Ibarat wahana Roller Coaster kini krisis ekonomi  Sri Langka membawa negara ini  berada pada titik nadir  yang hampir tidak mungkin lagi dipulihkan.Â
Krisis ekonomi Sri Langka yang berpenduduk 22 juta jiwa ini membuat negeri ini menuju ke kehancuran yang berpotensi menjadikannya sebagai negara gagal.
Efek Domino
Landasan perekonomian Sri Langka memang telah runtuh dan keruntuhan ini berakibat  sistemik pada kehidupan keseharian masyarakat karena pemerintah tidak lagi memiliki uang untuk membayar biaya impor kebutuhan pokok dan bahan bakar dan juga membayar utang utang nya.
Sri Langka dalam ambang kebangkrutan dan telah gagal membayar utang luar negerinya pada tahun ini  yang mencapai US$ 7 milyar.
Setiap tahunnya negara ini memiliki beban untuk membayar utang luar negerinya secara rutin sebesar US3,5 milar sampai dengan tahun 2026 mendatang.
Menurut catatan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah Sri Langka, utang negara ini mencapai US$ 51 milyar.
Dalam kondisi krisis seperti ini negara ini bukan hanya tidak dapat membayar cicilan utangnya bahkan untuk membayar bunga nya saja sudah tidak memungkinkan lagi.
Pendapatan andalan negara ini dari sektor pariwisata juga menurun secara drastis akibat pandemi Covid-19 dan juga faktor keamanan yang semakin tidak menentu.
Nilai mata uang negeri ini kini tinggal 20% Â saja jika dibandingkan dengan nilai mata uang sebelum krisis, sehingga mengakibatkan meroketnya harga kebutuhan pokok dan BBM. Harga kebutuhan pokok sudah meningkat hampir mencapai 60%.
Hal yang paling mengkhawatirkan adalah cadangan uang negara ini sudah terkuras  habis, sehingga negara ini sudah tidak mampu lagi mengimpor kebutuhan pokok seperti makanan dan bahan bakar serta obat obatan,