitasi  sex anak dan gadis.
Apa yang telah diperbuat oleh Peter Gerard Scully memang tegolong kejahatan sexual yang luar biasa, sehingga dirinya memang patut mendapatkan hukuman yang maksimal.
Salah satu bukti kejahatan sexual yang diluar akal sehat adalah korban anak anak perempuan termasuk  di dalamnya yang masih berumur 18 bulan yang dijadikan budak nafsunya dan dibunuh serta dikubur jasadnya di lantai sebuah rumah. Disamping itu ada juga korban anak perempuan yang masih duduk di kelas dua  sekolah dasar. Selebihnya korban korbannya adalah gadis remaja.
Bukti bahwa kejahatan sex anak ini merupakan jaringan internasional memang terbukti pada kasus Peter Gerard Scully bukanlah pelaku tunggal  namun juga melibatkan tiga pelaku  lainnya termasuk  pacarnya.
Tidak tanggung tanggung pacar Peter Gerard Scully yang bernama Lovely Margallo yang merupakan warga Filipina  juga dijatuhi hukuman 126 tahun, demikian juga dua anggota sindikat yang juga telah dihukum lebih dari 9 tahun.
Scully yang merupakan ayah dari dua anak ini merupakan warga Australia  dalam kesehariannya menyamar sebagai seorang milioner yang hidup mewah di kondominium di Filipina.
Scully yang memiliki kewarganegaraan Australia ini tampaknya memilih beroperasi di luar negaranya karena pemerintah Australia sangat serius untuk membongkar dan menghukum pelalku dan jaringan perdagangan dan eksploitasi sex. Â
Modus seperti ini memang banyak digunakan oleh para predator sex yang memiliki beroperasi di negara yang penegakan hukumnya lemah dan mudah dimanipulasi serta kemudahan dalam memuluskan prilaku dan pekerjaannya dengan melibatkan warga lokal.
Kelompok predator sex ini di pengadilan terbukti melakukan 60 jenis tindakan kejahatan seksual termasuk didalamnya ada unsur perdagangan anak, eksploitasi, pemerkosaan, penyiksaan, pembunuhan  serta  pembuatan materi video sex anak dan gadis.
Video hasil pelampiasan nafsunya ini terbukti telah diperdagangkan dengan pelanggan yang berasal dari Jerman, Amerika dan Brazil.
Bagi keluarga korban predator sex ini hukuman yang berat bagi pelakunya memang disambut dengan baik karena sekaligus merupakan hukuman yang setimpal atas tragedi yang menimpa keluarga ini.
Trauma keluarga atas apa yang menimpa anak dan anggota keluarga  mereka memang tidak  pernah terhapus namun keseriusan pemerintah Filipina untuk menghukum  predator sex ini paling tidak sedikit mengobati kepedihan yang mereka rasakan.
Kejahatan sexual yang dilakukan oleh Peter Gerard Scully dan pacarnya memang termasuk ke dalam kejahatan yang luar biasa.
Namun tindakan keduanya ini dimungkinkan karena menurut  hasil penyelidikan banyak kasus yang melibatkan keluarga yang menjual anak perempuan mereka dengan alasan  keterbatasan ekonomi yang menghimpit keluarga.
Sehingga berbagai kasus eksploitasi sex anak dan gadis belia ini merupakan hal yang kompleks dan tidak mudah dipecahkan.
Kasus predator sex yang terungkap ini tentunya bukanlah satu satunya yang terjadi, karena menurut dugaan predador sex yang beroperasi di Filipina dan juga negara lain merupakan fenomena gunung es yang jumlahnya melibatkan ribuan anak dan gadis remaja.
Filipina ternyata  tidak memilih hukuman mati karena kemungkinan hukuman mati tidak akan membuat pelaku merasakan hukuman yang diberikan dibanding dengan hukuman penjara dalam waktu yang sangat panjang.
Semoga apa yang terjadi di Filipina ini dapat menjadi pelajaran bagi Indonesia karena eksploitasi sex merupakan bahaya laten yang menimbulkan trauma yang luar biasa bagi korban sekaligus menghancurkan masa depan korban dan keluarga korban.
Rujukan: Satu, Dua, Tiga, Empat, Lima
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H