Belanda memang akhirnya di tahun 1949 hengkang dari Indonesia namun luka  mendalam yang ditinggalkannya  akibat tindakan tentara Belanda ini masih membekas sampai sekarang.
Menurut  Frank van Vree professor ahli sejarah perang dari University of Amsterdam tentara Belanda secara brutal melakukan penangkapan, penyiksaan dan pembunuhan tidak saja pejuang kemerdekaan namun juga warga sipil
Terkait dengan kebrutalan tentara Belanda ini pengadilan Belanda telah memutuskan bahwa pemerintah Belanda  harus memberikan kompensasi kepada janda dan anak-anak pejuang Indonesia yang dieksekusi oleh pasukan kolonial.
Jika dilihat dari lini waktu maka dapat disimpulkan bahwa permintaan maaf perdana Menteri Belanda ini terkait erat dengan permintaan maaf raja Belanda Willem-Alexander pada bulan Maret tahun 2020 lalu ketika berkunjung ke Indonesia.
Cukupkan hanya minta maaf?
Permintaan maaf Raja Belanda dan kini Perdana Menteri Belanda terkait dengan kebrutalan tentara Belanda dalam perang kemerdekaan RI dapat dipandang sebagai fenomena gunung emas semata.
Permintaan maaf ini seharusnya sudah dialkukan sejak jaman dulu, tidak hanya pada penggalan sejarah perang kemerdekaan saja namun pada masa inti kekuasaan brutal pemerintah Belanda yang berlangsung selama 350 tahun.
Bagaimana kehancuran tatanan sosial, perpecahan, pengebirian pendidikan, penekanan mental dan pengerukan harta kekayaan Indonesia yang dilakukan oleh pemerintahan kolonial Belanda terjadi selama kurun waktu 350 tahun.
Bukan lagi menjadi rahasia umum Belanda yang sekarang ini dibangun sebagian  dari pengerukan kekayaan alam Indonesia. Kerakusan pemerintah kolonial Belanda memang sangat luar biasa dan  meninggalkan kesengsaraan rakyat Indonesia.
Salah satu politik pemerintahan kolonial Belanda yang masih berbekas sampai  saat ini adalah pembatasan pendidikan bagi pribumi untuk mengeliminasi benih benih perjuangan kemerdekaan.
Jadi tidak heran selama 350 tahun pribumi dilarang untuk mengenyam pendidikan tinggi agar tetap bodoh dan inferior terhadap bangsa penjajah.