Namun menurut pakar psikologi dari sisi pelaku, fictosexual ini dapat membuat dirinya merasa hidup, bahagia dan merupakan salah satu tujuan hidupnya.
Salah satu hasil penelitian yang dipublikasikan di National Institutes of Health (NIH) fictosexual dapat dikategorikan sebagai bagian dari kelompok LGBTQIA (lesbian, gay, bisexual, transgender, queer, intersex, asexual, dan agender).
Namun dapat juga dikelompokkan sebagi asexual karena pelaku tidak pernah melakukan kegiatan sexual dengan manusia biasa.
Fictosexual tentu saja tidak hanya dapat dialami oleh laki laki yang jatuh cinta dan mencintai karakter fiktik wanita, namun pada kenyataannya wanita juga ada yang jatuh cinta pada laki laki karakter fiktifnya.
Di tengah tengah kemajuan teknologi saat ini, fictosexual bukanlah satu satunya fenomena yang muncul ke permukaan, namun ada fenomena sejenisnya yang mulai bermunculan.
Sebagai contoh ada Cartosexual yang menggambarkan ketertarikan seseorang hanya pada karakter kartun dan ada juga gamosexual yang menggambarkan ketertarikan sexual seseorang pada figur yang ada di game.
Bahkan ada fenomena yang dinamakan inreasexual yang menggambarkan fenomena dimana seseorang memliki ketertarikan sexual dengan tokoh yang ada di TV dan film ketika menontonnya.
Berdasarkan hasil penelitian fenomena fictosexuality, fictoromance, ataupun fictophilia, merupakan bentuk perasaan cinta atau cinta yang kuat dan dapat bertahan lama.
Ketertarikan terhadap karakter fiksi ini muncul sebagai refleksi yang relevan secara psikologis dan terkait erat dengan sosial, Â evolusi budaya dan seksualitas manusia.
Rujukan: satu, dua, tiga, empat, lima