Kebutuhan benang sutra alam di Indonesia setiap tahunnya mencapai sekitar 2.000 ton benang sutra mentah dan sekitar 2.500 ton benang sutra pintal.
Produksi serat sutra alam di Indonesia baru mencapai sekitar 500 ton per tahun. Pada kondisi seperti ini Indonesia hanya mampu memenuhi kebutuhan serat sutra nasional sebesar 5% saja dan kekurangannya sebesar 95% dipenuhi dari impor. Nilai impor material sutra dari tahun 2016 hingga 2020 mencapai 15,78%, meskipun nilai ekspor produk jadi sutra meningkat sebesar 32,08%.
Peluang Indonesia melakukan impor benang mentah sutra semakin kecil karena adanya perkembangan pemanfaatan serat sutra sebagai biomaterial di berbagai negara. Oleh sebab itu, Indonesia sebagai konsumen besar benang sutra harus mencari alternatif lain untuk mengatasi permasalahan pemenuhan serat sutra nasional.
Galur Sintetik Unggul
Dalam upaya mengurangi ketergantungan Indonesia akan benang mentah sutera, tim peneliti IPB yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Ronny Rachman Noor MRur.Sc. melalui program Kedaireka berhasil membuat dan mengembangkan 4 galur sintetik unggul ulat sutera non murbei Samia ricini.
Galur sintetik yang diberi nama Jopati, Prasojo, Pasopati dan Joglo ini memiliki karakteristik warna dan pola warna yang spesifik serta memiliki ketahanan terhadap stress lingkungan utamanya panas, sehingga galur ini sangat cocok untuk dipelihara di wilayah marjinal untuk menopang perekonomian masyarakat.
Salah satu keunikan ulat sutera Samia ricini adalah wilayah pemeliharaannya yang sangat luas dan sumber pakannya yang tidak memerlukan pakan khusus.
Ulat sutera ini dapat diperlihara dengan pakan daun singkong, daun karet, daun pepaya dan daun jarak kepyar, sehingga sangat cocok untuk dikembangkan di seluruh wilayah di Indonesia dengan biaya pakan yang murah.
Pengembangan galur sintetik Samia ricinii merupakan hasil kerjasama antara Fakultas Peternakan IPB bekerjasama dengan mitra peternak ulat sutera Jantra Mas Sejahtera (JAMTRA) yang beroperasi di wilayah Kulon Progo Yogyakarta, FMIPA IPB, Zoologi Terapan, BRIN serta Pusat Riset Biomassa dan Bioproduk, BRIN.
Galur sintetik unggul ini dikembangkan untuk menghasilkan serat sutera Samia ricini yang sangat unik yang penampilannya tidak mengkilat serta teksturnya yang unik sehingga dapat menjadi tren baru dalam industri fashion.
Disamping itu berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, kokon ulat sutera Samia ricini ini mengandung serisin yang aktivitas bioaktifnya lebih baik jika dibandingkan dengan serisin yang dikandung oleh kokon ulat sutera murbei Bombyx mori.
Zat aktif serisin Samia ricini ini kini sedang dalam proses pengembangan, pengolahan dan pemanfaatan untuk industri kecantikan dan kosmetik ini dapat membuat wajah glowing dan juga pemanfaatannya untuk menghasilkan produk kesehatan yaitu penutup luka pasca operasi yang alami dan ramah lingkungan.
Perintisan Wirausaha Baru
Salah satu rangkaian kegiatan pengembangan galur sintetik ini adalah kegiatan MBKM (Merdeka Belajar Kampus Merdeka) yang diperuntukkan bagi mahasiswa untuk merintis usaha baru.
Mahasiswa yang mengikuti program ini dibekali dengan pengetahuan dan melakukan praktek budidaya dan pengolahan hasil ulat sutera Samia ricini.Â
Peserta diberi kesempatan untuk melakukan magang di laboratorium NRSH Fapet IPB untuk melakukan budidaya dan di laboratorium Bioproduk BRIN untuk mendalami teknologi pengolahan serat sutera.
Rangkaian kegiatan MBKM ini secara resmi di buka pada tanggal 17 September 2022 yang diawali dengan pemberian materi terkait ulat sutera Samia ricini dari hulu sampai hilir termasuk aspek genetik ulat sutera.
Diharapkan setelah mengikuti kegiatan MBKM ini, peserta yang berjumlah 25 orang yang berasal dari FAPET, FMIPA dan FPIK IPB ini dapat merintis usaha baru dalam bidang persuteraan alam.
Menuju Kemandiran SeratÂ
Kegiatan pengembangan galur sintetik ulat sutera non murbei Samia ricini ini diharapkan dapat bergulir dengan cepat yang diawali dengan pembentukan 5 koperasi peternak dan pengrajin di wilayah Kulon Progo Yogyakarta dan selanjutkan akan dikembangkan di wilayah lainnya.
Ke depan galur sintetik yang telah dihasilkan ini akan dikembangkan lebih luas lagi dengan bekerjasama dengan pemerintah Propinsi DIY dan pemerintah Kabupaten Malang.
Jika nantinya ulat sutera Samia ricini ini sudah dikembangkan di seluruh wilayah Indonesia maka langkah ini akan dapat mengurangi ketergantungan Indonesia akan impor benang sutera mentah dari negara lain yang tentunya dapat mengemat devisa.
Disamping itu melalui budidaya Samia ricini ini peternak yang tergabung dalam koperasi diharapkan dapat meningkatkan taraf hidupnya dengan memanfaatkan galur unggul yang telah dikembangkan.
Program aplikasi riset ini diharapkan akan membawa Indonesia menuju era kebangkitan peternak dan kemandiran serat nasional.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H