Sampai saat ini cara penularan penyakit ini belum diketahui secara jelas. Infeksi melalui kontak langsung  tidak mudah terjadi, namun  dari bukti epizootiologi menunjukkan bahwa serangga terlibat dapat menjadi vektor penyebaran virus ini.
Penyakit Lumpy Skin bukanlah tergolong penyakit zoonosis, yaitu  penyakit yang dapat menyebar dari ternak ke manusia secara alami. FAO pada tahun 2017 telah mengeluarkan penyataan bahwa penyakit Lumpy Skin ini tidak menular pada manusia.
Anak sapi yang menyusu pada induk yang terinfeksi penyakit ini  dapat saja terinfeksi melalui  susu sapi induknya yang terinfeksi.
Jika ditelusuri lebih lanjut, penyakit Lumpy Skin ini pertama kalinya ditemukan di Zambia pada tahun 1929.
Dalam perkembangannya penyakit ini menjadi endemik di wilayah Sub SaharaAfrika  dan merembet penularannya ke  negara-negara di  wilayah Afrika Utara, Timur Tengah, Eropa, dan Asia.
Berdasarkan laporan FAO, pada tahun 2019 penyakit ini untuk pertama kalinya dideteksi di wilayah Asia yaitu di  Bangladesh, Cina, dan India. Pada tahun 2020 penyakit ini mulai muncul di Pakistan.
Menurut pihak otoritas India, penyakit  lumpy skin ini diduga masuk ke India dari Bangladesh melalui pergerakan dan transportasi hewan alami di wilayah perbatasan.
Cara efektif untuk mencegah merebaknya penyakit Lumpy Skin ini adalah dengan menggunakan vaksin, namun sayangnya vaksin untuk penyakit ini masih dalam proses pembuatan dan uji coba. Namun saat ini pemerintah India menggunakan vaksin cacar untuk kambing guna memberikan perlindungan sampai terhadap penyakit Lumpy Skin pada sapi.
Penggunaan vaksin cacar untuk kambing pada sapi dinilai cukup efektif karena dapat memberi perlindungan pada sapi sampai dengan  70-80%.
Sebagaimana halnya penyebaran penyakit mulut dan kuku, Indonesia harus mewaspadai penyebaran penyakit Lumpy Skin ini dari India karena populasi ternak sapinya yang sangat besar dan masih adanya celah celah pemasukan ternak dari India yang belum terawasi dengan baik.