Sampai saat ini Indonesia masih berjuang  untuk mengatasi penyakit mulut dan kuku (PKM) yang sedang mewabah.
Kini muncul ancaman baru yang juga berhubungan dengan penyakit pada ternak yaitu yang disebut Lumpy Skin yang ditandai dengan  munculnya bintil bintil  pada kulit ternak utamanya sapi
Saat ini India sedang berjuang mengatasi penyebaran penyakit Lumpy Skin ini karena sampai dengan hari ini tercatat ada sebanyak 2,4 juta ekor ternak yang terinfeksi dan menyebabkan kematian ternak sebanyak 110 ribu ekor.
Merebaknya wabah Lumpy Skin ini tentunya berdampak besar pada perekonomian dan juga pendapatan peternak karena India tercatat sebagai negara yang memiliki  jumlah sapi yang terbanyak di dunia sekaligus menjadi produsen susu terbesar dunia.
Penyakit Lumpy Skin
Penyakit kulit lumpy disebabkan oleh virus yang menular pada ternak  yang sering terjadi dalam bentuk episootik. Penyakit ini  dicirikan dengan adanya bintil bintil pada seluruh kulit sapi.
Penyakit ini tidak hanya menyebabkan munculnya bintil bintil pada kulit saja namun menimbulkan efek sistemik termasuk pireksia, anoreksia, disgalaktia dan pneumonia.
Gejala umum sapai yang tertular penyakit ini adalah bintil bintil yang muncuk di kulit, demam, depresi, penurunan produksi susu dan keguguran pada ternak yang bunting.
Tingkat keparahan penyakit sangat bervariasi antara breed dan strain sapi. Sebagai dampaknya sapai yang terinfeksi virus ini akan mengalami  kekurusan parah dan penurunan  produksi selama beberapa bulan disamping itu lesi kulit menyebabkan kerusakan permanen pada kulit.Â
Sampai saat ini cara penularan penyakit ini belum diketahui secara jelas. Infeksi melalui kontak langsung  tidak mudah terjadi, namun  dari bukti epizootiologi menunjukkan bahwa serangga terlibat dapat menjadi vektor penyebaran virus ini.
Penyakit Lumpy Skin bukanlah tergolong penyakit zoonosis, yaitu  penyakit yang dapat menyebar dari ternak ke manusia secara alami. FAO pada tahun 2017 telah mengeluarkan penyataan bahwa penyakit Lumpy Skin ini tidak menular pada manusia.
Anak sapi yang menyusu pada induk yang terinfeksi penyakit ini  dapat saja terinfeksi melalui  susu sapi induknya yang terinfeksi.
Jika ditelusuri lebih lanjut, penyakit Lumpy Skin ini pertama kalinya ditemukan di Zambia pada tahun 1929.
Dalam perkembangannya penyakit ini menjadi endemik di wilayah Sub SaharaAfrika  dan merembet penularannya ke  negara-negara di  wilayah Afrika Utara, Timur Tengah, Eropa, dan Asia.
Berdasarkan laporan FAO, pada tahun 2019 penyakit ini untuk pertama kalinya dideteksi di wilayah Asia yaitu di  Bangladesh, Cina, dan India. Pada tahun 2020 penyakit ini mulai muncul di Pakistan.
Menurut pihak otoritas India, penyakit  lumpy skin ini diduga masuk ke India dari Bangladesh melalui pergerakan dan transportasi hewan alami di wilayah perbatasan.
Cara efektif untuk mencegah merebaknya penyakit Lumpy Skin ini adalah dengan menggunakan vaksin, namun sayangnya vaksin untuk penyakit ini masih dalam proses pembuatan dan uji coba. Namun saat ini pemerintah India menggunakan vaksin cacar untuk kambing guna memberikan perlindungan sampai terhadap penyakit Lumpy Skin pada sapi.
Penggunaan vaksin cacar untuk kambing pada sapi dinilai cukup efektif karena dapat memberi perlindungan pada sapi sampai dengan  70-80%.
Sebagaimana halnya penyebaran penyakit mulut dan kuku, Indonesia harus mewaspadai penyebaran penyakit Lumpy Skin ini dari India karena populasi ternak sapinya yang sangat besar dan masih adanya celah celah pemasukan ternak dari India yang belum terawasi dengan baik.
Mewabahnya penyakit Lumpy Skin ini  di India ini harus mendapat perhatian yang sangat serius oleh pihak berwenang di Indonesia.
Jika Indonesia lengah maka dunia peternakan Indonesia yang belum pulih dari wabah penyakit mulut dan kuku  akan kembali dihantam gelombang wabah penyakit yang tentunya akan berdampak besar pada perekonomian Indonesia dan pendapatan peternak yang mengandalkan kehidupannya pada pendapatan dari ternaknya.
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan, sembilan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H